DILEMA CINTA DIANTARA SAHABAT PART 31

Senin, 24 Desember 2012
Dilema Cinta Diantara Sahabat
By Dini-chan
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing: NaruHina, SasuSaku.
Warning: AU, OOC,GaJe! OC, and little Fantasy!

AISHITERU

Chapter31
*#~DCDS~#*

=
"Hai,"
"S-siapa itu?"
"Hai gadis. Kau orang pertama yang menemukanku. . ."
"Apa –apa kau . . . Yookai?"
"Ya. Aku Yookai di gua ini. . . . sebutanku. . . Kitsune no Zenko,"
.
.
.
"K-kau? Bukan termasuk Yookai di dalam legenda 'kan? Jadi Yookai macam apa kau?"
"Tak sopan sekali cara bicaramu chan. Kau tidak ingat apa? Kau sedang berhadapan dengan salah satu makhluk kepercayaan kami-sama yang menguasai elemen penting dalam dunia ini. Aku bisa saja membunuhmu di sini chan, jika aku mau.." seringai licik kembali terpampang di wajah rubah itu. Dengan sayap burungnya, ia terbang mengelilingi Sayaka, membuat Sayaka bergidik di tempat.
"Em, maaf," Sayaka menelan ludah. "Jadi, kalau aku boleh tahu. Kau Yookai… yang tidak ada dalam legenda Kunitsugami, lalu apa–" Sayaka tak melanjutkan ucapannya, karena yookai di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Sayaka menunggu si Yookai itu berhenti mengitarinya, juga berhenti lagi tertawa yang agak mengerikan di telinga Sayaka.
Si yookai berhenti, lalu kembali menghadap Sayaka. "Hey chan. Kau pikir dunia ini sempit, hingga menyangka yookai hanya ada tiga berdasarkan buku legenda bodoh itu. Hahaha… kau lucu sekali nak."
Tapi bagi Sayaka itu tidak lucu.
"Sekali lagi ku katakan padamu chan. Namaku Kitsune no Zenko–"
"Dan namaku bukan 'chan'," potong Sayaka.
"Tapi aku suka memanggilmu 'chan'," Kitsune kembali terkekeh. Sayaka mengalah. Puteri Haruno itu ingin bertanya lagi, namun Kitsune segera mendahuluinya, "aku tau apa yang kau pikirkan chan, aku akan menjawabnya untukmu."
.
.
"Di dunia ini, ada banyak yookai yang diberi tugas oleh kami-sama. Tidak hanya ada tiga yang tercatat dalam legenda, tapi lebih. Bukan saja yookai pengatur api, angin, dan air. Tapi ada juga yookai pengendali tanah, petir, cahaya, bahkan ada yang pengendali tanaman, dan lain-lain," tutur Kitsune
"Lalu, kau termasuk yang mana?" tanya Sayaka heran.
"Hahaha… asal kau tahu saja, aku ini adalah Yookai terpandai dari para yookai yang ada. Juga yang paling kuat," ujar Kitsune bangga. Dia sengaja mengambil jeda, untuk semakin dekat pada Sayaka. Ia melayang tepat di hadapan wajah Sayaka, dengan seringai rubahnya yang khas, lalu berujar,,,
"Aku Yookai tanah, pendiri bumi ini sendiri. Hahahaha…."
*#~DCDS~#*
Hikari masih mengerjap bingung. 'Bagaimana bisa? Tidak mungkin, mustahil, tak bisa dipercaya, tapi ini benar-benar terjadi,' batin Hikari heran, kalau tubuhnya kini berada di dasar laut, bukan dalam arti tenggelam, tapi benar-benar berjalan di dasar laut, tanpa melayang, tanpa sesak nafas, tanpa ada air yang masuk dalam hidung atau pun telinga, ajaib. Dan ini semua karena anak kecil tadi yang ingin diantarkan pulang. Hikari sendiri mengira dirinya masih berada dalam mimpi, saat dia sampai di depan kerang raksasa, yang membuka sendiri atas ketukan tongkat yang dibawa anak kecil tadi. Dan tampaklah sebuah rumah dalam mulut kerang tersebut.
Si anak kecil menarik tangan Hikari masuk ke dalam rumah(kata)nya. Hikari masih diliputi rasa penasaran, akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya. Dan anak itu dengan senang hati menjawabnya.
Hikari cengo, ketika mendadak anak itu mengatakan dirinya adalah Yookai, lebih tepatnya Yookai bernama Kappa, pengendali air. Sebagai tanda terima kasih, Kappa menawarkan sesuatu pada Hikari.
Apa yang Hikari inginkan?
.
.
"Kau ingin berguru padaku? Kau yakin?" Kappa memiringkan kepalanya ke samping, tak yakin dengan apa yang baru saja ia dengar.
Hikari mengangguk, "t-tak ada pilihan lain bagiku saat ini. A-aku harus melakukan sesuatu untuk kehidupanku, juga untuk kehidupan orang lain. B-bukan lagi saatnya aku untuk lari. S-setidaknya, aku ingin melakukan sesuatu yang berguna." Hikari masih belum bisa percaya, kalau dia dapat berbicara dalam air.
"Tapi, kau tahu 'kan itu tidak mudah. Kau harus melakukan sebuah perjanjian syarat Yookai denganku jika ingin memiliki sebagian kekuatanku."
"Aku tahu. A-aku sudah pernah membacanya di buku," kata Hikari.
"Baiklah, tapi apa yang kau tawarkan padaku dalam perjanjian yookai?" tanya Kappa dengan minat.
Hikari tampak berpikir, kira-kira apa yang berharga yang tersisa pada dirinya saat ini? Nyaris tak ada. "Emm… a-aku tak tahu. T-t-tapi, m-mungkin ada sesuatu yang kau sukai dariku?" Hikari balik bertanya, sedikit berharap semoga ada yang diinginkan Kappa itu.
Mata Kappa yang berwarna kuning itu, kini meneliti Hikari, dari ujung bawah kaki hingga atas. Dan akhirnya dia terpaku pada sesuatu. "Sejak awal bertemu denganmu, memang ada yang membuat aku tertarik."
"A-apa itu?"
"… matamu, aku suka dengan pancaran matamu yang berwarna biru, seperti samudra ini…"
*#~DCDS~#*
Lima bulan kemudian….
Letusan besar terdengar di pusat padang hijau. Menghasilkan gumpalan hitam yang membesar, menimbulkan kawah lubang tak kalah besar di tengah-tengah lapangan yang tadinya berwana hijau, kini tak ada rumput di sana, sudah terbakar habis.
Dari gumpalan tersebut, meluncur dua cahaya, merah dan putih, keluar dari asap hitam tersebut dan berpencar ke kedua sisi bukit di samping lapangan tadi.
Dari cahaya merah, muncul sosok pemuda berambut hitam mencuat, dari sisi tubuhnya, terpancarkan api membara yang anehnya sama sekali tak meninggalkan jejak di kulitnya. Sementara dari cahaya putih, terlihat sosok pemuda berambut kuning, bedanya, di sekitar tubuhnya terdapat pusaran angin.
Dengan jarak sepuluh meter, mereka saling menatap, sebuah tatapan membunuh dari jarak jauh.
"TEME! Sekali lagi kutanyakan padamu! Mana HIKARI?"
"Seharusnya aku yang bertanya padamu, dobe! Dimana kau sembunyikan SAYAKA, saat aku pergi!"
"Jangan mengalihkan fakta Uchiha! Kau tahu kalau aku tak ada di Konoha, karena itu kau ambil kesempatan untuk mencuri Hikari dari ruang bawah tanah istanaku. Jangan mencoba menyangkal, banyak saksi yang melihatnya!"
Kyosuke geram. "Oh. Rupanya kau sudah pandai mengarang cerita, Hyuuga! Jelas-jelas kau yang menculik Sayaka dari istananya. Aku punya bukti tentang hal itu!"
"KAU–"
Keduanya kembali melancarkan serangan. Masing-masing semburan api dan pusaran angin, bertubrukan di tengah-tengah jarak antara mereka, kembali menimbulkan ledakan. Pertarungan berlanjut, tak peduli mereka sudah melakukannya selama tiga hari tanpa henti. Sepertinya kekuatan mereka sudah banyak bertambah setelah pulang dari perjalanan mereka, daya tahan tubuh pun semakin kuat, tak heran mereka sama sekali tak tampak lelah, ataupun luka berat.
Berbagai teriakan dan bunyi adu pedang juga terdengar tak jauh dari mereka. Nyaris memasuki pusat desa Konoha, peperangan antar istana pun tak bisa dihindari. Asap hitam melembung, bersamaan dengan kobaran api yang hampir menghabisi seluruh desa.
Hingga malam tiba. . . .
Di pinggir hutan, seorang yang baru saja datang, langsung tercengang dengan apa yang dilihatnya. Sepasang mata emerald-nya membulat, masih tak percaya dengan apa yang baru saja yang ia lihat. Padahal, terakhir ia tinggalkan kampung ini, semuanya baik-baik saja, tak pernah seburuk ini.
Teriakan lantang terdengar, bersusulan dengan bunyi tubrukan dahsyat. Sayaka menoleh, dia sudah meprediksinya sejak awal, kalau ini pasti ulah mereka. Kedua pemuda yang berdiri di sisi bukit. Kyosuke dan Natsumi. Mereka harus segera dihentikan.
.
.
'Hey chan. Jangan berbuat gegabah. Kau masih belum menyelesaikan tahap akhir latihan, tapi seenaknya saja meninggalkan tempatku,' suara yookai tanah a.k.a Kitsune bergema dipikiran Sayaka.
Namun Sayaka tampaknya sangat acuh dengan suara itu. Tangannya bergerak membentuk segel.
'Oi Oi. Kau sadar tidak chan? Kalau kau tetap keras kepala. Tubuhmu bisa-bisa tak akan kuat menerima kekuatanku. Aku tidak mau tahu, jadi apa nantinya tubuhmu itu!' kali ini Kitsune membentak dalam pikiran Sayaka, tapi lagi-lagi Sayaka tak mau mengindahkannya.
Kedua tangannya selesai membuat tiga macam segel dengan cepat, sambil berkosentrasi dengan mantra dalam hati. Sayaka langsung menghempaskan kedua telapak tangannya ke tanah. Menimbulkan gelombang dahsyat, seolah ada ombak tanah yang muncul dari pukulan Sayaka. Mengalir atau lebih tepatnya menuju ke arah bukit.
Tepat di saat Kyosuke dan Natsumi mendaratkan kaki mereka setelah terpental dari serangan lawan masing-masing. Tanah di pijakan mereka bergoyang, belum sempat mereka menghindar, permukaan tanah melunak sejenak, seperti lumpur sesaat yang mendadak naik ke mata kaki, lalu kembali mengeras, berhasil mengunci gerakan kaki mereka.
"Apa-apaan ini!" Kyosuke terkejut.
"Apa yang terjadi?" Natsumi bingung sendiri.
Kyosuke tentu saja tak ingin tinggal diam, begitu pula dengan Natsumi. Mereka mengeluarkan Api/Angin ke ujung kaki mereka, namun tak mempan. Malah gelombang tanah datang lagi, kali ini membentuk dinding-dinding besar yang mengelilingi tubuh masing-masing Kyosuke dan Natsumi. Menutupi sekaligus mengurung mereka dalam dinding tanah tersebut.
Gelombang tanah itu juga menuju hingga ke desa Konoha, tempat para prajurit lain bertarung. Membuat mereka langsung berhenti dari adu pedang, karena sama-sama terjatuh ke tanah. Sebagian orang yang panic, mulai meracau tak jelas, seperti mengatakan dewa bumi sedang marah pada mereka.
Dua dinding tanah yang dibuat Sayaka dari kekuatan Yookai Kitsune, sedikit bergetar. Sayaka bisa merasakan, dua pangeran yang terkurung di dalamnya sedang memberontak. Terlihat sedikit cahaya di dalam, menandakan keduanya benar-benar berusaha untuk keluar.
Kedua tangan Sayaka yang masih menempel di permukaan tanah untuk menahan dindingnya dari kejauhan, mulai terlihat lelah. Keringat sudah mengucur dari keningnya.
'Sudah kubilang 'kan chan? Kau tidak akan kuat hanya dengan menguasai sedikit kekuatanku. Yang kau bisa hanya menahan mereka, bukan melumpuhkannya. Hahaha…' suara Kitsune kembali terdengar, dan kali ini diakhiri dengan tawa ledek yang seakan merendahkannya.
Tekad Sayaka menciut, dia sendiri membenarkan ucapan Kitsune, dan Sayaka juga tahu, kalau dua dinding yang dibuatnya, pasti sebentar lagi akan hancur.. .
.
.
"Apa aku bisa membantumu, Sayaka-chan?"
Sayaka tersentak. Suara itu…. Tidak salah lagi, dia mengenalnya. Menolehkan kepalanya kebelakang, dan mendapati sosok Hikari berdiri di sana. Apa? Kok bisa? Berbagai pertanyaan lalu muncul di benak Sayaka, tapi seketika itu juga langsung terjawab oleh gumanan Kitsune dalam benak Sayaka sendiri.
'Wah wah, tak kusangka ada murid dari Kappa di sini. Aku bisa merasakan itu dari aura yang dia bawa. Apa kau juga mengenalinya chan?' ujar Kitsune dalam pikiran Sayaka.
Lagi-lagi, Sayaka sangat hobi untuk tak mengubris ucapan Kitsune. Mata emerald-nya masih menatap Hikari, yang mulai berjalan mendekati Sayaka, walau hanya satu langkah.
"P-percayalah padaku Sayaka-chan. Aku bisa membantumu. Kumohon," pinta Hikari seraya menunduk.
Sayaka tersenyum, lalu ia mengangguk.
Hikari masih diam dan kembali menatap Sayaka dengan pandangan kosong, sebelum gadis indigo itu juga ikut tersenyum. "Kuanggap diammu adalah 'iya', Sayaka-chan," ujar Hikari.
'Ada yang aneh dengannya,' batin kedua puteri tersebut bersamaan.
*#~DCDS~#*
Hikari mengambil ancang-ancang di belakang Sayaka, dimana puteri Haruno itu masih berlutut untuk menahan dinding tanah buatannya.
Hikari menarik nafas dalam, dan menghembuskannya dengan cepat. Ia juga membentuk segel dari kedua tangannya, merapalkan mantra khusus, seraya menutup mata. Tiga detik kemudian, ia merentangkan kedua tangannya ke samping. Tubuhnya perlahan melayang ke atas, tinggi, melewati puncuk pohon di pinggir hutan tersebut.
Sayaka tak tahan lagi, ia melepaskan tangannya dari permukaan tanah. Seketika itu juga, dinding tanah yang ia buat, hancur, membebaskan Kyosuke dan Natsumi yang tadinya terkurung.
Tidak hanya sampai disitu keterkagetan mereka. Mata Natsumi melebar, dan jantung Kyosuke nyaris jatuh. Melihat sosok perempuan terbang di atas hutan. Tak tampak jelas wajah perempuan itu, karena ia membelakangi bulan. Yang terlihat hanya gaun putihnya sedikit melambai, dan rambut panjangnya yang warnanya tak jelas telihat.
Kemudian gadis itu berteriak lantang.
"MIZU-HA NO JUTSU!"
Dinding air besar muncul di belakang gadis itu, awan mendung yang datang juga menambah kesan tersendiri. Dengan sekali ayunan tangan Hikari, semburan air bah menyebar dari belakangnya, menuju ke bukit tempat Natsumi dan Kyosuke berada.
Ombak besar itu bergerak cepat, hingga membuat Natsumi dan Kyosuke tak sempat berpikir untuk menghindar. Ombak besar tersebut langsung menelan mereka berdua. Juga para prajurit perang yang berada di bawah, di desa konoha.
Sayaka melongo sesaat. Sebelum akhirnya ia tersadarkan oleh teriakan Hikari dari atas. "Sayaka-chan! Lakukan sekarang!"
Sayaka mengangguk paham. Ia kembali membentuk segel di kedua tangannya, sambil kosentrasi membatin matra, lalu ia hempaskan kedua tangannya di permukaan tanah. Kali ini bukan gelombang tanah yang muncul. Melainkan getaran halus, yang langsung menyebar, dan menyerap seluruh genangan air yang sempat membanjiri seluruh negeri.
Sayaka terus bertahan, mengalirkan tenaganya ke dalam tanah di seluruh negeri. Seluruh sisa kekuatannya ia gunakan untuk menyelamatkan negaranya. Membuat semua air bah itu, terserap ke dalam tanah. Tak ada korban jiwa dalam bencana ini saudara-saudara (?).
Natsumi menunduk, badannya basah kuyup, ia setengah mati mengeluarkan air yang sempat masuk ke hidungnya maupun telinganya. Kondisi Kyosuke tak beda jauh dengannya.
"Kenapa bisa jadi begini?" keluh Natsumi, kini nada suara terdengar menyesal.
Kyosuke yang duduk tak jauh di hadapan Natsumi, menimpalinya, "kau bodoh," ujarnya dengan nada bosan, bukan dengan nada marah.
Natsumi menatap Kyosuke kesal, yang ditatap hanya menyeringai, tapi itu bukan seringai kemenangan ataupun seringai merendahkan, melainkan seringai jahil yang selalu diberikannya pada sahabatnya itu.
Sejenak Natsumi tersentak, sebelum akhirnya ia nyengir. "Yeah, kau juga sama bodohnya teme." Lalu ia tertawa.
Kemarahan dan kebencian yang tadinya mereka rasakan, langsung sirna begitu saja. Tergantikan dengan kebahagian yang membuncah, dan rasa sayang terhadap sahabat, kembali muncul dalam benak mereka. Mungkin ini pengaruh dari kekuatan Yookai Kappa yang terselip dalam ombak besar tadi. Menyirami setiap manusia, dan membuat mereka segar kembali, menyembuhkan dari berbagai penyakit hati manusia.
Efek ajaib ini juga mengenai para prajurit dan penduduk konoha yang tadinya disulut perang. Mereka berhenti, dan akhirnya sadar begitu saja bahwa perang ini salah. Keajaiban kembali terjadi.
Natsumi menghela nafas. "Kenapa kita bisa melakukan hal sebodoh ini yah Kyosuke?"
"Entahlah, aku tidak tahu." Kyosuke memutar matanya bosan, tanpa sengaja, ia menoleh ke pinggir hutan. Dan padangannnya terpaku di satu titik di sana. Mata onyx Kyosuke membesar.
Melihat reaksi Kyosuke yang tak biasanya itu, mengundang tanda tanya pada Natsumi. Ia pun mengikuti arah pandang Kyosuke, dan mata khas Hyuuga pun ikut membesar.
Di sana, mereka melihat Hikari berdiri mematung, dan di sampingnya, Sayaka berusaha bangkit dari duduknya. Puteri Haruno itu menengadah, dan bertemu pandang dengan Kyosuke yang menatap terkejut padanya dari kejauhan. Sayaka tersenyum.
"Sayaka…."
"Hikari….."
Kedua pangeran berguman lirih menyebut nama masing-masing orang yang mereka ridukan. Tanpa pikir panjang lagi, mereka bangkit, dan langsung berlari ke masing-masing gadis-nya.
Cengiran Natsumi semakin lebar. Sambil berlari, ia dengan semangat berseru memanggil 'adik'-nya. "HIKARI….!"
Hikari tersentak, ia menoleh, tapi tingkahnya masih terlihat bingung. Dan gadis itu belum juga beranjak dari tempatnya.
Kyosuke terus menampakkan senyum bahagianya, seraya berlari menuju Sayaka. Puteri Haruno itu baru saja berdiri, dan ia memaksakan langkahnya yang sudah sangat berat, untuk berjalan ke arah Kyosuke. Senyuman Sayaka juga tak menghilang.
Dan setelah jaraknya dekat, Kyosuke langsung merangkul Sayaka. Memeluknya erat, mengisyaratkan ia tak ingin berpisah lagi. Pangeran Uchiha itu berguman, "syukurlah, Sayaka…"
Di balik bahu Kyosuke, Sayaka tersenyum bahagia, meski puteri itu mulai menangis, tanpa ada isakan yang terdengar. Dadanya mulai sakit, tepat di jantungnya, reaksinya semakin kuat, sangat sakit, dan Sayaka sadar, inilah akhirnya.
Sayaka mendorong tubuh Kyosuke, melonggarkan sedikit pelukan mereka. Ia menatap sendu pada pangeran-nya. Lalu mendekatkan wajahnya, memberikan kecupan singkat di bibirnya.
Kyosuke tersentak. bukan karena tindakan Sayaka, melainkan bibir Sayaka yang begitu dingin bagai es menyentuh bibirnya. "Sayaka! Kau sakit?"
Sayaka menggeleng.
"Yakin kau tak apa-apa?" tanya Kyosuke khawatir.
Sayaka mengangguk.
Kyosuke semakin heran. "Kenapa dari tadi kau tak mau bicara?"
Kali ini Sayaka benar-benar diam, tidak menggeleng maupun mengangguk.
"Ada apa denganmu? Katakan sesuatu padaku Sayaka, aku merindukan suarumu yang menyebut namaku," mohon Kyosuke.
Dan seketika itu, mata emerald Sayak berair, ia menggeleng. Bibirnya lalu terbuka dan bergerak, tapi dia sama sekali tak mengeluarkan suara apa pun. Tak ada suara apa pun yang keluar dari tenggorokannya.
'Maaf chan. Perjanjian kita tak bisa dilanggar. Kau sudah menyerahkan 'suara'mu padaku sebagai pengganti kekuatan yang kuberikan padamu. Jadi kau tak 'kan bisa ambil kembali barang yang sudah kau tawarkan padaku,' suara yookai Kitsune menggema di pikiran Sayaka, menjawab semua permohonannya.
Kyosuke cukup pintar untuk mengerti semuanya. Saraf-saraf otaknya langsung berkerja cepat, menghubungkan keanehan yang baru saja terjadi. Tanah itu, dinding yang mendadak mengurungnya, air bah yang muncul, dan terakhir Sayaka datang….. tanpa suara.
"Sa..sayaka? Apa kau berguru dengan Yookai?" tanya Kyosuke, agak takut.
Sayaka mengangguk.
"Jadi, suaramu itu sudah…"
Sayaka lagi-lagi mengangguk, dan ia menangis, tanpa isak tangis yang terdengar. Mendadak jantungnya kembali sakit. Ia memekik, meski tanpa suara, seraya mencengkram dadanya. Mata emerald-nya melebar takut.
'Sudah kuperingatkan dari awal, chan. tubuhmu masih belum kuat, kau terlalu buru-buru meninggalkan latihan tadi,' ucap Kitsune dalam benak Sayaka.
Tubuh Sayaka langsung lunglai, kakinya tak lagi kuat berpijak, ia nyaris terjatuh ke tanah, kalau saja Kyosuke tak langsung menadahnya.
"Sa..sayaka? Sayaka? Ada apa denganmu?" tanya Kyosuke panic seraya mengguncangkan tubuh Sayaka yang terkulai lemah di lengannya.
Pandangan Sayaka mulai samar, tangannya yang mulai mati rasa, ia paksakan terangkat untuk memegang sisi wajah Kyosuke. Bibirnya yang membiru, bergerak sangat pelan, meski tanpa suara, ia berharap Kyosuke bisa membaca isyarat bibirnya.
'Kyo-Su-Ke'
Kyosuke mengangguk, "ya, ya Sayaka." Bagus, sepertinya dia mengerti.
'Ta-Ngan-Ku'
"Tanganmu? Yah, a..aku memegang tanganmu." Kyosuke berusaha keras, agar suaranya tak terdengar bergetar. Perlahan ia meraih tangan Sayaka yang terasa dingin. Merabanya, dan merasakan ada yang timbul di jari-jari Sayaka. Kyosuke melirik benda kecil yang melingkar di jari manis Sayaka.
Sebuah cincin, tepatnya cincin yang dulu diberikan Kyosuke untuk melamar Sayaka. Tapi bukannya cincin itu terjatuh di istana Haruno? Jadi, selama ini Sayaka sudah memakainya?
Kyosuke memandang terkejut ke arah puteri Haruno.
"Sayaka, kau…?"
Sayaka mengangguk lemah, seraya tersenyum. Seolah memberitahukan bahwa sejak lama ia sudah menerima lamaran Kyosuke, hanya saja ia tak ingin mengatakannya.
Tangan Sayaka yang lainnya, kembali terangkat, meraba pipi Kyosuke, lalu menghapus setetes air yang muncul di sudut mata onyx itu. Meski tak sebanding dengan banyaknya air yang sudah bermuara dari emeraldnya sendiri.
Sayaka berusaha mengatakan satu kata terakhir, meski suaranya tak terdengar.
'A-I-Shi-Te-Ru'
'Kyo-Su-Ke-Kun'
Dan saat bibir terakhir berhenti bergerak, saat itu pula, tubuh Sayaka mati rasa. Tangannya yang tadinya meraba wajah Kyosuke, terjatuh, terkulai, tak bernyawa.
Kelopak matanya tertutup, menutupi mata emerald yang sembab. Namun senyum yang tercipta di wajahnya tak juga hilang. Meski tubuhnya yang dingin, benar-benar tak bernyawa, tak bernyawa.
Kyosuke menahan diri untuk tak menangis, namun ternyata tak bisa. Ia merangkul tubuh 'calon istri'nya. Bahunya bergetar, air matanya tak bisa dia tahan, berapa kali ia menggumankan terus namanya, "Sayaka, Sayaka, Sayaka…"

"Hikari-chan…!" seru Natsumi, langkahnya ia pelankan begitu jaraknya dengan Hikari cukup dekat. Tapi cengiran Natsumi perlahan menghilang, menyadari tingkah Hikari cukup aneh.
Hikari memang berdiri menghadapnya, tapi matanya tak tertuju pada Natsumi. Ia juga sama sekali tak bergerak dari tempatnya. Tatapannya pun terlihat kosong.
"Hikari-chan? Kenapa dengan dirmu?" tanya Natsumi heran, sekaligus takut, bila saja Hikari sedang marah dengannya, karena membiarkan Hikari lama dikurung di bawah tanah kerajaan tempo hari.
Hikari tersenyum, "A-a-aku tak apa-apa." Natsumi akhirnya bernafas lega.
"K-k-kau kah i-i-itu? N-n-natsumi-kun?" tanya Hikari dengan nada yang sangat bergetar. Memang ini sudah menjadi kebiasaan Hikari. Tapi kenapa getaran suaranya kali ini tambah parah?
"Iya. Ini aku. Kenapa hanya diam di situ? Kau tidak suka aku datang menjemputmu?" tanya Natsumi.
Hikari menggeleng. Perlahan ia mulai melangkah mendekati Natsumi, sambil merentangkan kedua tangannya ke depan, meraba-raba udara kosong di hadapannya.
"Kenapa jalanmu begitu Hikari-chan? Kau terlihat seperti orang buta," kata Natsumi dengan nada canda sambil nyengir, niatnya hanya asal mengatakan itu.
Hikari tersentak, ia berhenti melangkah, dan lagi-lagi tatapannya terlihat kosong. Ia menunduk, lalu berucap, "T-t-ternyata memang sulit untuk m-m-menutupinya darimu. Ya. A-a-aku tidak bisa m-m-melihat lagi sekarang."
Cengiran Natsumi menghilang. Raut wajahnya langsung berubah drastis. "Ka..kau sedang bercanda kan?" tanya Natsumi ragu.
Hikari menggeleng, "A-a-aku sudah melakukan perjanjian dengan Yookai. Dan d-d-dia meminta penglihatanku."
Wajah Natsumi berubah tegang, kaku, nafasnya tertahan, dan dia merasa seperti ada banyak tangan yang menahan persendiannya. Satu fakta yang tak bisa ia terima, terus tergiang dalam pikirannya. 'Mata birunya tak bisa lagi melihat.'
"N-n-natsumi-kun? K-kau masih ada di sana?" tanya Hikari heran, tak lagi mendengar suara dari Natsumi.
Hati Natsumi berdesir. Ia melangkah mendekat, dan langsung merangkul Hikari. "Maafkan Ak– Oh Tuhan!" pekik Naruto terkejut. Merasa seolah jantungnya tak berdetak saat itu juga, pandangan Naruto tertuju pada tombak panjang yang menancap di punggung Hikari. Banyak darah Hikari yang merembes dari luka tersebut, menodai punggung gaun putihnya.
"Ke..kenapa ini terjadi padamu?" suara Natsumi bergetar, dia sangat takut.
"M-m-mereka masih mengincarku. Meski a-a-aku sudah kabur dari istana beberapa bulan lalu. S-sepertinya a-a-ayah tak suka kalau a-a-aku kembali lagi padamu –Aakh!" pekik Hinata kesakitan saat Natsumi memegang tombak tersebut.
"Ta..tahanlah sedikit, aku akan menariknya," meski bicara seperti itu, tangan Naruto tampak bergetar memegang tombak tersebut.
Hikari memeluk Natsumi erat. Dan ia mengangguk. Benda tajam itu dicabut dari punggungnya, terasa sakit luar biasa di tulang punggungnya, seolah kulitnya baru saja terbelah lebar, dirobek secara paksa. Gadis itu memekik kesakitan.
"Be..bertahanlah Hikari-chan. Aku akan membawamu ke istana, lukamu akan segera diobati," kata Natsumi. Ia meraih kaki Hikari, mengangkat tubuhnya, menggendong Hikari.
"T-t-tidak perlu."
"Bicara apa kau? Apa kau ingin mat–"
"Uhuk, huk," Hikari muntah darah. Natsumi semakin panic. "P-p-percuma saja Natsumi-kun. I-i-istana kerajaan tidak akan m-m-menerimaku. A-a-aku puteri yang dibuang. M-m-mereka semua membenciku. Tak s-s-suka dengan hubungan kit–"
"Berhentilah bicara! Darahmu semakin banyak!"
Hikari tersenyum miris. "A-a-aku tak tau w-wajahmu seperti apa sekarang," tangannya meraba permukaan wajah Natsumi, basah, seperti habis menangis. "T-t-tapi dalam bayanganku, k-k-kau tersenyum lebar padaku. Seperti biasa N-natsumi-kun. K-k-ku harap sekarang kau juga tersenyum…"
Tapi Natsumi tak bisa tersenyum.
"A-a-aku sudah lelah N-natsumi-kun…"
"Tidak! Kau pasti kuat. Bertahanlah, kumohon, aku yakin kau bisa!" Natsumi berdusta, dia sendiri ragu dengan keadaan Hikari yang parah.
"T-t-tidak. K-k-kekuatanku juga sudah sampai batasnya. A-aku terlalu cepat meninggalkan tempat latihan Kappa…"
"Ja..jangan bicara seperti itu Hikari-chan…" nada suara Natsumi bergetar.
"T-t-terima kasih Natsumi-kun. Aku senang bisa menjadi adikmu. Lebih senang lagi, karena kau sangat menyayangiku–" ucap Hikari sambil menangis.
"Sudahlah Hikari-chan–" Natsumi semakin tak tega memandang Hikari yang terus mengeluarkan darah.
"M-m-maaf, kalau selama ini aku merepotkanmu. Nii-san–" dia masih menganggap Natsumi sebagai kakakknya.
"Tidak Hikari-chan–" Natsumi takut kalau Hikari bermaksud mengatakan kata-kata terakhir.
Tapi Hikari tetap….. "A-a-aku–"
Natsumi tidak tahan lagi. "CUKUP HIKA–"
"Aishiteru Niisan," bisiknya lancar, tulus, dan jujur.
Hati Natsumi berdesir, entah mau marah, senang, atau malah sedih di saat seperti ini.
"Ai…shiteru… Natsu….mi…." dan itu benar-benar pesan terakhirnya.
Tak ada lagi suara yang terdengar, tak ada lagi getaran di tubuhnya, tak ada lagi bunyi degup jantung yang tak beraturan, dan tak ada lagi hembusan nafas putus-putus yang terdengar, karena nafas itu benar-benar sudah berhenti, kini tak bernafas lagi…
"HIKARI…..!"
.
.
.
Teriakan keras itu terdengar, penuh dengan emosi yang menyedihkan. Kyosuke tersentak –masih mendekap tubuh Sayaka–, ia menoleh. Matanya melebar melihat Hikari 'berdarah' di gendongan Natsumi.
'Dia juga? Oh Kami-sama, kenapa kami bernasib sama?' batin Kyosuke.
Perlahan, ia meletakkan jenazah Sayaka di atas rumput, menatapnya sendu untuk terakhir kalinya, dan memberikan kecupan singkat di keningnya. Lalu ia berjalan mendekati Natsumi.
"Hey Natsumi," suaranya terdengar parau. "Kau mau tahu tidak? Apa yang kutawarkan pada Yookai Tsuchinoko saat melakukan perjanjian dengannya?"
Bahu Natsumi berhenti begetar. Ia menengadah, melihat lawan bicaranya yang berdiri di hadapannya. "Apa kau juga mau tahu? Perjanjian apa yang kubuat dengan Yookai Tengu?" Natsumi balik bertanya.
Kyosuke balik menatap Natsumi. "Entah kenapa, aku mempunyai firasat kalau isi perjanjian kita sama," kata Kyosuke
"Benarkah? Beritahu dulu apa perjanjianmu," pinta Natsumi.
Kyosuke diam sejenak, sengaja memberikan jeda sebelum menjawab langsung.
"Umur."
Natsumi tersentak.
"Yeah, umurku. Aku akan memberikan seluruh sisa umurku, setelah belahan jiwaku mati." Kyosuke mengedikkan penglihatannya pada tubuh Sayaka yang berbaring di atas rumput. "Dan sekarang, dia sudah tak ada di dunia ini. Artinya sebentar lagi aku akan menyusulnya. Tapi aku tak mau menunggu lebih lama. Bisakah kau membantuku agar proses perjanjiannya lebih cepat terlaksanakan?" pinta Kyosuke dengan nada putus asa.
Natsumi memaksakan senyuman di wajahnya. "Kau benar Kyosuke. Isi perjanjian kita sama. Jadi… maukah kau juga membantuku? Agar aku bisa lebih cepat menyusul Hikari-chan."
Kyosuke ikut tersenyum paksa. "Dengan senang hati, sobat."
"Baiklah, mari kita bertarung untuk terakhir kalinya…"

Sebuah ledakan terjadi, ledakan dahsyat, pencampuran dari api besar dengan pusaran angin yang kuat. Asap hitam membubul tinggi di pinggiran hutan, membakar habis benda apa saja yang di sekitarnya, termaksud empat jenazah di dalamnya.
Dari jauh, penghuni Istina Hyuuga, Uchiha, dan Haruno, juga para penduduk konoha memandang kobaran api tersebut. Menatapnya miris, mengingat anak-anak mereka/ pangeran-pangeran dan puteri mereka masih berada di sana. Menjadi korban dari akhirnya peperangan saudara antar Hyuuga dan Uchiha. Hanya karena memperubatkan Haruno…
Tragedy ini, menjadi pelajaran berarti bagi penduduk yang hidup di zamannya. Akhirnya, mereka memulai kembali dari awal. Tak ada lagi system kerajaan di Konoha. Mereka mengubahnya, menghancurkan bangunan dan meniadakan segala aturan kerajaan Hyuuga maupun Uchiha. Kecuali kastil kecil Haruno, dibiarkan begitu saja, meski seluruh penghuni istananya tak lagi tinggal di sana.
Mereka menghormati almarhum puteri Haruno, dengan cara tak mendekati kastil kediamannya. Karena mereka yakin, puteri Haruno lah yang datang dan menghentikan pertarungan antara Hyuuga dan Uchiha, meski itu mengorbankan nyawanya sendiri. Mereka juga percaya, sesosok bayangan perempuan yang sempat melayang di atas hutan, adalah Puteri Haruno sendiri yang dikirim oleh dewi laut. Dengan meminjam kekuatannya, puteri Haruno menyelamatkan seluruh penduduk Konoha….
Yah…. Kadang sejarah atau pendapat masyarakat sendiri, sedikit melenceng dari kenyatan yang sebenarnya, bukan?
.
.
.
*#~DCDS~#*
Setetes air bening keluar dari sudut mata Sakura…. Mengenang sebuah memori lama yang sempat terlupakan…
Perlahan, ia membuka matanya, kesadarannya mulai kembali. Dia mengeluh, hendak bergerak, namun….
Tubuhnya tak bisa bergerak. Sakura langsung membelalak kaget begitu sadar dengan keadaan tubuhnya saat ini.
Tangannya terlentang ke samping, terikat di pergelangan tangan oleh tali tambang pada sebatang kayu yang memanjang ke belakang punggungnya. Pinggangnya pun terikat, begitu pula dengan kedua kakinya yang merapat di bawah. Posisinya seperti orang tak berdaya yang disalib oleh lambang tambah yang sangat besar, dan menjulang tinggi, setinggi lima meter di atas berbentuk lingkaran dengan diameter sembilan meter.
"Saku-chan? K-kau sudah bangun?"
Sakura tersentak. ia menoleh ke sumber suara, disamping kirinya, ada Hinata. Kondisi gadis berambut indigo itu juga tak beda jauh darinya. Terikat, atau lebih tepatnya tersalib di kayu, hanya saja panjang kayunya lebih rendah satu meter dari Sakura. Salib Hinata berjarak dua meter dari Sakura, ia juga menjulang di atas altar.
"Hinata? Kenapa kau ada di sini? Dan, kenapa kita terikat begini?" tanya Sakura heran. Ia mulai panic.
Sakura berusaha bergerak, tapi tetap saja, itu sia-sia. Pergerakan yang dia buat hanya menimbulkan keperihan di pergelangan tangannya yang terikat keras oleh tali.
"Jangan banyak bergerak. Kau hanya akan membuat dirimu makin terluka," nada dingin kini terdengar dari samping kanan Sakura. Gadis itu menoleh ke arah lain sisinya, melihat Itachi di sana, yang juga terikat. Kondisinya juga sama dengan Hinata.
Sakura mengernyit. "Kenapa Itachi-san juga ada di sini?" alisnya berkerut heran.
Itachi tak menggubris pertanyaannya, menoleh saja tidak. Itachi malah tetap terus menatap ke depan, seolah menanti seseorang, hingga akhirnya ia kembali bersuara, "muncul juga kau," ucap Itachi.
Sakura dan Hinata segera mengikuti arah pandang Itachi. Di hadapan mereka, perlahan tampak sosok berjubah yang menaiki altar. Cahaya dalam ruangan tersebut (berasal dari rembulan melalui kaca atap, tepat di atas Sakura) hanya bisa menyinari sebatas dalam altar.
Pria berjubah itu berjalan mendekat, lalu berhenti sekitar dua meter dari kayu salib milik Sakura. Ia menengadah untuk melihat Sakura di atas.
Sakura melongo, masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Terlebih lagi, saat pria berjubah yang juga menggunakan topeng lollipop itu, setengah menunduk, memberi hormat pada Sakura seraya berucap,
"Senang bertemu dengan Anda. Puteri."
*#~DCDS~#*
Naruto merongoh saku celananya, mengambil pistol yang tadi diberikan Sasuke padanya beberapa menit lalu. Ia menelan ludah, tadinya ia tak berniat menggunakan benda ini, tapi keadaan berkata lain.
Semakin ia masuk ke dalam kastil di tengah Hutan Oto, semakin banyak bahaya yang menghadangnya. Sebelumnya ia tak seragu ini. Karena Sasuke bersamanya tadi, tapi sekarang, dia sendirian. Sebab sudah berpisah dengan Sasuke di pertigaan koridor tadi, dia mengambil jalan kanan, dan Sasuke jalan kiri.
Terlebih lagi, dia sudah berapa kali di hadang penjaga kastil, yang kekuatannya juga tak bisa dianggap remeh. Tampang Naruto juga sedikit babak belur.
Kakinya menapaki tangga, ia sudah naik ke lantai tiga. Selama lima menit ia berjalan, tak ada lagi yang menghadangnya. Tapi suasana hening di koridor ini malah membuatnya terasa mencekam. Akhirnya ia melihat sebuah pintu di ujung koridor. Namun semakin ia mendekat, makin besar pula rasa takut Naruto.
'Tidak! Kau tidak boleh seperti ini Naruto! Berjuanglah! Hinata membutuhkanmu!' ia membatin sendiri, berusaha mengumpulkan keberaniannya. Dan hanya dengan mengingat Hinata, rasa takutnya perlahan menghilang.
Setelah cukup dekat, Naruto memperat pegangannya pada pistolnya. Benda itu terasa dingin di tangannya, dan berat, lebih berat dari pikirannya tentang benda yang begitu kecil. Karena ini pertama kalinya ia menggunakan pistol (selama ini hanya jurus beladiri yang dia tahu).
Naruto tak perlu lagi meraih kenop pintu, maupun mengingat sopan santun untuk mengetuk pintu terlebih dulu. Toh, sejak awal dia sudah menyelinap ke dalam kastil tua ini. Dengan sekali tendangan keras, pintu itu berhasil terbuka.
Naruto langsung mengarahkan mulut pistol ke segala arah. Ia berusaha menahan diri agar lengannya tak bergetar.
'Tch! Kenapa penerangan di ruangan ini sangat sedikit?' keluhnya dalam hati.
Satu langkah Naruto untuk memasuki ruangan, terasa sangat berat di ujung mata kakinya.
Mendadak ia melihat sesosok bayangan. Bayangan hitam tersebut bergerak cepat, mengarahkan sesuatu benda kepada Naruto. Ujung benda besi itu terlihat berkilat, dan sukses membuat Naruto terbelalak kaget.
'DOR!'
'DOR!'
Dua letusan langsung terdengar secara berurutan. Yang pasti bukan berasal dari pistol Naruto. Karena pistol itu kini terpental, terlepas dari pemiliknya, dan jatuh di atas lantai.
Beberapa tetes air kental berwarna merah, ikut terjatuh, mengotori lantai yang dipijak Naruto.
*#~DCDS~#*
Suara ledakan lagi-lagi terdengar. Menghancurkan sebagian dinding koridor kastil. Asap abu-abu gelap, mengempul di sekitar ledakan. Lantai di sekitar ledakan sudah hancur, tak layak lagi untuk dipijaki.
Bekas-bekas ledakan itu, terpantul jelas di mata onyx Sasuke. Pemuda itu berdiri tak jauh dari ledakan. Ia mematung. Berusaha menurunkan degup jantungnya yang berdetak tak karuan. Nyaris saja dirinya juga ikut terledak. Jika saja ia terlambat menyadari ranjau bom yang terpasang di pijakan lantai tersebut.
'Sial. Kenapa dari tadi hanya ledakan terus yang kutemukan?' umpatnya dalam hati. Ia berjalan meninggalkan lokasi ledakan.
Sebuah belokan koridor menanti Sasuke, pemuda itu tak mau bertindak gegabah lagi. Sebelum ia berbelok, ia ingin memeriksa keadaannya dulu.
Wajahnya kini tampak tak karuan, berdebu hitam, lusuh, dan mode siaga kembali terpasang di wajah lelah ini Sasuke lebih memperhatikan langkahnya, takut-takut ia kembali terjerat perangkap yang sudah dipasang oleh musuh. Tangannya menyiapkan pistol andalannya. Dia melangkah ke sisi dinding koridor, menyandarkan punggungnya ke dinding yang kasar itu sambil menahan napas. Hening.
Mengintip dari balik sisi dinding koridor, Sasuke bisa melihat sesosok bayangan tak jauh dari tempatnya mengintip. Bayangan hitam itu bergerak, mengambil sesuatu di kantungnya, lalu meletakkannya di lantai. Itu pasti orang yang memasang semua ranjau tadi. Pasti. Perlahan-lahan Sasuke mengangkat pistol itu, berniat membidik sasarannya, dan….
.
.
.
'BUUM!'
Ledakan kembali terjadi, kini lokasinya tepat di samping posisi Sasuke bersembunyi….
Setelah asap abu-abu dari hasil ledakan itu lenyap, tampak jelas dari runtuhan batu-batu kecil, berceceran cairan kental berwarna merah, yang juga menodai baju putih berlambang Uchiha, benda itu tergeletak di lokasi ledakan.
~~TBC~~

Next chap:
Alasan Madara.
Pengkhianatan Sai.
Ritual telarang dimulai.
Dan akhir dari pertempuran…..

Sedikit mengingatkan kembali:
Sakura keturunan Haruno.
Hinata keturunan Hyuuga.
Dan Itachi keturunan Uchiha.
Sudah mengerti 'kan? Kenapa mereka diikat di salib?

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut