Always & Forever Part 1

Selasa, 26 Februari 2013
Always & Forever
By Sayaka Dini-chan
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing: Naruto X Hinata
Warning: Semi-CANON. Spesial for B'day Naruto Uzumaki/Namikaze
Summary: Hanya Satu Permohonan Naruto. "Ingin Bersama Hinata Selamanya!" tapi bagi Hinata, itu belebihan. Mana mungkin kedua insan akan terus bersama selamanya, pasti suatu saat akan ada perpisahan bukan?
*Happy Birthday Naruto-kun*

Terdengar suara pijakan keras pada batang pohon, disusul dengan suara gemerisik dedaunan yang berjatuhan karena hembusan udara yang mendadak berubah kencang, terlihat sekelabat empat sosok ninja yang melewati pohon-pohon tersebut dengan gerakan cepat. Arah tujuan mereka hanya satu, desa ninja tersembunyi, Konohagakure. Karena memang itulah tempat tinggal mereka.

Dari empat shinobi yang menggunakan ikat kepala lambang Konoha tersebut, hanya satu yang sejak tadi sangat menggebu-gebu untuk segera pulang ke desanya. Dengan cengiran khas yang sejak tadi tak pernah absen dari wajahnya, dia melompat yang paling depan, seakan dialah pemimpin kelompok tersebut.

"Naruto! Kau tak perlu secepat itu larinya. Kita kan sedang pulang dari misi, bukan pergi menjalankan misi," celetuk salah satu temannya, satu-satunya gadis dalam tim tersebut, Sakura.
Pemuda yang dimaksud, tidak begitu mengindahkan perkataan temannya. Menoleh sejenak atau mengurangi kecepatannya saja tidak dilakukannya. Setengah berteriak, Naruto membalas ucapan temannya, "Oh ayolah Sakura. Kau kan tahu sendiri hari ini hari apa? Apa perlu aku ulangi lagi, kalau aku–"
"-berulang tahun hari ini," sambung Sasuke cepat dengan nada mengejek, menandakan dia sudah bosan mendengar kalimat itu diucapkan dari mulut Naruto sepanjang hari ini.
Cengiran Naruto semakin lebar, "Tuh kan Sakura, Sasuke yang blo-on aja masih mengingatnya, masa kau tidak?" nada suara Naruto tidak kalah mengejeknya.

Dua bom kertas yang terikat dengan kunai langsung melesat ke arah Naruto, namun dengan cepat Naruto menghindarinya, masih tidak menghilangkan cengiran khasnya, seakan dia sudah bisa menebak kejadian tadi. Bahkan Naruto bisa membayangkan wajah kesal Sasuke dan Sakura –tersangka pelemparan bom kertas tersebut– di belakangnya.

"Sudahlah teman-teman, maklumi saja Naruto. Mungkin dia sudah tidak sabar bertemu dengan yang lainnya di Konoha," sahut Sai yang melompat paling belakang, mencoba menengahi pertengkaran kecil diantara teman setimnya.
Sasuke mendengus, Sakura memutar bola matanya. Mereka berdua sama-sama tahu hal itu dari tingkah laku Naruto, mereka berdua juga tidak habis pikir, bagaimana bisa misi tingkat A dapat dilaksanakan secepat ini? Hanya dalam tiga hari misi ini terlaksanakan dengan sukses, padahal sebelumnya Hokage berasumsi bahwa paling cepat, lima hari misi membasmi missing-in di desa hatsuken telah selesai.

"Lagian, setelah sampai di Konoha, Naruto sudah berjanji akan mentraktir kita dan teman lainnya makan mie ramen sepuasnya di Ichiraku, bukan?" Sai kembali mengingatkan.
Raut wajah Sakura langsung berubah, "Ah iya!" Kunoichi medis itu menoleh ke arah mantan missing-in di sampingnya. "Sasuke-kun. Nanti kita berangkat bareng yah?" ajaknya dengan memasang senyum semanis mungkin.

"Terserah," balas Sasuke datar seperti biasanya. Yah, setidaknya dia tidak mengucapkan kata 'aku tidak berminat,' pada gadis berambut soft pink itu.

 *Semoga Kau Sehat Selalu*

Naruto menopang wajahnya dengan sebelah tangan yang bertumpu pada meja. Tangan yang satunya lagi mengaduk mie ramen di hadapannya tanpa nafsu makan seperti biasa, sungguh pemandangan yang langkah. Hingga seluruh pengunjung Ichiraku pada malam ini dibuat tercengang. Padahal kan yang buat acara ini dan mengundang Rokie 12 adalah Naruto? Kenapa yang punya empunya acara malah bengong sendiri?

"Oi Naruto! Jangan murung begitu! Bersemangatlah seperti biasa! Kobarkan semangat Masa Mudamu di hari bersejarah ini!" hibur Lee dengan selogan khas yang digembor-gemborkan setiap saat.
Naruto menengedah, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari sesuatu yang sejak tadi dia tunggu, namun lagi-lagi dia tidak menemukannya. Menghela nafas kecewa, Naruto lalu berucap "Team delapan belum datang, rasanya ada yang kurang,"

Seluruh pengunjung langsung mengerti dengan keluhan Naruto. Team delapan yang beranggotakan Inuzuka Kiba, Aburame Shino, dan Hyuuga Hinata, memang tak ada yang hadir di sini. Kabarnya team delapan belum pulang dari misi mereka sejak dua hari yang lalu.
Lee ingin berucap lagi, bermaksud untuk mengeluarkan kata-kata hiburan, namun terhenti karena matanya menangkap dua pengunjung baru memasuki kedai Ichiraku. Dan akhirnya Lee kembali berseru, "Itu Mereka Naruto! Team delapan!"

Naruto tersentak, matanya segera mengikuti arah telunjuk Lee, dia melihat Shino dan Kiba juga Akamaru yang setia pada majikannya. Senyum itu hanya sekilas bertengger di wajah Naruto, begitu menyadari tak ada HInata di sana. Bahkan saat Kiba dan Shino berjalan mendekati Naruto, tak ada sosok Hinata yang muncul di balik punggung mereka berdua.

"Mana Hinata?" satu pertanyaan awal dilontarkan Naruto dengan nada yang janggal, seakan kecewa atas tidak hadirnya sosok gadis pemalu yang imut. Menyadarkan teman-temannya yang lain bahwa yang ditunggu Naruto bukan sekedar team delapan, melainkan Hyuuga Hinata itulah yang dinanti-nantinya.
"Hinata masih ada di rumah sa–Aw!" Kiba merintih, gara-gara Shino mendadak menyikut dadanya.
Naruto melempar pandangan heran pada Shino.

Seakan bisa membaca pikiran Naruto, Shino langsung menjawab, "Hinata tadi pulang kerumahnya dulu, Mungkin mau memberitahu ayahnya tentang kepulangannya dari misi, sekalian minta izin untuk pulang malam karena acara dadakanmu ini," Ia sedikit menyindir. Tidak ada yang tahu dari nadanya yang datar, apa Shino sedang berbohong atau tidak?
Tapi dari gelagat Kiba yang memandang Shino dengan heran, Naruto yang mulai dewasa cukup tahu, ada sesuatu yang disembunyikan darinya. Dan Naruto juga sadar, tak ada gunanya ia bertanya pada Shino maupun Kiba.

Cengiran khas Naruto kembali terlihat. "Ya sudah, kalau begitu tunggu apalagi? Kita mulai pesta malam ini!" Dia bersorak. Mengembalikan kegembiraan di kedai Ichiraku, menandakan pemuda pirang itu sudah sadar, telah mengabaikan semua temannya hanya karena menunggu sosok Hinata.
'Tak apalah,' pikir Naruto. Membuang pikiran negative jauh-jauh, Naruto mulai berpikir optimis, mungkin ada sebuah kejutan yang dipersiapkan Hinata untuknya, yang mengakibatkan gadis itu terlambat datang malam ini.
Naruto mulai tidak sabar, Kira-kira kejutan seperti apa yah?

 *Semoga Cita-Citamu Tercapai*

Puncak kekecewaan Naruto hampir pada ujungnya. Gimana tidak? Setelah acara 'makan bersama' sudah selesai, setelah satu persatu temannya pulang dari Ichiraku, setelah dia tiba di apartemen kecilnya, bahkan setelah jarum kecil pada jam dinding melewati angka dua belas, menandakan pergantian waktu pada tanggal sepuluh Oktober telah berakhir. Naruto sama sekali tidak bertemu dengan Hinata.
Naruto merebahkan tubuhnya di atas futon dengan perasaan hambar. Kepalanya mulai pusing karena terlalu banyak berpikir, mencari berbagai spekulasi yang menyebabkan Hinata tidak menemuinya hari ini.
Mungkin saat pulang, Dia tidak diizinkan oleh Hiashi untuk keluar malam, atau dia sudah kelelahan dari misi dan tidak sadar tertidur di kamarnya, atau mungkin karena gelapnya malam Hinata tersesat dalam perjalan ke kedai Ichiraku. Ah . . . pikiran Naruto mulai ngelantur. . . kelopak matanya pun mulai berat, karena tanpa disadarinya, Naruto sendiri sudah lelah karena misinya hari ini dan memaksakan diri terus begadang sejak tadi.

Akhirnya Kelopak matanya tertutup, membiarkan pikiran Naruto yang kalut terjatuh di alam bawah sadar, meninggalkan perasaan kecewa, sedih dan takut yang bertengger di hatinya.
Satu hal yang ditakutkan Naruto, bahkan di dalam mimpinya. . .
Hinata melupakan Ulang Tahunnya. Atau bahkan lebih buruk lagi. . .
Hinata sudah tidak peduli lagi pada Naruto. . .

 *Semoga Kau Tabah Menghadapi Ujianmu*

'TING TONG'
Naruto mengerang di balik bantalnya.
'TING TONG'
Dengan berat hati, Naruto membuka kelopak matanya.
'TING TONG'
Bahkan setelah Naruto melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 04.10 am, bel 'terkutuk' itu tidak mau berhenti berbunyi.
'TING TONG'
Aaaghr! Sialan! Siapa sih tamu tidak sopan yang berkunjung pada jam malam begini?
Dengan pikiran yang setengah sadar, Naruto bangkit dari tidurnya. Dia berjalan gontai menuju pintu utama rumahnya dengan mata setengah tertutup, tak ayal membuat dia berapa kali tersandung kursi atau menabrak dinding.
'TING TONG'
"Yah, Hoaaem! Sebentaaaar~" tangannya memutar kenop pintu lalu menariknya. "Apaan sih?" tanya Naruto kesal, setengah ngelantur karena dirinya sendiri belum tahu siapa yang berdiri di hadapannya.
"N-naruto-kun. . ."
Telinga Naruto langsung bergerak seperti antenna semut yang senang mendapatkan makananya. Pandangan yang awalnya buram, dipertajam dengan mengusap kedua kelopak matanya. Hingga Naruto bisa melihat dengan jelas sosok berambut indigo dan bermata lavender berdiri di hadapannya.
"Hinata. . .?"
Gadis itu mengangguk. "A-apa aku menganggumu?"
Tubuh Naruto langsung berdiri dengan tegak. "Tentu saja tidak, Aku sama sekali tidak merasa terganggu kok," Naruto berdusta, nyata-nyata semenit lalu dia merutuki tamu tak diundang yang tidak sadar waktu ini, tapi kalau tamunya adalah Hinata, itu lain lagi.
Naruto tersenyum seperti biasa, tapi hanya sesaat setelah Hinata berucap "Selamat ulang tahun Naruto-kun. . ." sambil menyodorkan kotak sedang yang berbungkus kado orange kepada Naruto.
Tak ada tanggapan dari Naruto membuat Hinata heran. "Ada apa Naruto-kun?" tanya Hinata atas sikap Naruto yang diam.
Lidah Naruto terasa keluh untuk mengatakan 'kau terlambat mengucapkannya Hinata'. Hati Naruto masih kecewa, tapi dia tidak mau Hinata lebih kecewa lagi karena mengetahui hal ini.
Mengambil satu tarikan nafas panjang, Naruto menyiapkan kalimat yang tepat. "Hinata, semalaman aku sudah menunggumu, kenapa baru datang sekarang?" Naruto sengaja mengerucut bibirnya, memasang wajah cemberut yang terlihat lucu bagi Hinata.
Bukannya menyatakan perasaan bersalah, Hinata malah tersedak menahan tawanya, tapi memang itulah yang diinginkan Naruto, tidak ingin melihat Hinata menyalahkan dirinya sendiri seperti biasanya.
"K-kenapa menungguku semalam? Bukannya ulang tahun Naruto-kun hari ini?"
Naruto seperti tertohok benda tajam mendengar kalimat polos Hinata. Dugaan yang ditakutkannya kini mulai terbukti. Hinata sudah lupa tanggal lahirnya, meskipun meleset satu hari, tapi ini menyakitkan bagi Naruto.
"Tanggal sepuluh Oktober kan?" kata Hinata lagi, karena dirinya sendiri juga heran, 'Kenapa Naruto-kun lupa dengan tanggal lahirnya sendiri?'
Kini mereka berdua saling berpandangan dengan keheranan besar di hati mereka. Tanpa sadar, mereka berdua berpikiran sama 'Apa mungkin kalender di rumah Hinata/Naruto-kun sudah kadaluarsa?' batin mereka.
Hening. . .
Hingga Naruto sadar, sudah membiarkan Hinata sejak tadi berdiri di depan apartementnya tanpa mempersilahkan Hinata masuk. Akh! Sungguh pria yang tidak tahu sopan santun.
Naruto sedikit ragu mempersilahkan Hinata masuk. Takut-takut dia nanti disalahkan karena membiarkan seorang gadis polos masuk ke apartementnya malam-malam begini, dan hanya berduaan di dalamnya. Apa Kata Dunia, err maksudnya, Apa kata Tetangga? Tapi tak apalah, kan gak ada yang lihat (tetangga udah pada tidur), lagian Naruto tidak akan berani macam-macam dengan Hinata. Suer deh!
Berbeda dengan Hinata yang tidak ragu langsung masuk begitu saja. Eh eh eh! jangan pikir Hinata lagi kebelet! Bukan! Tapi ada sesuatu yang berbeda dengan Hinata, gadis yang juga baru sadar akan hal itu, langsung tersentak. Tatapan matanya langsung terlihat sendu, seakan menyesali sesuatu buruk yang telah terjadi.
"Hinata, Kado apa yang kau bawa itu?" Naruto menyadarkan lamunan Hinata.
Hinata lalu tersenyum, mencoba mengembalikan pikirannya pada tujuan awal dia datang ke rumah Naruto. "B-bisa dibilang, ini pesananmu."
"Pesananku?" Naruto bingung.
Hinata mengangguk singkat, lalu berjalan mendekati meja makan, diikuti oleh Naruto yang diliputi penasaran akan isi kotak yang dibawa Hinata. Kedua tangan putih milik Hinata perlahan membuka kado yang dia bawa sendiri, lalu memperlihatkan isinya pada Naruto.
Sebuah kue tart berebentuk bulat dengan gambar wajah chibi Naruto yang makan ramen, juga beberapa potong buah jeruk pada sekeliling lingkaran kue tart tersebut, dan beberapa hiasan yang membuat kue tart terlihat manis dan lucu.
Senyuman Naruto mengembang. Kini pemuda itu ingat, dulu dia pernah mengeluh pada Hinata karena iri melihat Sasuke yang ulang tahun beberapa bulan lalu dibuatkan kue tart oleh Sakura dan Ino. Sedangkan Naruto, seumur hidupnya tidak pernah ada yang memberikan kue tart di hari ulang tahunnya, palingan ditraktir makan mie ramen oleh Iruka-sensei. Itu saja.
"Hinata, saat itu kan aku hanya bercanda, kau tak perlu repot begini."
"T-tidak apa-apa kok Naruto-kun, tapi, apa kau menyukainya?" tanya Hinata ragu.
Naruto mengangguk dengan semangat. "Tentu saja! Aku Sangaaaaaaaaaaaaaat swuka ini," ujarnya terlalu berlebihan atau bahasa gaulnya, lebay!
"Terima kasih Hinata-chan!" Naruto melebarkan kedua tangannya, bermaksud memeluk Hinata. Namun gadis itu segera menghindar.
"A-akan ku ambilkan pisau dulu untuk memotong kuenya," Hinata beralasan, berbalik untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya. Tapi Naruto sempat melihat rona itu, Ia terkikik akan tingkah malu Hinata.
"Loh, bukannya harus ada lilin yang menyala dulu Hinata?" Naruto mengingatkan. "Dan aku akan meniupnya nanti." Naruto mengacungkan jari telunjuk di depan wajahnya lalu meniupnya seakan itulah adalah lilin.
"Sudah ada kok Naruto-kun," ujar Hinata seraya menunjuk kue tar di atas meja dengan sebuah lilin kecil yang menyala di tengah-tengah kue tar, siap untuk ditiup.
"Oo. . . rupanya kau sudah menyiapkannya, syukurlah karena aku tak pernah menyimpan lilin di rumahku," Naruto mengaku sambil menggaruk tengkuknya.
Hinata tersenyum, "T-tunggu apa lagi Naruto-kun."
Naruto membalas dengan senyuman juga. "Baiklah!" Pemuda itu mengatupkan kedua tangannya di depan wajah. "Make a wish dulu!" ujarnya riang seperti anak kecil yang baru pertamakalinya merayakan ulang tahunnya, tak peduli kalau umurnya sudah genap dua puluh tahun.
Naruto menutup matanya, berniat menghayati doanya dalam hati. Tapi dia langsung berubah pikiran. Sebelah matanya terbuka sedikit, mengintip reaksi Hinata yang tampak serius menatap Naruto, seakan gadis itu penasaran dengan permohonan apa yang diinginkan Naruto.
Naruto berusaha menahan tawanya, ia berdehem sejenak, dan memutuskan untuk mengatakan permohonannya dengan suara pelan tapi jelas terdengar oleh Hinata.
"Aku Ingin Bersama Hinata Selamanya!"
Tepat dugaan Naruto. saat dia membuka mata, terlihat jelas rona merah yang menjalar di wajah Hinata.
"N-n-naru. . .to-kun. . ."
"Ya?" Naruto tersenyum jahil pada Hinata.
"K-ku rasa. . . kau salah menyebut nama hokage dengan n-nama ku. . ." Hinata bersih keras menyangkal kesehatan pendengarannya, dan mengira yang ingin dikatakan Naruto adalah 'Aku ingin menjadi hokage selanjutnya'
Naruto sengaja mendekatkan wajahnya pada wajah Hinata, bermaksud untuk menggodanya, ia berucap "Menurutmu?"
Lima detik kemudian, Hinata segera beralih ke kue tar di atas meja makan. "A-akan kupotong kuenya." Hinata kembali beralasan, Naruto jadi semakin gemas melihat sikap pemalunya itu.
Mata biru sapphire milik Naruto pun terus melihat pergerakan tangan Hinata saat memotong bagian pada kue tart 'spesial' itu. Jujur, dia tidak sabar melahap kue yang kelihatannya pasti enak.
Pemotongan kue telah selesai, Naruto yang tidak sabar hendak meraih kue dari genggaman Hinata, namun gadis itu langsung menahannya, membuat Naruto memasang wajah merajuk.
"B-biarkan aku yang . . . mm. . . m-menyuapimu," Hinata menawarkan dengan malu-malu yang disambut senyuman lebar nan bahagia dari Naruto.
Tanpa ragu Naruto membuka mulutnya lebar-lebar, dan Hinata dengan perlahan memasuki potongan kue tersebut ke mulut Naruto.
"Gimana Naruto-kun?" Hinata sendiri penasaran dengan rasanya, takut-takut jika saja tidak cocok dengan selera Naruto.
Naruto tersenyum lebar, entah ke-berapa kalinya hari ini. "Sudah kuduga. Rasanya pasti enak! Kau memang berbakat dalam hal masak-memasak. Cocok sekali sebagai calon isteri yang baik!"
Hinata kembali merona. "K-ku rasa kau terlalu mengada-ngada,"
"Hey! Aku serius!"
Hinata menunduk, entah menyembunyikan raut wajah yang gembira atau malah sedih. "Tapi tetap saja Naruto-kun. . . Permohonanmu yang tadi terlalu berlebihan, kita kan tidak tahu apa yang direncanakan Tuhan kepada kita di hari esok." Suara Hinata terdengar lirih seperti menyimpan sebuah keputus-asaan.
Naruto memicingkan matanya. "Kenapa tidak? aku kan orang baik, Kami-sama pasti mengabulkan permohonanku!" ujarnya percaya diri.
.
*Tetaplah Semangat Seperti Biasa*
.
"Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu. Jangan pulang dulu yah Hinata," pinta Naruto seraya beranjak ke kamarnya.
"T-tapi Naruto-kun. A-aku mau–"
"Tidak ada tapi-tapian, kau hanya tinggal tunggu aku sebentar di situ, ingat yah! Jangan kemana-mana sebelum aku kembali!" pinta Naruto kelewat khawatir, padahal kan jarak kamar dengan meja makan hanya tiga meter saja, apa yang perlu dikhawatirkan?
Sebelum Naruto menghilang di balik dinding kamarnya, ia sempat mendengar suara lirih Hinata. . .
"Maafkan aku, Naruto-kun. . ."
.
*Semoga Kau Tak Kehilangan Orang Yang Menyayangimu*
.
"Nani? Kemana perginya Hinata?" Naruto bertanya pada dirinya sendiri, setelah ia kembali dari kamar dengan mengenggam kotak kecil di tangannya, tapi dia tidak melihat sosok Hinata maupun sisa kue yang di atas meja makan.
Kembali berpikir positif, Naruto berpendapat bahwa Hinata langsung pulang ke rumah karena takut ketahuan Hiashi keluar rumah pagi buta begini, dan tak sadar telah membawa sisa kuenya.
Tak apalah, nanti pagi Naruto bisa menyusulnya di kediaman Hiashi, sekalian membawa hadiah ini dan menyerahkannya pada Hinata.
"Semoga Hinata menyukainya," ujar Naruto seraya menatap sepasang cincin yang berada dalam kotak kecil di genggamannya dengan senyuman lebar.
.
*Semoga Kau Menjadi Ninja Yang Lebih Hebat Lagi*

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut