LOVELY WAITRESS CHAPTER 5 (PERJODOHAN)

Minggu, 17 Maret 2013
Lovely Waitress

Author: Blueberry Cake 
Rok biru yang mengembang dan di rambutnya tersemat sebuah hiasan kepala warna putih. Walau hanya seorang pengantar makanan, tetapi gadis ini mampu membuat seorang lelaki memimpikannya setiap malam. EPILOG...
Rated: Fiction K - Indonesian - Romance/Friendship - Naruto U. & Hinata H. - Chapters: 10 - Words: 33,651 - Reviews: 140 - Favs: 40 - Follows: 2 - Updated: 06-19-10 - Published: 03-05-10 - Status: Complete - id: 5793472 



Saatnya update fanfic!! Tet.. Tereret.. Tereret.. Tetetet teeeeeeeeeeett… *gaje mode: on*. Readers, berbahagialah karena Blue telah menyelesaikan chapter 5!! Hahahahahahahahahaha.. *laugh devil*. Maaf ya sekarang Blue update fictnya lama terus. Soalnya, komputer sering dipakai kakak jadinya jatah Blue pakai komputer jadi terbatas deh. Tapi, tidak apa-apa kan? Toh Blue tetap setia untuk terus update cerita NaruHina yang kisah mereka yang tak pernah ada habisnya.. Hehehehehehehe..
Disclaimer: Om Kishi! Om Kishi! Hidup Om Kishi! *ngibarin bendera gambar Om kishi*
Enjoy it!

Lovely Waitress

Matahari bangun kembali dari tidurnya. Bersiap melaksanakan tugasnya menyinari bumi yang gelap akibat malam yang panjang. Seorang pria berambut coklat mengerjap-ngerjapkan matanya mengetahui sang surya membangunkan dirinya dengan senyum pagi yang hangat. Kehangatan pagi itu sirna seketika saat seseorang mengetuk pintu.
"Siapa sih pagi-pagi begini mengetuk apartemen orang?!" keluh pria itu sembari berjalan menuju pintu.
Ketika membuka pintu, seseorang dengan wajah datar dan dingin tengah berdiri dihadapannya.
"A-anda?!"
"Neji, apa aku boleh masuk?" tanya orang itu pada Neji yang masih melongo itu.
"Ah.. ya.. Silahkan, Paman. Maaf agak berantakan.." kata Neji mempersilahkan orang itu masuk.
"Paman Hiashi, tumben sekali pagi-pagi sudah berada di Konoha dan mengunjungi apartemen saya. Ada sesuatu kah?" tanya Neji sambil menyuguhkan 2 gelas sirup berwarna hijau –yang sepertinya rasa melon-
"Ya. Aku ke sini ada yang ingin kubicarakan. Tentang Hinata."
"Ada apa dengan Hinata?"
"Kau tahu kan, Neji? Di keluarga Hyuuga, gadis berusia 25 tahun harus sudah mempunyai pendamping hidup. Bahkan, lebih baik umur 22 tahun dia sudah menikah. Tetapi, sampai sekarang aku tak melihat Hinata menggandeng seorang pria pun. Kalau begini terus, usia Hinata akan terus bertambah tanpa pendamping hidup dan keluarga kita akan dicemooh oleh keluarga besar Hyuuga." cerita Hiashi meneguk sirup yang disuguhkan Neji.
"Lalu, apakah Paman mempunyai rencana atau sesuatu?"
"Aku berniat menjodohkannya. Dengan anak teman partner kerjaku." jawab Hiashi.
Neji tercengang. Menjodohkan?
"Menjodohkan? Apa Paman yakin? Kita belum merundingkan ini sebelumnya. Terlebih lagi, Hinata belum kita beritahu. Kurasa, Hinata tak akan senang mendengar hal ini.." ucap Neji cemas.
"Maka dari itu, aku ke sini menemuimu untuk meminta tolong padamu. Bujuklah Hinata agar segera kembali ke Otogakuen dalam waktu dekat ini. Hanya kamu yang bisa berbicara dengan Hinata. Oh, aku harus kembali karena ada kerjaan yang harus kuselesaikan.. Aku minta tolong padamu ya." kata Hiashi sebelum keluar dari apartemen Neji dan menepuk kedua bahu Neji.
Neji hanya menatap nanar sosok Hiashi yang mulai menjauh dari apartemennya. Tak mengerti apa yang ada dipikiran Hiashi.
"Aku tak yakin Hinata akan bahagia dengan perjodohan ini…"
0o0o0o0o0o0o0
Langkahnya begitu senang dan gembira. Gadis lavender yang tengah berjalan dengan riang sambil membawa sesuatu berbentuk kotak dibalut kain berwarna merah polkadot. Dan sekarang, Hinata sudah berada di depan kos-kosan Naruto. Saat ia melangkah untuk lebih dekat ke pintu, tiba-tiba..
PRANG!!!
"Apa-apaan kau, Naruto?!" teriak seorang pria bersuara berat membentak Naruto. Hinata terkejut. Ia mendengarkan apa yang terjadi.
"Dia yang apa-apaan!! Perempuan picik itu memecahkan foto Kaasanku!! Tak bisa kumaafkan!" bentak Naruto menunjuk Fuuka yang berwajah pucat.
"Ta-tapi, sungguh aku tak sengaja.." ucap Fuuka membela diri.
"DIAM KAU WANITA JALANG!! Sejak kau hadir dalam hidupku, aku tak pernah suka padamu! Kau yang membuat Kaasan meninggal! Pembunuh! Merebut hak yang sudah menjadi milik orang lain! Aku tahu kau membenci ibuku kan?! MUNAFIK!!" teriak Naruto menunjuk-nunjuk Fuuka dengan kasar.
"Naruto! Hentikan!! Fuuka tidak sengaja!!" ketus Minato menurunkan telunjuk Naruto dengan kasar.
"Tidak sengaja?! Kulihat dengan mata kepalaku sendiri, dia menjatuhkan foto ibuku! Kenapa kau malah membela dia padahal aku ini anakmu, hah?! Brengsek!!" teriak Naruto kalap.
BUAAK!! Tanpa sadar, Minato memukul pipi Naruto hingga lebam. Naruto meringis kesakitan. Menatap Minato dengan penuh kebencian.
"Jaga sopan santunmu!"
"Aku tak punya sopan santun semenjak kau mengkhianati ibuku!! Apa kau lupa dengan semua yang diberikan Kaasan padamu, hah?!! Setiap hari Kaasan selalu membangunkanmu, memberimu sarapan, menyiapkan keperluan kantormu, menunggumu pulang setiap malam walau Kaasan sangat lelah dan capek, tetapi Kaasan tetap setia menunggu bajingan seperti dirimu!! Tapi apa yang kau balas?! Apa yang Kaasan terima atas semua kasih sayang yang ia berikan untukmu?? SEBUAH PENGKHIANATAN!! Kaasan memberimu cinta, tetapi kau memberinya pengkhianatan?!!" teriak Naruto yang tak sanggup menahan air matanya. Minato menunduk.
"Ternyata, perempuan ini memang merubahmu, OTOUSAN!" bentak Naruto memberi penekanan pada kata terakhir lalu beranjak menjauhi mereka.
Hinata terkejut dengan percakapan yang didengarnya tadi. Jadi, kemarin yang dilihatnya mirip dengan Naruto itu adalah ayahnya? Sebab itukah dia sangat membenci ayahnya? Hinata menunduk. Memegang kuat-kuat kotak bento yang dipegangnya itu.
KRIEETTT…
"Eh?! Hi.. Hinata-chan?!" seru Naruto terkejut melihat Hinata di depan pintunya. Hinata yang sedang melamun tak kalah terkejut.
"Go-gomenasai, Naruto-kun.. A-aku datang tak bilang-bilang.." kata Hinata menunduk takut. Naruto melotot kaget pada Hinata.
"Be-berarti.. Tadi kamu mendengarkan pembicaraan di dalam?" Hinata mengangguk takut. Ia sudah siap bila Naruto akan marah padanya. Tapi..
"Naruto-kun?" yang didapatnya hanya seorang Naruto tertunduk dengan mata yang basah.
"Ke-kenapa?"
"Inilah hidupku, Hinata-chan… Sulit…" isak Naruto. Hinata mengelus lengannya lembut.
"Ba-bagaimana kalau kita ke taman? Kau bisa cerita semua masalahmu padaku.."

"Jadi, seperti itulah. Ayahku adalah seorang bajingan yang tak tahu malu. Dia sudah membuat ibuku menderita. Apa dia tidak sadar bahwa ibu selalu mencintainya sepenuh hati?? Berusaha setia padanya padahal banyak pria dan duda yang menginginkannya?? Bodoh sekali!" umpat Naruto dengan wajah memerah kesal. Hinata tertegun melihatnya.
"Wa-walau kau sangat membenci ayahmu, tapi.. Tak seharusnya kau bersikap seperti itu.." sahut Hinata. Naruto menoleh.
"Maksudmu?"
"A-aku tahu kau sangat membenci ayahmu.. Dalam hal ini, kita juga tak bisa melarangmu untuk membenci ayahmu karena beliau yang menyebabkan kamu kehilangan ibumu. Ta-tapi, sebenci apapun kita padanya.. Kita tetap harus menghormatinya sebagai ayah dan orang tua kita.."
"Mana bisa aku menghormati orang yang sudah membunuh ibuku?! Enak sekali hidupnya! Ibuku sengsara melawan maut, anaknya yang kesusahan mempertahankan nyawa ibunya, dan seorang ayah malah bersenang-senang dengan wanita lain?! Dan aku harus tetap menghormatinya?!! TAK AKAN PERNAH!!" teriak Naruto di depan wajah Hinata. Membuat Hinata terkejut dan mundur beberapa jarak.
"Ah.. Gomenasai.. Aku sudah membentakmu.." kata Naruto memijit keningnya. Dengan gugup, Hinata mengelus punggung Naruto.
"A-aku mengerti apa yang kau rasakan, Naruto-kun.. Aku hanya ingin kau tetap menjadi lelaki yang bisa mengerti sopan santun.. Tak ada yang melarangmu untuk membenci ayahmu.." ucap Hinata lembut. Membuat Naruto merasa sejuk dan sedikit tersenyum.
"Terima kasih Hinata-chan.. Kau memang satu-satunya wanita yang paling mengerti aku.. Setelah Kaasan tiada.." Naruto memeluk pelan Hinata. Hinata terkejut dan wajahnya kembali memerah.
"Naruto-nii!!" tiba-tiba sebuah suara mengagetkan mereka berdua yang membuatnya melepaskan pelukannya. Seorang anak kecil sekitar umur 7 tahun berambut hitam menghampiri mereka.
"Naruto-nii sedang apa di sini? Pacaran ya?" tanya anak itu menunjuk Naruto dan Hinata yang keduanya sama-sama blushing.
"I-inari! A.. apa-apaan sih kau?! Sok tahu sekali! Kau sendiri sedang apa sendiri di sini??" ketus Naruto pada keponakannya itu.
"Aku sedang jalan-jalan pagi dengan temanku. Waah, siapa neechan ini? Manis sekali!" celetuk Inari polos membuat Naruto membeku dan wajah Hinata semakin merah.
"Anak kecil jangan mau tahu!" Naruto menjitak pelan kepala Inari membuat Inari kesakitan.
"Niichan! Sakit! Aku kan hanya ingin tahu nama neechan ini! Habis, manis sih. Nee, neechan namanya siapa? Pacarnya Naruto-nii ya?" tanya Inari menarik-narik jaket Hinata.
"Na-namaku Hyuuga Hinata.. Ka-kamu bisa memanggilku Hinata.. Dan aku, hanya teman dari Naruto-nii.." jawab Hinata tersenyum manis pada Inari.
"Neechan kenapa ngomongnya terbata-bata gitu? Gugupnya dekat dengan Naruto-nii? Apa takut sama Naruto-nii? Emang sih, Naruto-nii tuh galak. Kadang-kadang kalau aku main ke kos-kosannya dan pinjam barang-barangnya, malah dijitak." celoteh Inari membuat Naruto berkeringat hebat.
"Kau itu bukan meminjam barang-barangku! Tetapi memberantakannya! Bagaimana aku tidak galak?? Kau juga suka mengacak-ngacak kos-kosanku!" sahut Naruto.
"Niichan saja yang pelit! Sama anak kecil masa ga mau kalah??"
"Kau ini.."
"H-hey..Sudah, sudah jangan bertengkar. Hihi.. Kalian berdua lucu juga ya." kata Hinata tertawa kecil melihat perang mulut antara Naruto dan Inari.
"Dia siapa Naruto-kun? Adikmu?" tanya Hinata menunjuk Inari yang menyengir.
"Oh, namanya Inari. Keponakanku."
"Keponakan? Kenapa dia memanggilmu niichan?"
"Hehehehehe, aku yang minta. Habis aku masih terlalu muda untuk dipanggil Paman. Terdengar tua sekali." ucap Naruto tersenyum 3 jari.
"Aduh, aku lupa! Niichan, tadi kata kachaan kalau aku bertemu niichan, Naruto-nii harus segera ke rumahku. Kachaan mau minta tolong." Kata Inari.
"Heh? Aduh, Ayame-nee menganggu acara kencan pagiku saja! Ah, gomen ya Hinata-chan. Aku harus pergi." ucap Naruto sambil berdiri dari duduknya.
"Eh? Oh, tidak apa-apa kok.."
"Tapi, nanti sore aku boleh kan ke apartemenmu?" tanya Naruto dengan wajah penuh harap (?)
"Te-tentu saja boleh.. Kalau kau mau, ajak saja Inari.." jawab Hinata tersenyum manis dan menepuk pelan kepala Inari.
"Asyik!! Aku boleh mampir ke rumah neechan?? Niichan, aku boleh ya ikut? Boleh ya?" pinta Inari dengan puppy eyes
"Tidak!"
"Niichan pelit! Pokoknya aku ikut! Ikut, ikut, ikut!" rengek Inari menggembungkan pipinya.
"Kalau kau ikut, nanti apartemen Hinata-chan bisa hancur gara-gara kamu! Dasar.." sahut Naruto melipat tangannya ketus.
"Kalau begitu, Naruto-nii dengan Hinata-nee mau ngapain berduaan di apartemen Hinata-nee?? Kata orang-orang kalau dalam 1 ruangan ada 2 orang –cewek dan cowok- yang ketiganya itu setan!" celetuk Inari membuat wajah Naruto dan Hinata matang seketika.
"Bicara apa sih?! Tahu darimana kamu kata-kata itu?? Iya, ketiganya itu setan. Setannya itu kamu!" seru Naruto tak mau kalah.
"Pokoknya aku ikut!"
"Su-sudahlah Naruto-kun.. Di ajak saja. Aku tidak keberatan kok. Malah aku senang bisa kedatangan anak kecil yang lucu seperti Inari." ujar Hinata tersenyum.
Naruto menatap ngeri pada Inari. Baginya, Inari adalah monster kecil yang selalu menghancurkan kos-kosannya. Tidurnya tidak akan nyenyak bila Inari berkunjung ke rumahnya. Bagi Naruto, Inari itu adalah mimpi buruknya yang selalu menganggunya di saat-saat senggang dan santai. Tak heran bila bertemu mereka sudah seperti kucing dan anjing. Tak pernah tak ribut.
"Baiklah. Tapi, awas kalau kau sampai membuat rusuh di apartemen Hinata-chan!" ancam Naruto pada Inari. Inari melompat kegirangan.
"Baiklah Hinata-chan, aku pergi dulu ya."
"Tunggu Naruto-kun!!" cegah Hinata sebelum Naruto menjauh darinya.
"Ada apa?" Hinata menyerahkan benda yang ada di tangannya. Naruto menaikkan alisnya heran.
"Pa-pagi tadi aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. A-aku tahu kau belum sarapan kan? A-aku harap kau suka dengan masakanku.." kata Hinata menunduk malu. Naruto tersenyum senang dan menerima bento dari Hinata.
"Wah, terima kasih ya Hinata-chan! Kau orang kedua setelah kaasan, yang selalu membuatkanku sarapan. Arigatou ya! Ja matte!" Naruto menjauh dari pandangan Hinata sambil menggandeng Inari.
Hinata P.O.V
Fuuuuuh… Kenapa sih aku selalu gugup kalau di dekatnya? Dan, terkadang rindu dengan sifat konyolnya itu. Apa benar kata Sakura-chan kalau aku menyukainya? Ah.. tidak.. Mencintainya? Andai saja aku berada di samping Naruto-kun, dan Inari itu adalah anakku dan Naruto-kun. Mungkin sungguh aku mencintainya. Dia pria yang baik dan lembut..
End Hinata P.O.V
0o0o0o0o0o0o0
Jam makan siang sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Tetapi, Neji belum juga beranjak dari meja dan komputernya. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.
Neji sangat sayang pada Hinata. Ia tak mau seorang pun menyakiti hati Hinata dan melukai perasaan gadis lembut itu. Tak heran, sebagian temannya yang naksir pada Hinata menyebutnya sister complex karena sikapnya yang berlebihan melindungi Hinata. Tapi, sikapnya itu menunjukkan bahwa dia sangat menyayangi Hinata layaknya adik kandung sendiri.
"Neji? Kau tidak makan?" tegur wanita berambut coklat bercepol dua yang tiba-tiba muncul di belakang Neji membuat Neji sedikit tersentak.
"Ah, Tenten. Kau mengagetkanku. Aku sedang tidak lapar." jawab Neji datar. Tenten mengerutkan dahinya.
"Kau pasti ada masalah. Sambil makan siang, mau kah menceritakan masalahmu padaku? Mungkin aku bisa membantu." ujar Tenten mengelus pelan punggung kekasihnya itu. Neji diam.
"Hah? Dijodohkan?" seru Tenten mengaduk-ngaduk yoghurt coklatnya. Neji mengangguk lemah. Chicken teriyaki yang dia pesan hanya diacak-acaknya tanpa memasukkannya ke mulut.
"Kau tahu kan, aku sangat sayang dengan Hinata. Sudah seperti adik kandung sendiri. Bahkan, aku menyayangi lebih Paman Hiashi menyayanginya. Aku tak yakin Hinata akan bahagia kalau tahu dia akan dijodohkan." ujar Neji.
"Neji, kamu memang kakak yang baik. Tapi lebih baik kau cepat kasih tahu Hinata daripada dia tiba-tiba langsung dijodohkan tanpa diberitahu. Memang berat, tapi kau harus melakukannya." kata Tenten menenangkan Neji.
"Ya.. Kau benar. Sepulang dari kantor, aku akan ke apartemennya.." Tenten tersenyum.
"Titip salam ya buat adikmu tercinta." ucap Tenten sedikit menggoda. Neji tersenyum kecil.
Jam 17.00. Neji membereskan semua peralatan kerjanya dan memasukkan ke dalam tasnya. Setelah semua beres dan merasa tak ada yang tetinggal, Neji segera keluar dari ruangannya bergegas pulang.
"Neji!!" seorang pria berambut putih klimis menghampiri Neji dengan langkahnya yang terburu-buru
"Ada apa Hidan?"
"Kau mau ke apartemen Hinata ya??" tanya Hidan dengan mata berbinar-binar. Neji menaikkan satu alisnya.
"Tahu darimana?"
"Tenten."
"Lalu, kenapa?"
"Aku ikut ya?" BUG! Satu jitakan mendarat di kepala Hidan. Menghasilkan 1 benjol yang super besar.
"Wadaw! Sakit tahu! Memang kenapa sih? Ga boleh?" keluh Hidan meringis.
"Tidak. Kau itu hanya menganggunya saja." sahut Neji dingin.
"Hu, pelit. Kalau ga boleh aku titip ini saja deh. Bilang dari Hidan yang caem. Oke? Daaaaa!" Hidan menyerahkan sebuah benda yang dibungkus kertas kado berwarna merah muda dan pita putih. Hidan yang caem? Neji bergidik jijik.
"Cih, dasar menjijikan. Hidan yang caem. Apa maksudnya makhluk planet Uranus itu? Baka.. Huu.." gumam Neji membuang kado Hidan untuk Hinata ke tempat sampah.
0o0o0o0o0o0o0o0
Ting.. Tong..
"Ya, tunggu sebentar." seru Hinata hendak membuka pintu. Terlihat pria yang disukainya sudah di depan pintu. Penampilannya sungguh menawan. Kaus oblong putih dibalut jaket hitam, dan aroma coklat yang mampir ke indera penciuman Hinata.
"Hinata-nee!!" celetuk seorang anak kecil yang muncul tiba-tiba dari belakang Naruto dan memeluk paha Hinata.
"Eh, Inari. Ikut juga ya?" tanya Hinata tersenyum.
"Iya! Aku kan pengen tahu rumah neechan. Aku masuk ya." Belum Hinata menjawab, Inari sudah nyelonong masuk.
"Inari! Aduh, maaf ya. Keponakanku memang nakal. Maaf kalau nanti ngerepotin kamu." ucap Naruto menggaruk kepalanya gugup.
"Ti-tidak apa-apa kok. Ma-masuklah. A-aku ambilkan teh dan kue." Hinata membuka pintunya lebar-lebar agar Naruto bisa masuk. Gadis ini langsung melangkah ke dapur.
"Inari, kau jangan membuat rusuh di sini ya. Awas kalau kau sampai berbuat macam-macam." ancam Naruto pada Inari yang sedang melihat-lihat foto Hinata.
"Iya. Bawel sekali sih. Naruto-nii, Hinata-nee manis sekali ya waktu kecilnya? Lihat deh." Inari membuah sebuah foto yang terdapat seorang gadis kecil berambut indigo pendek sepundak. Lucu.
"I-ini kuenya. Tadi, sebelum kalian ke sini aku membuat brownies blueberry. Silahkan dicoba. Maaf ya kalau tidak enak." kata Hinata menaruh nampan berisi kue dan 3 cangkir teh di meja tamu.
"Asyik! Kue!" ujar Inari girang mencomot satu brownies.
"Inari! Yang sopan! Maaf ya. Kue buatanmu ya? Boleh kucoba kan?" pinta Naruto. Hinata mengangguk. Inari dan Naruto melahap kue buatan Hinata itu. Hinata melihatnya dengan was-was kalau saja kue buatannya malah membuat Naruto dan Inari keracunan.
"Ba-bagaimana?"
"Ini… Enak sekali! Hinata-chan, ternyata kau pintar memasak ya." puji Naruto mengunyah brownies blueberry buatan Hinata. Hinata tersenyum senang. Dilihatnya Inari yang memakan kue buatannya dengan lahap dan riang.
"Be-benarkah?"
"Hinata-nee, kuenya enak sekali! Aku boleh minta lagi kan?" pinta Inari tanpa menunggu jawaban Hinata langsung mencomot satu brownies lagi.
"Inari! Yang sopan!" sentak Naruto sedikit menjitak kepala Inari.
"Aduh! Sakit tahu!"
"Hihi.. Tidak apa-apa kok, Naruto-kun. A-aku bikin banyak khusus buat kamu dan Inari. Kalau mau lagi juga tidak apa-apa. Habiskan saja." kata Hinata sumringah.
"Arigatou Hinata-chan.."
Sudah 20 menit Naruto berada di apartemen Hinata. Mengobrol hangat ditemani secangkir teh hijau yang hangat. Tertawa riang bersama ketika Naruto menceritakan sesuatu yang lucu. Saat Naruto menceritakan pengalamannya saat pergi ke Pantai Kotai, Hinata memandang Naruto dengan lekat-lekat. Memikirkan sesuatu dalam khayalannya.
"Pria ini sungguh lucu dan unik. Mungkin aku tak akan bosan bila bersamanya. Aku pasti akan bahagia bila bisa bersama dengannya.."
"Hinata-chan, kau mendengarkan aku? Halo?" Naruto melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Hinata membuat Hinata sadar dan salah tingkah.
"Eh, ano.. Euhm.. Go-gomenasai.." ucap Hinata salah tingkah.
"Hinata-nee.. Inari capek.." keluh Inari yang sedaritadi bermain sendiri di kamar Hinata sampai ia mengeluh kecapekan. Menghampiri Hinata dan langsung melompat ke pangkuan Hinata.
"Eh?"
"I-inari! Apa-apaan sih kamu?!" seru Naruto kesal melihat tingkah keponakannya itu. Enak sekali bocah itu, Naruto pun ingin melakukan hal seperti itu.
"Aaaaah.. Naruto-nii, aku capek. Berisik banget sih." sahut Inari memeluk Hinata. Ia merasakan hangat di dalam pelukan Hinata. Tepatnya, di dada Hinata yang empuk dan besar.
"Ti-tidak apa-apa kok Naruto-kun.."
"Bukan masalah itunya, Hinata-chan.. Ha-hanya saja.." Naruto tak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia melirik sebal pada Inari yang sedang tiduran di pelukan Hinata dengan senyum mesumnya, memanas-manasi Naruto. Tentu saja Naruto naik darah.
"Lucky bastard.. Dasar bocah sialan. Mentang-mentang aku ga bisa kayak gitu, bisa-bisanya dia memanas-manasi aku dengan wajah mesumnya itu. Tapi aku juga ingin. Inari tampak hangat sekali disitu.."
"Hoaaaaahhm.. Aku ngantuk.." gumam Inari menguap lebar dengan mata terpejam. Tak lama kemudian, ia sudah terlelap dengan manisnya masih dalam pelukan Hinata yang hangat.
"Sepertinya Inari kelelahan. Kami harus pulang." ucap Naruto beranjak berdiri. Hinata ikut berdiri sambil menggendong tubuh mungil Inari. Baru disadari oleh Naruto bahwa posisi mereka seperti orang yang sudah berkeluarga. Semburat merah muncul di pipinya.
"Ke-kenapa Naruto-kun? Wajahmu memerah.." tanya Hinata bingung.
"Ah, tidak kok. Maaf aku mau mengambil Inari.." ujar Naruto mengambil Inari dalam gendongan Hinata. Bocah imut itu sudah tertidur pulas terdengar dengkuran kecil.
"Aku pulang dulu ya. Terima kasih atas suguhanmu. Maaf Inari merepotkanmu." kata Naruto sebelum meninggalkan apartemen Hinata.
"Tidak apa-apa kok. Aku malah senang ada anak kecil yang main ke apartemenku. Karena, aku suka sekali dengan anak kecil.." ucap Hinata lembut dengan senyum manisnya membuat Naruto tercekat.
"Kalau begitu, berarti saat kita nikah kau tidak keberatan kan kalau punya anak banyak?" gumam Naruto yang sedikit terdengar oleh Hinata.
"Kau mengatakan sesuatu, Naruto-kun?"
"Eh, tidak! Ya sudah, aku pulang dulu ya. Ja matte!" Naruto melangkah keluar dan menuju lift sambil menggendong Inari yang masih tidur nyenyak di gendongannya.
"Apa yang kukatakan sih? Untung tidak kedengaran Hinata-chan! Kalau kedengaran kan bisa gawat.." maki Naruto pada dirinya sendiri.
Naruto menunggu pintu lift terbuka. Saat terbuka, muncul seorang pria berambut coklat panjang bermata lavender persis dengan mata Hinata. Naruto meliriknya heran ketika dia mendapatkan pria itu melihatnya dengan tatapan dingin. Sepertinya, dia orang yang sejenis dengan Sasuke, pikir Naruto. Tapi dia mirip dengan Hinata. Siapa dia?
Hinata menutup kembali pintu apartemennya. Niatnya ingin membereskan kamar dan ruang tamunya. Saat ia melangkah menuju ruang tamu, seseorang mengetuk pintunya. Hinata mengira itu adalah Naruto. Mungkin saja ada barangnya yang tertinggal di apartemennya.
"Ada yang ketingg-" kata-kata Hinata terhenti sejenak ketika tahu sosok didepannya bukanlah Naruto. Melainkan seseorang yang dikenalnya.
"Neji-nii? Ada apa malam-malam ke sini? Tumben sekali.." celetuk Hinata heran melihat Neji bertandang ke apartemennya.
"Hinata. Ada yang perlu kita bicarakan.." ujar Neji. Dari raut wajahnya yang serius, Hinata tahu bahwa ada sesuatu yang penting. Dia berharap bukanlah suatu kabar buruk..
0o0o0o0o0o0o0
Naruto sampai di kos-kosannya. Sepi. Mungkin Minato dan Fuuka sedang pergi keluar. Siapa peduli, Naruto tak memikirkan 2 orang yang dibencinya setengah mati. Ia melempar jaketnya ke atas kasur, dan membanting dirinya di kasurnya yang empuk itu. Menerawang langit-langit kamarnya yang sedikit berdebu.
"Hmm.. Baru kali ini aku menyukai seorang gadis seperti ini. Bisa membuatku selalu tersenyum dan membayangkan. Senyumnya indah. Waitress yang ramah dan murah senyum. Mungkinkah aku mencintainya?" gumam Naruto tersenyum-senyum sendiri.
Prang!
Terdengar suara pecahan kecil. Naruto terkejut. Dilihatnya foto Hinata yang didapatkannya secara diam-diam, yang sudah dia bingkai jatuh dari meja belajar. Pecah walau tak sampai berkeping-keping. Hanya retak. Saat itulah Naruto merasakan firasat yang tak mengenakan. Cowok blonde ini merasakan.. Hinata tak akan lagi bersamanya..
"Ada apa ini? Kenapa aku merasakan ada sesuatu yang terjadi pada Hinata-chan? Hinata-chan.."
0o0o0o0o0o0o0
"Apa?!! Menjodohkan??" sengit Hinata begitu Neji menceritakan yang sebenarnya.
"Ya.. Paman Hiashi ingin menjodohkanmu dengan anak partner kerjanya. Beliau bilang, kau sudah berumur 25 tahun tetapi belum juga menggandeng seorang pria. Paman Hiashi takut apabila keluarga kita akan dicemooh oleh keluarga besar Hyuuga. Maka dari itu, beliau ingin menjodohkanmu." ujar Neji memberi penjelasan.
"Tapi Neji-nii, aku tak mau dijodohkan! Itu tidak akan membuatku bahagia!" sentak Hinata menolak keras.
"Aku tahu! Awalnya aku juga kaget saat beliau berkata seperti itu. Tapi, dia memintaku untuk menyuruhmu kembali ke Otogakuen. Aku juga tidak mau kau dijodohkan dengan pria yang tidak pernah kau kenal. Aku juga tahu kalau hal itu tak akan membuatmu bahagia. Tapi.. Maafkan aku Hinata.. Ini adalah amanat.." kata Neji parau. Hinata terduduk lesu. Dijodohkan?
Bagaimana bisa ayahnya bisa berpikir seperti itu? Menjodohkan anak gadisnya dengan pria yang sama sekali tak pernah dikenalnya? Belum tentu Hinata akan bahagia. Yang bisa menentukan pilihan pasangan hidupnya adalah Hinata sendiri. Hinata sudah mendapatkan seseorang yang dicintainya. Bagaimana dengan Naruto bila dirinya dijodohkan?
"Aku tidak mau, Neji-nii! Aku tidak mau!" ucap Hinata keras kepala.
"Kau pikir aku mau menyerahkan adik yang paling kusayangi pada orang yang sama sekali belum ku kenal?!" sahut Neji tak kalah sengit. Hinata terdiam. Gadis ini menangis.
"Maafkan aku, Hinata. Tapi besok kau harus pulang ke Otogakuen. Paman Hiashi sudah menunggumu. Patuhlah kepada orang tuamu.." ujar Neji memegang pundak Hinata yang bergetar.
Tega sekali ayahnya menjodohkan dirinya dengan pria yang tak dicintainya sama sekali? Bagaimana kalau seandainya dia menikah dengan pria pilihan ayahnya itu? Belum tentu dia bahagia. Seandainya pria itu kasar dan egois dan Hinata tidak bahagia, siapa yang akan repot? Segitu pentingnya kah nama baik keluarga sampai harus mengorbankan Hinata yang tidak tahu menahu soal perjodohan ini? Hinata hanya bisa berdoa, semoga rencana itu tidak berjalan lancar.
"Naruto-kun.. Tolong aku.."
TBC…

http://www.fanfiction.net/s/5793472/5/Lovely-Waitress 

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut