LOVELY WAITRESS CHAPTER 9 (THE CONFLICT WHICH ENDED IN MARRIAGE)

Minggu, 17 Maret 2013
Lovely Waitress

Author: Blueberry Cake 
Rok biru yang mengembang dan di rambutnya tersemat sebuah hiasan kepala warna putih. Walau hanya seorang pengantar makanan, tetapi gadis ini mampu membuat seorang lelaki memimpikannya setiap malam. EPILOG...
Rated: Fiction K - Indonesian - Romance/Friendship - Naruto U. & Hinata H. - Chapters: 10 - Words: 33,651 - Reviews: 140 - Favs: 40 - Follows: 2 - Updated: 06-19-10 - Published: 03-05-10 - Status: Complete - id: 5793472 

*cengo* Ahah… Ternyata banyak juga yang menanti kelanjutan fict ini. Blue benar-benar ga nyangka loh kalau ternyata fict Blue yang kacau ini banyak yang menunggu. Gilaaaa… Wahahahahahahaha! *kumat*. Maaf ya readers kalau Blue kelamaan updatenya, soalnya lagi sibuk mempersiapkan sebuah fict HTNH nanti. Ternyata Blue salah perkiraan yang di kira Blue HTNH itu tanggal 7 Juni ternyata 7 Juli, jadinya Blue kelabakan bikin fict HTNH. Tapi, fict itu sudah selesai dan sekarang saatnya untuk meneruskan kembali cerita ini. Untuk fict HTNH di tunggu aja sampai tanggal mainnya ya dan kalau perayaan seperti itu Blue hanya bisa bikin OneShot, soalnya kalau multichapter entar kagak keburu lagi. Hehehehe..
Disclaimer: Om Kishi~! Ternyata banyak menanti-nanti fict Blue! *meluk-meluk Om Kishi* Om Kishi: Enyah kau setan! *blue faint*
Enjoy it!

Lovely Waitress
Semenjak kejadian Naruto menyatakan cintanya pada Hinata, tak ada kata pisah dalam kamus kedua insan tersebut. Kemana pun mereka pergi pasti akan selalu berdua dan bersama tak pernah terpisahkan. Walau Hinata masih saja malu-malu menyadarinya bahwa kini statusnya telah berubah menjadi kekasih Naruto, tetapi itu tidak membuat Naruto menjadi sedikit ilfeel pada Hinata. Malah Naruto sangat senang bila melihat wajah kekasihnya merona merah seperti strawberry yang segar.
Sasuke dan Sakura pun tak kalah senang. Usaha dan misi mereka untuk mencomblangkan Naruto dan Hinata ternyata sukses besar. Terkadang, mereka suka mengadakan double date dimana mereka berjalan-jalan dengan pasangan masing-masing. Hinata masih suka malu-malu ketika Naruto mengenggam erat tangannya dan wajahnya pun berubah menjadi merah seperti biasa.
Naruto benar-benar sangat mencintai Hinata dengan tulus. Buktinya saja, Naruto tidak mau Hinata terkena virus flu yang sedang mewabah karena sedang musim hujan. Ketika hujan sering turun, Naruto menjadi sedikit posesif dan terkadang suka melarang Hinata keluar dari apartemen walau itu hanya sekedar pergi ke mini market di depan apartemennya. Naruto sangat melindungi Hinata mati-matian ketika ada segerombol pria berandalan menggoda Hinata dan menarik-narik tangan Hinata. Alhasil, wajahnya tak luput dari pukulan dan tendangan yang akhirnya harus diobati oleh Hinata. Hubungan mereka pun berjalan baik, dan sudah mencapai sebulan sejak mereka menjadi sepasang kekasih.
Semua begitu indah dan menyenangkan bagi kedua insan yang sedang merasakan indahnya kasih sayang dan cinta. Merasa hidup adalah milik mereka berdua tanpa ada satu orang pun yang bisa menganggu kemesraan dan percintaan mereka. Sampai akhirnya, kebahagian itu harus terhenti sejenak…
Hari Minggu, jam 4 sore. Hinata sedang asyik bersantai di beranda apartemennya sambil membaca sebuah majalah ditemani secangkir teh madu dan setoples keripik keju. Hinata memang sedang tidak ada kegiatan maka dari itu dia memilih untuk bersantai sejenak melemaskan syaraf-syaraf otot yang sudah beberapa lama ini menegang dan sudah lama tidak beristirahat sambil ditemani matahari sore yang bersinar begitu hangat. Sebenarnya, Hinata berniat untuk mengajak Naruto keluar mencari makan bersama, namun ketika gadis manis ini menelpon kekasihnya ternyata Naruto sedang ada kelas sehingga dengan terpaksa niat itu diurungkan.
Sedang asyik membolak-balikkan halaman majalah, terdengar sebuah ketukan dari arah pintu apartemennya. Lantas, Hinata bergegas menuju pintu untuk membukakannya sembari melempar majalah yang dipegangnya ke kursi mahoni.
"Siapa—Eh?"
"Hinata! Aku minta sekarang juga kau putuskan hubunganmu dengan pria itu!" bentak seorang pria berambut coklat panjang dengan wajah terlihat sangat murka membuat Hinata terkejut setengah mati.
"O-otousan? Ke-kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Hinata. Hiashi tidak menjawab. Tiba-tiba Neji muncul dari belakang Hiashi dengan wajah menunduk yang bisa menjawab pertanyaan Hinata tadi.
"Apa maksudmu kabur dari perjodohan itu hah? Kau sudah memalukan keluarga kita! Memalukan nama keluarga kita!"
"Bukankah aku sudah bilang aku tidak mau dijodohkan? Tapi kau tidak mau mendengarkanku! Jangan salahkan aku bila aku kabur dari perjodohan itu karena memang aku tidak menginginkannya! Aku tidak suka di paksa! Shino-san juga tidak menyukai perjodohan itu! Dia yang membantuku untuk kembali ke Konoha!" bantah Hinata yang sedikit membuat Hiashi terkejut karena Hinata tak pernah membantah seperti ini sebelumnya. Namun, Hiashi tidak bisa menjawab karena pernyataan Hinata benar. Wajahnya memerah menahan amarah yang sudah meledak-ledak. Hiashi mengeluarkan sebuah foto dan ditunjukkan pada Hinata.
"Siapa pria ini? Kau mempunyai hubungan khusus dengan pria ini?" tanya Hiashi menunjukkan foto seorang pria yang sangat dikenal oleh Hinata hingga Hinata tidak menyangka bagaimana ayahnya bisa tahu lelaki itu?
"Naruto-kun… Otousan, bagaimana caranya kau mengetahui dia? Apa kau menyewa mata-mata?"
"Benarkan kau mempunyai hubungan khusus dengan dia? Akhiri sekarang juga! Aku tidak mau kau berhubungan dengan pria itu lagi!" bentak Hiashi melempar foto itu ke wajah Hinata.
"Otousan! Kau tidak bisa menyuruhkan seenaknya saja! Aku tidak bisa menuruti perintahmu!" bantah Hinata dengan air mata yang sebentar lagi akan jatuh.
"Kalau kau tidak mau memutuskan pria itu… Biar aku yang melakukannya." kata Hiashi membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi Hinata. Hinata membelalakan matanya.
"Otousan! Kau tidak boleh melakukan ini padaku! Neji-nii!" Neji menengok lirih ke arah Hinata dan menghela nafas panjang. Matanya terlihat sendu, itu pertanda bahwa Neji tak bisa membantunya apa-apa.
"Otousan! Hentikan perbuatanmu! Otousan!" Percuma, ketika Hinata mengejar Hiashi pintu lift sudah tertutup.
"Aku harus segera ke sana…"
0o0o0o0o0o0
"Aku pulang." ucap Naruto melempar tasnya ke atas sofa. Sepi.
"Mungkin ayah sudah kembali ke rumahnya." gumam Naruto mengingat perkataan Minato yang mengatakan bahwa dia harus segera kembali ke rumah dan kantornya karena ada suatu pekerjaan yang harus di selesaikan.
"Hmm… Kalau tidak salah, Hinata-chan tadi mengajakku mencari makan. Ku sms saja sekarang." kata Naruto mengeluarkan handphonenya dari saku celananya.
Belum sempat Naruto mencari kontak Hinata, seseorang mengetuk keras pintu kos-kosannya. Naruto sempat terkejut sebentar karena seseorang itu terdengar terburu-buru mengetuk pintu kosannya.
"Ya? Siapa—Eh?"
"Kau yang bernama Uzumaki Naruto?" tanya seorang pria yang ada dihadapannya. Naruto terbengong heran melihat lelaki itu yang memiliki mata seperti milik Hinata sebelum akhirnya ia menganggukan kepalanya.
"Anda siapa ya?"
"Saya Hyuuga Hiashi. Ayah dari Hyuuga Hinata. Saya datang ke sini untuk mengatakan kalau saya tidak menyukai kau berhubungan dengan putriku! Dan mulai saat ini, putuskan hubungan kalian!" bentak Hiashi membuat Naruto melotot kaget.
"Otousan!" panggil Hinata yang rupanya sedaritadi mengikutinya. Hinata sudah merasa kalau ayahnya akan menemui Naruto.
"Hinata, untuk apa kamu ke sini? Kembali ke apartemenmu!"
"Tidak! Aku tidak mau! Otousan tidak bisa memaksa kehendakku dan Naruto-kun!"
"Aku tidak suka kau berhubungan dengan pria ini, Hinata! Dan kau, jangan pernah dekati putriku lagi!" perintah Hiashi menarik kerah baju Naruto dan mendorong Naruto hingga tersungkur.
"Naruto-kun!" Hinata berniat untuk menolong Naruto, namun tangannya keburu ditarik oleh Hiashi.
"Hinata! Ayo pulang!"
"Tidak! Aku tidak mau! Lepaskan otousan! Naruto-kun!" Naruto memandang Hinata dan Hiashi dengan sendu. Cobaan apalagi yang akan diterimanya? Kemarin, hampir saja Shion menghancurkan cinta mereka dan sekarang Hiashi menentang hubungan mereka? Apa cinta mereka sedang diuji?
"Otousan tidak bisa memaksaku! Tidak seharusnya kau bersikap kasar pada Naruto-kun kan?" sengit Hinata.
"Hinata! Dengarkan ayah! Ayah tidak suka kau berhubungan dengan pria itu karena asal-usulnya tidak jelas! Aku tidak mau mempunyai menantu yang asal-usulnya tidak jelas!" bentak Hiashi.
"Naruto-kun tidak seperti itu! Dia mempunyai seorang ayah yang baik meskipun ibunya sudah meninggal, dia tetap tegar dan menjadi pria yang baik!"
"Pokoknya ayah tidak setuju hubunganmu dengan dia! Titik!" ketus Hiashi segera keluar dari apartemen Hinata.
"Otousan!"
"Hinata… Tabahkan hatimu ya. Aku akan berusaha membantu semampuku. Aku akan coba untuk berbicara pada paman Hiashi." kata Neji memegang kedua pundak Hinata untuk menghentikan langkahnya mengejar Hiashi. Hinata menangis tersedu-sedu di bahu Neji.
0o0o0o0o0o0
Sakura sedang asyik membaca majalah di atas kasur bersprei pink dengan selimut hijau yang hangat sambil mendengarkan lagu dari handphonenya. Sedang asyiknya bernyanyi-nyanyi, terdengar suara Haruno Sasami, ibu Sakura memanggilnya.
"Sakura! Ada temanmu menunggu di teras!"
"Siapa ya? Kok sore-sore begini?" gumam Sakura melepaskan headsetnya dari telinganya lalu beranjak pergi ke teras.
"Eh? Hinata?" panggil Sakura melihat sesosok gadis yang dikenalnya tengah membelakanginya. Mendengar namanya di panggil, Hinata membalikkan tubuhnya.
"Sakura-chan… Huhuhu…" Hinata langsung menghambur ke pelukan Sakura dan menangis di bahu Sakura. Sakura hanya heran melihat keadaan sahabatnya itu.
"Ada apa Hinata? Kenapa tiba-tiba kau menangis? Kau ada masalah? Baiklah, baiklah, ceritakan padaku di dalam ya." ujar Sakura membopong Hinata masuk ke dalam.
"Ceritakan padaku ada apa sebenarnya. Kau sedang bertengkar dengan Naruto?" tanya Sakura setelah meletakkan secangkir teh melati di depan Hinata. Hinata menggeleng pelan.
"Lalu?"
"O-otousan… Menentang hubunganku dengan Naruto-kun…" Sakura terperangah.
"Otousan? Bagaimana bisa?"
"Tadi sore, otousan datang secara tiba-tiba tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Ternyata otousan tahu hubunganku dengan Naruto-kun. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya otousan bisa tahu tentang aku dan Naruto-kun… Terlebih lagi… Otousan langsung menemui Naruto-kun dan menyuruhnya untuk tidak menghubungiku lagi… Ini semua gara-gara otousan…" ucap Hinata dengan air mata yang berlinangan. Sakura mengusap rambut Hinata pelan.
"Ehm.. Untuk kali ini maaf, Hinata. Aku tidak bisa banyak membantu karena ini menyangkut tentang kau dan ayahmu. Tapi, kalau aku boleh sarankan kenapa tidak kau perkenalkan saja Naruto pada ayahmu dan berbicara dengan kepala dingin? Mungkin ayahmu bisa mengerti.." kata Sakura memberi saran.
"Ta-tapi Sakura-chan.. Bagaimana kalau otousan tidak menerima kedatangan Naruto-kun? A-aku takut…"
"Percayalah. Ayahmu pasti juga akan mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya." kata Sakura memberi dukungan. Hinata mengangguk lemah.
"Lebih baik sekarang kau telfon Naruto saja."
.
.
.
.
Naruto tampak murung dan tidak bersemangat. Jus sirsak yang dipesannya tadi hanya diaduk-aduknya saja daritadi. Bahkan, dia tidak menyentuh ramen yang penuh asap mengepul berada di depan matanya. Ini lah yang membuat Sasuke sangat bingung dengan tingkah laku sahabatnya. Seorang Naruto tidak menyentuh semangkok ramen? Aneh sekali.
"Sudah lah. Jangan terlalu di pikirkan. Aku tidak menyangka kalau kau bisa sampai seperti ini hanya karena seorang gadis. Bahkan kau tidak menyentuh sedikit pun ramenmu itu." celetuk Sasuke melipat kedua tangannya.
"Bagaimana bisa aku makan dengan tenang kalau aku ada masalah seperti ini? Aku tidak seperti kau… Kau enak, sudah dapat restu dari orang tua Sakura. Sedangkan aku…" lirih Naruto kehilangan nafsu makannya sejak insiden tadi.
"Kemana sahabatku yang selalu ceria? Ayolah. Hanya permasalahan seperti itu saja kau sudah down. Ini tandanya cinta kau dan Hinata sedang diuji, apakah kalian bisa mempertahankannya?" sahut Sasuke.
"Benar juga ya. Kenapa aku harus menyerah? Mungkin saja ini adalah ujian atas rasa cintaku pada Hinata-chan. Aku harus bisa meyakinkan ayah Hinata-chan kalau aku benar-benar serius padanya." kata Naruto kembali bersemangat dan berdiri dari kursinya.
"Mau kemana?"
"Menemui Hinata-chan. Hehehe. Ja matte!" cengir Naruto lalu berlari menjauhi Sasuke.
"Baka.."
Naruto melangkah cepat ke arah apartemen Hinata. Naruto segera ingin menyelesaikan semua permasalahan ini dengan kekasihnya. Ia tidak mau, benar-benar tidak mau lagi kehilangan orang yang dicintainya. Cukup sekali saja baginya untuk kehilangan dan merasakan luka yang begitu sakit dan pilu yang masih saja dirasakannya hingga sekarang saat bersama Shion. Maka dari itu, Naruto benar-benar tidak menginginkan kepergian Hinata hanya karena sebuah alasan konyol yang tidak berarti.
Entah mengapa langkah Naruto berhenti tiba-tiba ketika melihat sesosok gadis yang dikenalnya tengah berjalan di dekat taman dengan wajah menunduk dan Naruto bisa melihat beberapa bola bening jatuh ke tanah.
"Hinata-chan!"
"Eh?"
Belum sempat Hinata menerka siapa yang memanggilnya, tiba-tiba tubuhnya langsung dipeluk erat oleh seseorang yang memanggilnya tadi. Begitu erat hingga membuat Hinata untuk sedikit sulit bernafas. Hinata masih diam mematung menerka-nerka siapa yang memeluknya ini. Harum citrus yang dikenalnya membuat Hinata tahu siapa dia.
"Naruto-kun…"
"Aku rindu padamu…" Hinata langsung membalas pelukan Naruto dengan erat. Sangat erat hingga rasanya Hinta merasa berat untuk melepaskannya. Begitu pula dengan Naruto. Ia tidak mau melepaskan Hinata walau hanya sedetik saja. Aroma grape yang berasal dari rambut panjang Hinata membuat Naruto betah untuk berlama-lama menyiumnya.
"Ma-maafkan aku atas sikap ayahku, Naruto-kun. A-aku juga tidak tahu kenapa otousan bisa tahu hubungan kita. K-kau marah ya padaku?" tanya Hinata menyembunyikan wajahnya di dada Naruto.
"Marah? Justru aku sangat khawatir padamu, Hinata-chan. Aku tidak mungkin bisa marah padamu hanya karena masalah seperti ini. Seharusnya aku yang meminta maaf karena membuatmu harus bertengkar dengan ayahmu. Ini semua karena aku." papar Naruto mengelus rambut indigo Hinata.
"Tidak! Ini bukan salahmu! Ini salah otousan! Otousan selalu memaksa kehendaknya, beliau memaksa diriku padahal aku tidak mau! Otousan—Ah?" Naruto menaruh telunjuknya di depan bibir mungil Hinata yang membuat Hinata berhenti berbicara.
"Walau kau sangat kesal dengan ayahmu, tidak seharusnya kau bersikap seperti itu. Sesebal apapun kamu pada ayahmu, kau harus tetap menghormatinya sebagai orang tua kamu." kata Naruto membalikkan kata-kata Hinata saat dulu Naruto membenci Minato. Hinata terperangah.
"Go-gomenasai.. A-aku hanya takut kehilanganmu, Naruto-kun…" kata Hinata menundukkan wajahnya dan butir-butir air mata kembali jatuh dari mata lavendernya. Naruto menarik dagu Hinata agar Hinata bisa menatap matanya.
"Aku tidak akan pergi kemanapun… Percayalah…" kata Naruto. Hinata tak menjawab, namun wajahnya bersemu merah.
Hinata merasakan ada sesuatu yang aneh. Kenapa tiba-tiba udara di sekitarnya terasa hangat? Baru diketahuinya, ternyata wajah Naruto sangat dekat dengan wajahnya. Hinata terlihat salah tingkah dan kikuk, ia memejamkan matanya walau bulir-bulir air mata terus mengalir tanpa henti. Lalu… Naruto mencium lembut bibir Hinata yang dirasakannya sangat manis dan lembut. Hinata merasakan sensasi hangat yang dibuat oleh Naruto yang kemudian Naruto menyeka air matanya.
"Hmm… Kau begitu manis seperti strawberry." goda Naruto setelah melepaskan ciumannya.
"Na-Naruto-kun… Ja-jangan menggodaku…" celetuk Hinata sedikit mencubit pinggang Naruto.
"Aaw.. Sakit. Lagi dong?" Naruto malah tambah menggoda Hinata yang kemudian mendapat cubitan bertubi-tubi dari Hinata.
"Naruto-kun.. Apa kau berani bertemu dengan otousan? Mengatakan kalau kau serius denganku?" tanya Hinata. Naruto menghela nafas.
"Aku berani, Hinata-chan. Tentu aku berani kalau demi kamu.." kata Naruto mengusap rambut Hinata.
"Be-benarkah? Ka-kalau begitu, maukah kamu besok menemui otousan?" pinta Hinata. Naruto mengangguk dan tersenyum. Tampaknya, semalaman ini Naruto harus berlatih keras berbicara dengan Hyuuga Hiashi.
0o0o0o0o0o0
Mentari pagi sudah menampakkan sinarnya sejak 10 menit yang lalu. Di sebuah rumah besar terletak di bagian selatan Konohagakuen, terdapat kolam ikan yang juga ada air terjun kecil. Seseorang sedang melemparkan makanan ikan ke arah kolam yang langsung disambut oleh ikan-ikan itu menanti sarapannya sejak tadi.
"Paman Hiashi. Bolehkah saya berbicara sebentar?" tanya seorang pria berambut coklat dengan kepala menunduk. Hiashi tak membalikkan tubuhnya.
"Ada apa, Neji?"
"Tentang Hinata." Gerakan tangan Hiashi yang daritadi melemparkan makanan ikan ke kolam terhenti sejenak.
"Kalau kau ingin mengatakan aku harus berpikir dua kali untuk menentang hubungan Hinata dengan pria itu, aku tidak akan menjawabnya." ketus Hiashi.
"Paman Hiashi, bisakah kita bicarakan dengan kepala dingin? Apa tidak terlalu kasar bila paman terlalu memaksakan kehendak paman yang sebenarnya tidak diinginkan Hinata?" papar Neji yang membuat Hiashi segera membalikkan tubuhnya.
"Apa maksudmu?"
"Hinata tidak mau dipaksa mencintai orang yang tidak dicintainya, paman. Itu adalah hal yang berat. Menurut dia, itu tidak akan membuatnya bahagia."
"Aku adalah ayahnya! Aku yang bisa menentukan kebahagiaan dia karena dia adalah anakku! Aku menjodohkan dia dengan pria pilihanku karena aku ingin dia hidup bahagia dengan suami yang memiliki pekerjaan baik dan tidak memalukan nama keluarga!" sentak Hiashi.
"Itulah paman. Paman terlalu mementingkan nama keluarga, sehingga paman tidak bisa menerima keputusan Hinata tersendiri. Hinata sudah dewasa, dia sudah sepantasnya mendapatkan hak untuk memutuskan sendiri pendamping hidup yang diinginkannya. Yang sesuai dengan keinginannya." sahut Neji.
"Tapi, bagaimana kalau pria yang dipilihnya adalah pria yang bajingan? Aku tidak mau hal itu terjadi."
"Apa menurut paman pria pilihan paman sudah menjadi yang terbaik?"
Hiashi terdiam.
"Belum tentu. Rumah tangga tidak akan berjalan bahagia bila tidak didasari oleh cinta. Hinata tidak mencintai pria yang dijodohkan dengannya. Mungkin saja pria bernama Shino itu mempunyai kebiasaan buruk yang tidak disukai Hinata. Yang benar-benar tahu kebahagiaan itu adalah Hinata sendiri. Hinata bisa memilih mana yang bisa membuatnya bahagia mana yang bisa membuatnya terluka. Dan, saya rasa Naruto adalah pria yang selalu membuatnya bahagia. Bukankah begitu, Paman? Paman juga melihat sendiri kan kalau akhir-akhir ini saat bersama Naruto, Hinata selalu kelihatan ceria. Naruto juga pria yang baik dan tidak melakukan tindakan yang tidak senonoh pada Hinata." ucap Neji membuat Hiashi mati kutu. Hiashi tidak tahu apa lagi yang bisa dia katakan.
Ting.. tong… Tiba-tiba bel berbunyi. Neji buru-buru menghampiri pintu depan dan membuka pintunya.
"Ohayou, Neji-nii…"
"Hinata? Dan… Naruto?" gumam Neji terkejut dengan kedatangan Naruto dan Hinata.
"Otousan ada? Aku dan Naruto-kun mau berbicara sebentar." kata Hinata. Neji mengangguk dan mempersilahkan mereka masuk.
Neji langsung bergegas menuju Hiashi dan membisikkan sesuatu di telinga Hiashi yang membuat Hiashi terkejut seketika. Namun, itu tidak merubah raut wajahnya yang begitu dingin dan tegas. Neji langsung memanggil keduanya ke ruang tamu.
"Duduk." perintah Hiashi pada Naruto dan Hinata untuk duduk di depannya.
"Apa maksud kedatangan kalian?"
"Ehm… Sebelumnya, maaf Hyuuga-sama bila saya menganggu pagi anda." kata Naruto canggung.
"Panggil saya Hiashi."
"Ah.. Iya… Maaf… Maksud kedatangan saya dan Hinata-chan ke sini adalah untuk meluruskan masalah yang kemarin." Alis Hiashi bertaut tidak menyenangkan.
"Langsung saja."
"Hiashi-sama, saya ingin meminta restu dari anda bila saya diijinkan menjalin hubungan dengan Hinata-chan. Karena saya sungguh-sungguh mencintainya dengan tulus." ucap Naruto merasakan mulai kesemutan karena duduk bersimpuh.
"Lalu?"
"Kalau boleh, saya ingin tetap bersama Hinata-chan. Saya sungguh menyayanginya. Saya tidak berniat untuk melukainya apalagi menyakitinya. Saya ingin membahagiakan Hinata-chan karena Hinata-chan juga menyayangi saya. Saya juga tidak mau kehilangan dia. Dan terlebih lagi, saya datang ke sini ada hal lain juga yang saya mau katakan." kata Naruto. Hiashi menekuk alisnya.
"Hal lain? Apa itu?" Naruto melirik Hinata yang sedaritadi hanya menunduk dengan wajah memerah dan Naruto sedikit tersenyum melihat kekasihnya itu.
"Saya… Ingin melamar Hinata-chan.." Hiashi, Neji dan terlebih lagi Hinata sangat terkejut dengan perkataan Naruto. Terlebih lagi Hinata. Sejak kapan mereka merundingkan untuk mengatakan hal itu? Hinata benar-benar tidak tahu kalau Naruto akan merencanakan semua itu.
"Melamar putriku? Hm. Apa kau sudah siap? Berapa umurmu? Kau sudah bekerja atau masih kuliah? Bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Hiashi bertubi-tubi seperti mengintrogasi pencuri.
"Ya! Saya sangat sudah siap, Hiashi-sama! Umur saya 25 tahun dan masih kuliah namun saya bekerja sambilan sebagai DJ di suatu café. Saya hanya memiliki seorang ayah dan ibu saya sudah meninggal. Ayah saya bekerja sebagai Direktur di suatu perusahaan bank swasta." ucap Naruto dengan semangat. Hiashi melihat tatapan mata yang tajam dari Naruto menandakan pria ini sangat suka bekerja keras dan bersemangat.
Naruto melirik lagi ke arah Hinata dan mendapatkan kekasihnya sudah menjadi daging matang dalam sekejap. Naruto menyengir. Hiashi memejamkan matanya memikirkan sesuatu.
"Minggu depan, suruh ayahmu datang kemari untuk membicarakan hal itu dan melangsungkan pernikahan kalian." kata Hiashi tiba-tiba. Naruto dan Hinata terbelalak.
"Benarkah itu otousan? Kau merestui kami?" tanya Hinata tidak percaya. Hiashi mengangguk pelan. Hinata langsung memeluk Hiashi dengan erat dan mencium pipi ayahnya itu.
"Arigatou, Otousan! Kau memang ayah terbaik di dunia!" puji Hinata lalu langsung menghambur ke pelukan Naruto. Wajah Hiashi bersemu merah ketika Hinata memeluknya karena selama ini Hinata tak pernah memeluknya seperti itu. Cinta kasih seorang anak dan ayah…
0o0o0o0o0o0o0
Lonceng gereja terus berdentangan tiada henti. Beberapa gadis menebarkan kelopak mawar putih pada undangan-undangan yang datang saat itu. Seorang pria berambut kuning jabrik seperti Naruto tengah merapikan jas yang dikenakan Naruto.
"Kau harus tampil gagah, Naruto." kata Minato.
"Hehehehehe. Tentu saja harus seperti itu!" sahut Naruto dengan cengiran khasnya.
"Ya. Karena, hanya dalam beberapa menit saja Hinata sudah bisa menjadi istrimu." ucap Minato membuat wajah Naruto merona merah.
"Tousan, apa-apaan kau..."
"Naruto, kau harus bersiap. Upacara sebentar lagi dimulai." kata Sasuke yang muncul dari pintu.
"Baiklah. Ini saatnya."
Kursi gereja yang panjang itu penuh dengan orang-orang yang telah diundang oleh Naruto dan Hinata. Mulai dari sahabat, teman, guru, rekan, saudara hingga teman dunia maya yang cukup dekat dengan mereka. Sasuke dan Sakura duduk di barisan paling depan agar bisa melihat secara jelas proses pernikahan Naruto dan Hinata. Sakura tampak tersenyum padanya dan mengucapkan 'selamat ya!' dan Sasuke mengacungkan jempolnya ke arah Naruto membuat Naruto salah tingkah.
Pintu gereja terbuka. Seorang pianis segera memainkan pianonya. Muncullah seorang gadis berambut indigo yang rambutnya digulung ke atas dan beberapa anak kecil mengikutinya dari belakang. Seorang pria paruh baya yang juga ada Hiashi menggandeng Hinata hingga ke tempat Naruto. Naruto benar-benar terperangah dengan penampilan Hinata yang mengenakan gaun pengantin itu. Sungguh anggun. Wajahnya yang merona di kedua pipinya semakin mempermanis aura Hinata membuat Naruto tak berkedip sekali pun.
"Uzumaki Naruto, apakah kau menerima Hyuuga Hinata sebagai istrimu walau dalam keadaan senang, sedih, sakit, sengsara dan bahagia?" tanya seorang pendeta.
"Aku bersedia."
"Hyuuga Hinata, apakah kau menerima Uzumaki Naruto sebagai suamimu walau dalam keadaan senang, sedih, sakit, sengsara dan bahagia?"
"A-aku bersedia."
Gemuruh meriah terdengar ketika kedua insan itu selesai melakukan upacara pernikahan. Naruto menatap Hinata yang kini telah menjadi istrinya. Perlahan, dibukanya tudung penutup wajah manis Hinata dan… Diciumnya perlahan dengan lembut bibir mungil Hinata yang membuat orang-orang di sekelilingnya bersorak gembira.
Cinta kasih dua manusia akan diuji untuk mengetahui bagaimana cara mereka untuk mempertahankan cinta mereka. Naruto dan Hinata sudah melewati beberapa rintangan yang mampu membuat cinta mereka mati di tengah jalan yang akhirnya berakhir dengan kebahagiaan tiada akhir dan selalu bersama sampai waktu menjemput mereka di kala mereka sedih atau duka. Naruto dan Hinata pun berjanji tidak akan pernah melepaskan ikatan cinta mereka dan genggaman tangan mereka walau waktu akan memisahkan mereka…
.
.
.
.
TBC…

http://www.fanfiction.net/s/5793472/9/Lovely-Waitress 



0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut