DILEMA CINTA DIANTARA SAHABAT PART 24

Senin, 24 Desember 2012
Dilema Cinta Diantara Sahabat
By Sayaka Dini-chan
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing: NaruHinaItachi, SasuSaku & GaaraShion.
Warning: AU, OOC, GAJE! Slight adegan Kissing!

Summary: 'Cih. Sial!' runtuk Gaara dalam hati. Malam ini Gaara susah untuk tidur. bukan karena mendengar omelan Temari. Tapi karena telinganya tidak mau berhenti untuk mengenang 'suara'….

 INI TENTANG GARA

Chapter 24
*#~DCDS~#*

Gaara melirik arlojinya terlebih dahulu, sebelum dia memasuki apartemen sementara –yang dia sewa di Konoha.
Pukul 23.47
Hn, sudah larut malam rupanya. Memang, kadang kalau kita sudah keasikan dengan pekerjaan kita, bisa sampai lupa waktu. Begitulah yang Gaara rasakan setelah pulang dari penyelidikannya tentang akatsuki yang mulai menemukan titik terang. Tinggal menunggu hasilnya esok hari.
Sedikit ragu bagi Gaara untuk memutar kenop pintu apartemen. Takut-takut jika yang menantinya di balik pintu adalah sosok kakak perempuannya yang memasang wajah garang, siap untuk memarahinya karena sudah pulang terlalu larut malam.
Bukannya Gaara takut dengan Temari, hanya saja dia tidak ingin mendengar ocehan beruntut yang dikeluarkan kakaknya itu. Bisa-bisa dia tidak dapat tidur dengan tenang malam ini karena omelan Temari kadang tidak mau berhenti sampai satu jam. benar-benar, sifat ibunya menurun pada Temari.
Menarik nafas panjang. Gaara pun memutar kenop pintu. Pasrah dengan apa yang akan diterimanya setelah ini. Toh, ini kan juga karena salahnya.
Tapi ternyata, dugaan Gaara salah. Saat dia membuka pintu apartemen itu. Mata jade-nya hanya melihat ruangan sunyi nan gelap.
'Mungkin sudah tertidur' pikir Gaara.
Pemuda berambut merah itu melangkah masuk setelah menutup pintu. Baru lima langkah, terdengar benda jatuh nyaring dari ruang tengah. Reflex Gaara langsung mencari saklar lampu untuk menyalakannya.
Dan tampaklah sosok gadis berambut kuning panjang duduk di sofa. Dia menunduk, mengambil gelas yang terjatuh.
"Shion?"
Mendengar namanya dipanggil, Shion menengadah. Melihat Gaara menatapnya dengan tatapan heran. Tapi Shion tidak ambil peduli, dia kembali melanjutkan 'kegiatannya' yang sempat tertunda. Tangan kanannya meraih botol di atas meja, lalu menuangkannya ke dalam gelas di tangan kirinya.
Kening Gaara berkerut, melihat gerakan tangan Shion lemas dan gontai. Tangan Shion terlihat sedikit gemetar saat mengangkat gelas menuju bibirnya. Shion menegak habis minuman 'aneh'nya.
"Apa yang kau minum Shion?" Gaara berjalan mendekat. Menatap tajam botol dalam genggaman tangan Shion.
Gadis berambut kuning itu tidak menjawab. Dia kembali menuangkannya ke dalam gelas.
Merasa diabaikan. Gaara sedikir geram. Dia langsung merampas botol itu. Sontak Shion langsung mendongak.
"Kembalikan…" rengek Shion dengan nada melemas.
Gaara tidak mengindahkannya, dia mencium bau menyengat dari mulut botol itu. 'Sake'. Seketika itu Gaara mendelik ke arah Shion. Melihat isinya sudah seperampat.
"Kau sudah Gila," ketus Gaara.
"Umh… aku mau minum lagi…" guman Shion manja seraya mengeluarkan desahan mabuknya. Dia meraih lengan baju Gaara, menariknya tanpa ada tenaga sama sekali. Tubuhnya benar-benar lunglai.
Gaara mendengus. Dia lalu mengambil duduk di sebelah Shion. Lalu meletakkan botol sake itu di lantai samping sofa, jauh dari jangkauan Shion.
"Aaah… Kembalikan…" rengek Shion lagi. Menepuk-nepuk bahu Gaara, sekali lagi tanpa tenaga.
"Tidak baik untukmu," guman Gaara.
Shion cemberut. "Tahu apa kau tentang diriku…" ujarnya menunduk.
Gaara tidak langsung menjawab, dia malah meraih dagu Shion dan mengarahkan ke hadapannya. Menatap mata ungu sang gadis yang sembab.
"Kau menangis?" Gaara mengerutkan keningnya.
Shion membuang muka, menghindari tatapan mata jade milik Gaara. "Bukan urusanmu…" ujarnya pelan, kembali menunduk.
"Aku tahu…" Gaara menggantung kalimatnya sejenak. "Aku tahu segalanya tentang dirimu. Karena kau temanku sejak kecil. Bukan?"
"…"
Pemuda itu menghela nafas, lalu bersandar di sofa. "Apa ini tentang Naruto lagi?" tebak Gaara.
Shion mendengus. "Cowok Brengsek…"
"…"
"Beraninya menolakku…"
"…"
"Cowok bodoh…"
"Kau yang bodoh," Gaara menimpali, membuat Shion tersentak dan menoleh kepada Gaara.
"Apa yang ka–"
"Bodoh karena menyukai cowok bodoh seperti dia," potong Gaara cepat. "Huh. Apa sih bagusnya dia? Aku juga bisa melindungimu jika kau mau."
"Ah?" Shion menganga, tidak mengerti dengan ucapan Gaara barusan.
Gaara melirik Shion, senyuman tipis menghiasi wajahnya. "Kau tahu? Aku bisa lebik baik daripada Naruto,"
Entah karena ucapan Gaara, atau karena senyum tulus yang diterimanya itu. Membuat darah Shion berdesir, mengalir dan berkumpul di wajahnya. Menampakan semburat merah muncul di pipinya. Gadis itu langsung menunduk untuk menyembunyikannya.
"Sudahlah. Lupakan saja dia." Gaara mengacak rambut Shion pelan. "Masih banyak kok, cowok lain yang mau denganmu," ujar Gaara. 'Termasuk diriku' tambahnya dalam hati.
Shion mengangkat gelasnya, yang ternyata isinya masih ada setengah. Tapi sebelum gadis itu habis meminumnya, lagi-lagi Gaara merampasnya.
"Sudah kubilang. Ini tidak baik untukmu." Ujar Gaara ketus. "Kau ini, keras kepal–mm" ucapan Gaara berhenti begitu ia menoleh ke arah Shion.
Mata pemuda itu membulat seketika, saat ia merasakan suatu benda lembab menyentuh bibirnya. Butuh waktu tiga detik untuk sadar apa yang sedang dilakukan gadis di hadapannya itu.
'Dia menciumku…'
Tangan Shion bergerak perlahan, melingkari leher Gaara. Lalu menarik kembali kepalanya menjauh dari Gaara. hanya ciuman singkat. Dan Shion merona seraya menyeringai tipis, hembusan nafasnya yang beraroma Sake tercium oleh Gaara.
"Kau mabuk?" pertanyaan Gaara lebih condong untuk meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa gadis di hadapannya itu, melakukan ciuman ini antara sadar dan tidak.
Shion tidak menjawab. Dia malah menjatuhkan badannya untuk tertidur di atas sofa, tanpa melepaskan lingkaran kedua tangannya pada leher Gaara. Membuat pemuda itu ikut tertarik untuk menindih Shion.
"Gaara-kun… Emhh…" ucap Shion dengan nanda manja diselangi desahannya yang menggoda. Membuat Gaara benar-benar merinding dibuatnya dengan jarak sedekat ini.
'Gawat. Ini bahaya.' Batin Gaara mulai takut. Tapi otaknya sama sekali tidak menerima sinyal bahaya tersebut, terbukti dengan tubuh Gaara yang sama sekali tidak mau menjauh, malah bertahan dengan posisi menindih Shion.
"Kau tahu?... Kau temanku yang paling pengertian…" kata Shion, entah dia sedang ngelantur atau tidak.
"Hn"
"Kali ini.. kau jangan… mengecewakan aku juga yah..." Shion kembali menarik kepala Gaara mendekat, hingga kedua hidung mereka bersentuhan. "Jangan… tinggalkan aku, seperti yang lain… Gaara-kun…"
Sontak wajah Gaara tidak bisa lagi ditoleransi untuk merona. "Ck, Kau ini. Benar-benar buat aku gila"
"Emh… Gaar–hmpf!"
Dan kali ini, Gaara yang memulai. Menekankan bibirnya sendiri pada bibir manis Shion. Mengecap rasa ini lebih lama dari sebelumnya. Gaara sedikit tersentak, ketika Shion membuka sendiri mulutnya dan menekan kepala Gaara untuk memperdalam ciuman mereka. Memberikan akses jalan untuk lidah sang pemuda. Gaara tidak mau ambil pusing untuk memikirkan apa gadis ini benar-benar mabuk untuk tidak?
"Mmhhnn…" dari desahan Shion, terdengar jelas kalau dia sedang menikmati hal ini. Dan Gaara memang tidak mengecewakan dalam hal permainan lidahnya. Apa sih yang tidak untuk orang yang disukainya?
"Gaara? Apa kau sudah pula–" perkataan Temari terhenti begitu melihat dua insan sedang bergelayut di atas sofa. Gadis itu menganga lebar, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Gaara tidak sepenuhnya mabuk. Karena itu dia sadar dengan kehadiran Temari. Segera ia melepaskan diri dari Shion. Menengadah dan mendapati Temari berdiri di samping sofa, melipat dua tangannya di depan dada.
"Emm… Gaara-kun…lagi…" rengek Shion dengan manja, sembari menarik kembali tengkuk Gaara. Tapi pemuda yang sudah berkeringat dingin itu, bertahan untuk tidak melahap kembali gadis di bawahnya.
"Jadi, apa yang kalian lakukan?" Temari berlagak seperti ibu-ibu yang mengintrogasi anaknya.
"Hn, itu, ano…" bagaimana pun otak kirinya berpikir keras mencari alasan yang logis, namun otak kanannya selalu mengingatkan tentang ciuman manis nan panas yang baru saja terjadi. Membuat isi kepala Gaara tidak dapat berpikir normal untuk mengelabui kakaknya.
Ok. Gaara menyerah untuk berbohong. Toh, dia sudah tertangkap basah.
Mendadak Temari menyeringai setelah melihat adiknya sedikit Salting. "Tak kusangka kau sudah besar Gaara-chan."
'Cih. Sial!' runtuk Gaara dalam hati.
Bagus. Malam ini Gaara susah untuk tidur. bukan karena mendengar omelan Temari. Tapi karena telinganya tidak mau berhenti untuk mengenang 'suara' Shion.
*#~DCDS~#*
Cahaya matahari pagi langsung menyeruak masuk melalui jendela kaca, ketika Gaara membuka lebar tirainya. Kamar yang awalnya tenang mulai terusik, terutama bagi gadis yang tertidur pulas di atas ranjangnya.
Silaunya sinar itu, membuat kelopak mata sang gadis bergerak. Perlahan terbuka. Dan sosok yang pertama kali dia lihat adalah pemuda berambut merah berdiri di samping ranjangnya.
"Mh… Gaara?"
"Hn," sahut Gaara. 'Tak ada sufiks -kun lagi yah? Huh. Kembali normal' pikir Gaara.
"Sedang apa kau disi –akh!" Shion memegang kepalanya yang terasa nyeri, ketika ia ingin bangun dari tidurnya.
Gaara mendengus. 'sudah kuduga' batinnya.
"Makanlah bubur itu," Gaara mengedikkan kepalanya ke arah meja di samping ranjang Shion. "Temari-neesan yang buat. Agar kau cepat kembali NORMAL"
Shion menaikkan sebelah alisnya. Tidak mengerti dengan ucapan Gaara.
Merasa dilihat dengan pandangan menyelidik oleh Shion. Gaara pun memutuskan untuk cepat keluar dari kamar Shion. Pemuda itu berjalan menuju pintu, tapi ketika dia sampai di ambang pintu. Gaara menyempatkan diri untuk menoleh, melihat Shion dari balik bahunya.
"Err, yang semalam. Apa kau sama sekali tidak ingat?"
"Eh?" Shion memiringkan kepalanya tidak mengerti.
"Ah. Sudahlah. Lupakan saja."
Gaara pun keluar dari kamar Shion, dengan perasaan sedikit kecewa.
"Semalam?" Shion berusaha memutar memorinya. Untuk mengingat kembali apa yang sudah terjadi semalam. Dan akhirnya…
Binggo!
Seketika itu wajah Shion memerah bagai tomat.
'Oh Tuhan. Apa yang telah aku lakukan?'
*#~DCDS~#*
Banyak kejadian rutin di sekolah yang tidak pernah bosan untuk diulangi kembali. Termasuk saat siswa bernafas lega setelah mendengar bunyi bel istirahat makan siang tiba. Tapi sepertinya, asumsi ini tidak berlaku untuk pemuda Namikaze saat ini. Karena dalam hatinya masih berdebat hebat tentang apa yang harus dilakukannya setelah ini. Terlihat jelas dari raut wajahnya, Naruto belum bisa bernafas lega.
'Ajak Dia? Atau Tidak? Ajak Dia? Atau Tidak? Ajak Dia? Atau Tidak?' empat kata simpel tapi membingungkan, berulang kali berputar dipikiran Naruto.
Pemuda itu bingung untuk menentukan pilihannya. Ini semua bermula dari Naruto yang mulai menerima saran Shion semalam. Ketika mereka mengantar Shion ke apartemennya. Gadis itu berkata satu pesan. 'Tak apa Naruto-kun. Aku masih rela kalau kau tidak mau menerimaku! Tapi setidaknya kau masih berusaha mencari kebahagianmu. Rebut Dia Kembali! Selama dia belum terikat dengan pertunangan (masih satu minggu lagi bukan?). kau masih mempunyai kesempatan untuk memmbuatnya berubah pikiran. Lagipula, Belum tentu dia menyukai calon tunangannya kan?'
'Benar. Masih ada Harapan! Aku tidak boleh menyerah! Harus berjuang!'
"Ganbatte Naruto!" Naruto bersorak sendiri untuk mengembalikan percaya dirinya. Tak peduli dengan tatapan teman sekelasnya, saking kerasnya suara anak Namikaze itu.
Mengambil satu tarikan nafas panjang. Naruto langsung beranjak dari bangkunya menuju bangku Hinata. Dimana gadis itu berpura-pura focus dengan bukunya, padahal sejak tadi mata lavendernya mengintai gerak-gerik Naruto dari balik bukunya.
"Hinata-chan!"
Hinata menengadah, melihat Naruto yang sudah memasang senyuman khasnya. "I-iya Naruto-kun?"
"Ke kantin yuk! Kali ini aku yang traktir!" ajaknya bersemangat.
"Ah. T-tapi–"
"Oh ayolah," Naruto langsung menarik tangan Hinata. "Aku memaksa. Kalau kau tidak mau. Aku tidak akan segan untuk menggendongmu," canda Naruto tapi matanya berkilat tentang keseriusannya.
Seketika itu wajah Hinata merona. Tidak ingin lebih merona lagi, atau pun sampai pingsan di tempat karena Naruto akan menggendongnya. Gadis itu pun menurut ajakan Naruto.
Sakura hanya bisa cemberut melihat kedua temannya meninggalkan kelas. "Dasar. Aku dilupakan,"
"Sakura"
"Kyaa!" Sakura hampir saja terlonjak kaget karena kehadiran Sasuke yang mendadak sudah berdiri di samping mejanya. 'Kupikir Hantu,' batin Sakura sedikit parno, semenjak kejadian ledakan rumah semalam.
Sakura menyunggingkan sebuah senyum, melihat Sasuke menghampirinya. "Apa Kau mau mengajakku ke kantin juga?" Tebak Sakura.
"Tidak"
Gubrak! Rasanya Sakura ingin mencekik leher jenjang Sasuke, saking kesalnya karena tingkah pemuda itu berubah menjadi dingin lagi. Ah, tak bisakah dia bersikap manis lagi seperti semalam? Apa ini karena dia sudah kembali menggunakan kacamatanya? Ternyata penyamaran cadangan anbu kembali dimulai.
"Lalu? Apa maumu?" Sakura cemberut.
"Mana bukunya?" Sasuke menagih janji. Meminta buku kecil kuno yang diambil Sakura dari kastil di tengah Hutan Oto, beberapa hari yang lalu.
Sakura menaikkan sebelah alisnya heran. "Memangnya temanmu itu sudah datang. Mana? aku tidak melihatnya?" tanya Sakura. Gadis itu bingung, bukannya tulisan dalam buku itu hanya bisa dibaca oleh ahlinya, dan katanya… Sasuke mempunyai teman yang bisa membantu membacanya.
"Dia tidak ada di sini. Tapi Aku akan pergi menemuinya"
"Kalau begitu aku ikut!" ujar Sakura bersemangat.
"Tidak boleh," tolak Sasuke ketus.
"Kenapa? Aku kan juga mau lihat hasilnya nanti. Lagipula aku ini salah satu patnermu Sasuke-kun. Kau harus mengajakku. Kalau tidak. aku tidak mau menyerahkan bukunya," ancam Sakura. dia tidak ingin Sasuke bergerak sendiri dengan seenaknya.
Tidak punya pilihan lain. Sasuke dengan berat hati mengiyakannya. "Hn. Kalau begitu bawa tasmu,"
"Untuk apa?"
"Kita akan bolos sekolah,"
"Apa?"
*#~DCDS~#*
'Baiklah. Persiapan sudah selesai,' pikir Gaara setelah ikatan simpul pada sepatu kets-nya berakhir. Pemuda itu segera berdiri, lalu menarik resleting jaket merah kehitaman yang digunakannya.
Baru satu langkah diambil menuju pintu apartemant. Suara gadis di belakangnya menghentikannya.
"Gaara-kun, Kau mau kemana?"
Gaara tersentak, mendengar sufiks kun kembali terdengar dari suara yang begitu familiar baginya. Pemuda itu terdiam sejenak, sebelum kembali berjalan untuk memutar kenop pintu. Tanpa sekalipun menoleh ke arah Shion.
"Ada urusan yang harus kuselesaikan," ujar Gaara membelakangi Shion.
"T-tunggu Gaara-kun!" seru Shion. Sontak kali ini membuat Gaara menoleh ke arah Shion.
Ditatap secara mendadak oleh mata jade Gaara. Entah kenapa membuat Shion mendadak grogi.
"Em.. itu… aku hanya ingin mengatakan…" mata ungu Shion bergerak liar melirik ke arah lain. Menghindari tatapan mata jade milik Gaara.
"Hn?"
"…Berhati-hatilah…Gaara-kun…" bisik Shion menunduk. Menyembunyikan semburat merah yang menjalar di wajahnya.
'Dia tersipu…' Gaara terperangah melihat tingkah Shion. Seketika itu senyum tipis menghiasi wajahnya.
"Itu pasti…"
*#~DCDS~#*
"Itadakimasu!" seru Naruto bersemangat. Lalu memulai rutinitas makan mi ramen yang tak pernah bosan dilakukannya.
Sementara itu, Hinata yang duduk di sampingnya. Hanya tersenyum melihat Naruto. Entahlah, dia selalu senang bisa melihat wajah pemuda itu menyiratkan kebahagiaan.
Merasa diperhatikan, Naruto menghentikan aktifitasnya. Lalu mendadak menoleh ke arah Hinata. Memandang langsung mata abu-abu kebiruan milik Hinata. Dan senyuman tiga jari ala Namikaze itu pun diperlihatkan. Sontak membuat Hinata memanas.
"Hey, aku mengajakmu ke sini untuk makan siang bersama. Bukannya asyik memandangi wajahku seperti itu Hinata-chan?" goda Naruto.
"eh? a-aku hanya… hanya…" Hinata menunduk malu. Menyembunyikan rona merah yang enggan meninggalkan wajahnya.
"Huh. Kau ini. Mana bisa aku makan dengan tenang kalau kau memandangiku seperti tadi," suara Naruto sengaja dibuat dengan nada kesal.
"G-gomensai… Naruto-kun…"
"Tidak kumaafkan. Kecuali kalau Sekarang kita gantian saja," usul Naruto.
"Eh?" Hinata memiringkan kepalanya bingung.
"Maksudku. Sekarang giliran kau yang makan. Dan aku yang diam memandangimu," Naruto menjauhkan mangkok ramennya. Lalu meletakkan sikunya di atas meja dan menopang dagunya.
"T-tapi–"
"Ayo, makan mi ramenmu. Apa perlu aku suapi?" Naruto menyeringai.
"T-tidak perlu. A-aku bisa sendiri…"
Dengan ragu, Hinata mengambil sumpitnya. Kepalanya yang menunduk, membuat beberapa helaian rambut indigonya jatuh menutupi sisi wajahnya. Hal ini membuat Naruto gusar karena tidak bisa melihat wajah Hinata. Akhirnya tangan Naruto bergerak untuk mengangkat helaian rambut itu dan menyelipkannya di belakang telinga Hinata.
"Nah, Begini kan lebih baik," guman Naruto. Benar-benar membuat wajah Hinata memerah bagaikan mobil pemadam kebakaran.
Tangan Hinata gemetar, saat mengantar beberapa helaian mi ramen dari dalam mangkok menuju mulutnya. Sungguh, dilihat lekat-lekat secara langsung dan sangat dekat oleh orang yang kita sukai, membuat kita sangat grogi. Apalagi dengan Hinata, yang notabennya adalah gadis pemalu stadium akhir(?).
Tapi Naruto tidak memperhatikan hal itu. Karena ternyata mata samudranya hanya melekat pada wajah Hinata. Bukan pada mi ramen yang selalu membangkitkan selera makannya.
Akhirnya… suapan pertama berhasil sampai di tujuan dengan selamat (?). Hinata mulai bisa bernafas lega setelah mengunyah dan menelannya. Tapi dia kembali bingung ketika melirik wajah Naruto.
Pemuda itu mengerutkan keningnya. Wajahnya menampakkan perasaan tidak suka.
"K-kenapa Naruto-kun? A-apa ada yang sal–"
Hinata tersentak, saat jari telunjuk Naruto mendadak menyentuh sudut bibir Hinata. Mengusap, menghapus sisa saus yang tertinggal di sudut bibir Hinata. Karena bagi Naruto, 'noda' itu merusak pemandangannya.
Hinata hanya bisa diam terpaku. Hingga Naruto kembali menarik jarinya, lalu menghisap jari telunjuk itu.
"Mm! Manis," guman Naruto tersenyum.
'Blush!'
'Hey, Manis dalam artian apa maksudnya?'
*#~DCDS~#*
Jadi…. Apakah ini maksud ucapan Sasuke yang mengatakan 'Aku akan pergi menemuinya'? sekaligus berarti 'Aku akan menjemputnya…. Di bandara?'
Pertanyaan itu berulang kali tergiang di pikiran Sakura. melihat ternyata Sasuke mengajaknya ke bandara. Sakura hanya bisa menunggu dengan bosan. Duduk di bangku pengunjung bandara yang memang sudah di sediakan. Sementara Sasuke berdiri membelakangi Sakura. mata onyx-nya memandang setiap orang yang baru saja keluar dari koridor tertentu.
"Kupikir kau hanya bercanda mengajakku bolos sekolah. Ternyata serius," guman Sakura. dan untuk kesekian kalinya, Sasuke tidak menanggapinya. Sepertinya pemuda itu terlalu serius untuk mencari 'teman'nya.
"Itu Dia," guman Sasuke tiba-tiba. Lalu berjalan meninggalkan Sakura.
Sakura cemberut karena merasa diabaikan. Gadis itu pun berdiri dan mengekor di belakang Sasuke. mata emeraldnya melihat sosok pria tua berambut kuning tidak jauh dari hadapan mereka.
'Sudah kuduga. Pasti teman Sasuke yang ahli membaca tulisan kuno itu, sudah tua.' Pikir Sakura.
Tapi sayangnya, dugaannya salah. Terbukti saat Sasuke berjalan melewati sosok pria itu tanpa berhenti ataupun menyapanya.
'Eh? bukan? Kalau begitu siap–'
Mata emerald Sakura membulat seketika. Karena begitu dia melihat Sasuke yang membelakanginya itu, kini tidak sendirian. Bukan dalam arti kata sendirian yang biasanya. Tapi ini… Sangat Terlalu Tidak Sendirian. Karena Sasuke sekarang mendadak sudah dipeluk dengan seorang Gadis? Gadis berambut merah dan berkacamata.
"Karin…"
"Sasuke. Aku kangen…" nada manja yang dikeluarkan gadis itu, benar-benar membuat Sakura muak mendengarnya.
"Hn," hanya gumanan tak jelas dikeluarkan Sasuke.
Sikap Sasuke yang diam saja. Tidak membalas ataupun melepaskan pelukan gadis itu. Membuat Sakura semakin panas melihat sikap ambigu Sasuke.
"Yo Sasuke. Lama tidak bertemu," terdengar suara berat lain dari balik punggung gadis berambut merah itu. Karin pun melepaskan pelukannya dari Sasuke, lalu menyingkir, memperlihatkan sosok pemuda berambut perak dengan satu gigi taring terselip keluar dari balik bibirnya.
"Suigetsu?"
"Ya, ini aku. Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Suigetsu. Melihat Sasuke menatapnya dengan pandangan 'tidak suka'
Sasuke melirik Karin. Memandangnya untuk meminta penjelasan dari Karin.
"A-aku tidak mengajaknya. Dia sendiri yang ngotot untuk ikut!"
"Hey. Memangnya kenapa? Bukannya bagus kalau aku ikut. Aku bisa menjagamu dari marabahaya Karin. Terutama dari mantanmu ini. Bisa jadi dia berniat buruk padamu…" nada suara Suigetsu sengaja dibuat menakuti ketika melirik Sasuke dengan tatapan Horor. Seolah-olah Sasuke adalah pria berbahaya yang patut dicurigai dan dijauhi.
"Baka! Jangan berpikiran macam-macam! Sasuke tidak seperti itu tahu!" bantah Karin.
"Tahu apa kau? Insting seorang pria itu lebih kuat dari insting wanita! Kau harus ingat itu!" Suigetsu tetap ngotot.
Karin mendengus. Lalu melirik Sasuke. "Jangan dipedulikan ucapannya. Dia itu sudah stress," ujar Karin seraya menyilangkan telunjuknya di depan keningnya.
"Oi oi." Suigetsu tidak terima dikatai seperti itu.
"Ehm…" deheman keras yang lebih condong untuk mengingatkan keberadaan seseorang, terdengar dari balik punggung Sasuke. membuat Pemuda berkacamata itu sadar akan sosok temannya yang hampir terlupakan.
"Sakura…"
*#~DCDS~#*
Hutan Oto…
Hn, kalau di siang hari. Terlihat tidak beda jauh dengan hutan biasa. Apa sih yang perlu ditakutkan oleh warga konoha itu sendiri?
Tempat yang sepi dan sangat jauh dari jangkauan orang-orang, memang paling bagus dijadikan tempat menyendiri ataupun tempat persembunyian. Terutama bagi para penjahat yang ingin bersembunyi dari aparat hukum. Dan hal ini berlaku bagi akatsuki.
Sasori Sabaku. Salah satu anggota Akatsuki. Memulai kegiatan rutinnya setiap bulan. Yaitu mencari bahan untuk 'seni'nya. Kayu istimewa yang langsung di tebang dari pohonnya. Dan tempat yang menyedikan banyak bahan, juga dapat dipilih dengan semaunya. Ada di Hutan Oto. Sekaligus tempat yang pas untuk melakukan sesuatu tanpa ingin diketahui orang lain.
Pria berambut merah itu, berjalan menyusuri Hutan Oto sambil menggendong sebuah ransel. Mencari pohon yang tepat untuk dijadikan bahannya. Dan akhirnya Sasori berhenti di salah satu pohon yang menurut penglihatannya terlihat 'segar'.
Tapi sebelum Sasori mengeluarkan alat potong dari ranselnya. Ia merasakan kehadiran seseorang yang mengikutinya. Mata merah kecoklatan milik Sasori, menatap tajam sebuah pohon yang tidak jauh darinya.
"Keluarlah. Aku tahu kau di sana."
Terdengar bunyi ranting kering yang diinjak, bertepatan dengan langkah seseorang. Dan munculnya sosok pemuda berambut merah, bertato 'ai' di keningnya.
"Ow. Rupanya kau Gaara. Ada keperluan apa?"
Gaara tidak menjawab. Tapi mendadak ia mengeluarkan sebuah benda tajam berbentuk bintang yang biasa disebut shuriken. Melemparkannya menuju Sasori. Namun sayangnya meleset karena Sasori langsung bersalto ria untuk menghindarinya.
"Apa pun tujuanmu? Sepertinya berdampak buruk bagiku," guman Sasori seraya mengambil sesuatu dari ranselnya.
Gaara mendengus. "Tidak ada gunanya jika aku membujukmu bukan? Jadi aku akan membawamu paksa ke Suna. Dalam keadaan hidup ataupun tidak," Gaara kembali mempersiapkan serangan selanjutnya. Kedua tangannya yang diselimuti saputangan 'istimewa', memegang senjata andalannya. Tangan kanan memegang sebuah pipet, sedangkan tangan kirinya menggenggam botol kecil. (yang diambil dari balik jaketnya)
Sasori memicingkan matanya melihat isi botol tersebut, 'Pasir beracun?'
"Oh. Kali ini kau terlihat lebih serius yah? Baiklah. Akan kulayani permainanmu ini." Sasori meletakkan balok kayu di atas tanah. Sementara kedua tangannya juga menggenakan sapu tangan 'istimewa'.
"Lihat. Aku punya mainan baru untukmu," ujar Sasori, menggerakkan jari-jari tangannya. Bersamaan dengan gerakan balok kayu tadi, berangsur-angsur berubah menjadi boneka kayu berbentuk kalanjegking. "Perkenalkan namanya Hiruko"
*#~DCDS~#*
"Beri aku waktu lima hari lagi untuk mengartikan tulisannya. Masalahnya buku ini terlalu kusam oleh debu. Jadi aku harus memurnikannya dulu sebelum dibaca. Gomen Sasuke," pernyataan dari Karin itu sukses membuat Sasuke dan Sakura pulang dengan tangan kosong. Terutama bagi Sasuke yang keluar dari bandara dengan perasaan kecewa. Karena Karin menolak tawarannya untuk mengantarnya hingga ke hotel. Terlebih lagi saat…
"Jaa Sasuke. kami akan memesan satu kamar untuk berdua~" seru Suigetsu dengan seringainya ketika ia berdiri di samping taxi.
"Baka! Tutup mulutmu itu!" Karin dengan sukses menjitak kepala Suigetsu dan mendorongnya masuk ke dalam Taxi. meskipun terlihat kesal, namun semburat merah muncul di wajah Karin. "Jaa Sasuke, Sakura,"
"Hn"
"Jaa Karin!" Sakura melambaikan tangannya.
.
.
.
"Kyaaa!" Sakura tidak bisa berhenti untuk tidak histeris. Gimana tidak? saat ini posisinya mungkin –err ralat, pasti terancam dalam bahaya. Karena Sakura berada dalam mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. 180km/jam! buset dah…
"Sasuke-kun! j-jangan terlalu cepat!" seru Sakura.
Tapi sepertinya Sasuke tidak mendengarnya. Karena pemuda itu sama sekali tidak mengendorkan tekanan pijakannya di gas.
'Suigetsu itu… Cih! Menyebalkan!' batin Sasuke.
"Sasuke-kun! Berhenti!" Sakura menutup matanya seraya menggenggam erat lengan Sasuke. membuat pemuda itu segera sadar, dan langsung mengurangi kecepatan mobilnya.
Sakura menghembuskan nafas lega. "Kau sudah gila yah?" sindirnya.
Sasuke tidak menanggapi. Tatapan matanya terlihat bingung sendiri. 'Kurasa aku perlu ketenangan dulu' pikirnya.
"Eh? kok berhenti?" tanya Sakura heran saat melihat Sasuke menghentikan mobilnya mendadak.
"Sakura. turunlah.."
"Apa?"
"Kubilang Turun!"
"Hah? Kau tidak mau mengantarkanku sampai ke rumah?"
Sasuke tidak menjawab. Dan itu cukup diartikan 'ya' oleh Sakura.
"Baiklah. Kalau itu yang kau mau!" Sakura mendengus kesal. "Kau tahu Sasuke-kun? Hari ini tingkahmu sangat menyebalkan!" seru Sakura seraya membanting pintu mobil, setelah dia keluar.
Gadis bertopi merah itu masih berdiri di samping mobil, seraya membuang muka. Dalam hatinya, dia masih berharap Sasuke segera keluar dan berubah pikiran untuk mengantarnya pulang. Tapi sayangnya, harapan itu tidak terkabulkan. Karena Sasuke tidak segan-segan meninggalkannya.
"Akh! Kau menyebalkan!" Sakura menghentak kakinya kesal melihat mobil Sasuke semakin menjauh.
"Saku-chan?"
Sakura berbalik mendengar namanya dipanggil. "Eh? Hinata, Naruto, apa yang kalian lakukan disini?"
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang kau lakukan di depan gerbang sekolah? Padahal baru saja kau bolos," ujar Naruto.
'Apa?' Sakura melongo tak percaya. Kini dia bisa melihat beberapa siswa KHS keluar dari gerbang sekolah. "J-jadi. Kalian sudah pulang?"
Hinata mengangguk. Sakura kembali mendengus kesal.
"Oh ya Saku-chan. Si Teme man–"
'Drrtt'
Pertanyaan Naruto terhenti begitu merasakan getaran ponselnya. Pemuda pirang lalu mengambilnya dari saku celananya.
'Shion calling'
"Ya Shion-chan?" sahut Naruto.
"Naruto-kun! Aku butuh bantuanmu! Kumohon, kali ini kau tolong aku!" terdengar suara Shion yang panic di ujung sana.
Dahi Naruto berkerut. "Memangnya ada apa?"
"G-gaara-kun! Itu Gaara-kun!"
"Gaara? Kenapa dengannya? Ada apa?" Naruto ikut panic mendengar ucapan Shion yang tidak jelas.
"T-temari-nee bilang. Gaara-kun bergerak sendirian. Dia pergi sendirian menemui orang itu. A-aku tidak tahu maksudnya. Tapi yang jelas, Gaara-kun, Gaara-kun dalam bahaya katanya. Dan sekarang Temari-nee dan Shikamaru mencarinya. Aku tidak bisa diam menunggu di sini Naruto-kun. Aku juga mau mencarinya. Tapi, tapi, aku tidak tahu mencarinya dimana? Aku tidak tahu jalanan di Konoha. Naruto-kun, bantu aku mencari Gaara-kun!" suara Shion terdengar sangat panic.
"Ok. Ok. Aku akan membantumu! Kau tunggu di sana. Tenanglah dulu, dan jangan bertindak gegabah. Aku akan menjemputmu!"
Naruto memutuskan hubungan telepon. Ia lalu menoleh ke arah Hinata dan Sakura yang menatapnya heran.
"Ada apa Naruto?"
"Itu. Aku ada urusan dulu dengan Shion-chan. Kalian pulang duluan saja yah. Jaa!" Naruto hendak berlari pergi. Tapi mendadak ia berbalik kembali ke arah Hinata dan Sakura.
"Eh? Kau kenapa Naruto?" Sakura menaikkan sebelah alisnya bingung.
"A-ano. Ada yang ketinggalan."
"A-apa itu Naruto-kun?" tanya Hinata heran.
Naruto tersenyum tiga jari ke arah Hinata. "Ini"
'Cup'
Mata abu-abu kebiruan milik Hinata membulat lebar. Sakura menganga tak percaya dengan apa yang dilihatnya…. Tingkah Naruto yang nekat mengecup kening Hinata. Dan mengambil langkah seribu untuk kabur.
"Jaa Hinata-chan!" Naruto nyengir kuda dari kejauhan.
"Baka! Kalau sampai dilihat keluarga Hinata gimana? Dasar Naruto nekat!" Sakura kembali kesal dengan tingkah sahabatnya itu. "Kau juga Hinata. Seharusnya tadi kau menolak–"
Ucapan Sakura terhenti begitu menoleh ke arah Hinata. Wajah gadis berambut indigo itu ternyata sudah merona hebat hingga stadium akhir…. dan Ini berakibatkan…
"Kyaaa! Hinata! Jangan pingsan disini!"
*#~DCDS~#*
'Dumm!'
Suara detuman keras terdengar di tengah-tengah kesunyian Hutan Oto biasanya. Kumpulan asap debu menyelubungi lokasi tertentu.
Terlihat Gaara melompat keluar dari kumpulan asap tersebut. Disela-sela bibirnya terselip pipet kecil, sementara tangannya menggenggam erat botol kecil berwana abu-abu. Jaket yang ia gunakan sudah menghilang entah kemana.
'Akh!'
Rasa nyeri menyerang telapak kaki kanan Gaara saat ia mendarat di atas tanah. Mata jadenya melirik kakinya, dimana sepatu kets itu sudah basah oleh darahnya sendiri. Ini dikarenakan satu menit yang lalu, dia lengah saat menghindar dari serangan Sasori. Kakinya malah menginjak ranjau berduri –yang entah kapan sudah terpasang dengan baik oleh Sasori.
Gaara duduk bersimpuh. Kakinya sudah mengalami kram hebat, karena sudah dipaksakan bergerak sejak tadi.
"Ku akui Gaara. Kau sudah berkembang dengan pesat," Sasori berjalan keluar dari kumpulan asap. Jubah akatsukinya sudah tidak ia genakan lagi. Penampilannya juga sudah terlihat lelah. Ditambah lagi lengan kirinya bermandikan darah, yang bermuara dari bahunya. "Tapi kau juga harus ingat. Kalau aku juga tidak pernah berjalan di tempat," Sasori menggerakkan jari-jari tangan kanannya, bersamaan dengan meluncurnya Hiruko (boneka kayu berbentuk kalanjengking) dengan ekornya yang tajam menuju ke arah Gaara.
'Apa? Padahal aku sudah melumpuhkan tangan kirinya. Tapi dia masih bisa mengendalikan Hiruko hanya dengan tangan kanan' Gaara berguling untuk menghindar. Lalu kembali melompat ke belakang. Tapi..
'Deg!'
'Jlebb!'
Mata jade milik Gaara melebar. Kejadiannya berlangsung terlalu cepat untuk segera disadari. Mendadak Sasori sudah ada di belakangnya, dan mengacungkan tombak yang dengan sukses menembus dada kanan Gaara. Tubuh pemuda itu kini berdiri kaku. Botol kecil digenggamannya terjatuh. Menumpahkan isi pasir berwana abu-abu.
"Dapat mengendalikan trik pasir besi saja, tidak cukup untuk mengalahkanku Gaara," guman Sasori, lalu menarik kembali tombaknya. Menimbulkan darah segar keluar dari tubuh Gaara.
'Brukk'
Gaara terjatuh, tengkurap di atas tanah. Pandangannya mulai mengabur. Dan nafasnya semakin sesak.
'Jangan tinggalkan aku seperti yang lain Gaara-kun'
Mendadak tergiang kembali suara Shion semalam di pikiran Gaara.
'Berhati-hatilah.. Gaara-kun…'
"Sangat disayangkan Gaara. Kau bernasip sama dengan Paman."
Sasori kembali mengayunkan tombaknya.
.
.
.
'Maafkan aku…. Shion….'

~~TBC~~

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut