DILEMA CINTA DIANTARA SAHABAT PART 21

Senin, 24 Desember 2012
Dilema Cinta Diantara Sahabat
By Sayaka Dini-chan
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing: NaruHinaSasuSaku
Slight GaaraShionNaru
Warning: AU, OOC, GAJE!
Note: "blabla"=percakapan
'blabla'=ucapan dalam hati.
Chapter: 'Terlalu Cepat'

Summary:
"Ugh!" rintih Sasuke. "Pelan-pelan lah sedikit Sakura" pinta Sasuke.
"I-iya ya. Kau juga harus tahan sebentar Sasuke-kun" ujar Sakura seraya melanjutkan 'kegiatannya' dengan Sasuke.

 TERLALU CEPAT

Chapter 21

*#~DCDS~#*
Empat siswa siswi KHS sedang berada di ruang UKS pada waktu jam istirahat. Apa yang sebenarnya terjadi?
Rupanya salah satu diantara mereka sedang terluka. Uchiha Sasuke. Pemuda berkacamata itu mengalami memar kecil di pipi kirinya, dan di sudut kening kanan atas terdapat sobekan kecil –akibat serpihan kaca– yang mengeluarkan darah (yang mulai mengering).
Berhubung guru penjaga UKS sedang istirahat makan siang. Mau tidak mau salah satu temannya harus mengobati Sasuke. dan akhirnya Sakura menawarkan diri. "Biar aku saja mengobatinya. Aku pernah melakukan hal ini saat di Pramuka SMP dulu" terangnya saat itu. Sasuke hanya pasrah, ia pun duduk di sisi ranjang, menunggu Sakura yang mengambil handuk kecil basah untuk membersihkan darah Sasuke terlebih dahulu. Kemudian Sakura juga duduk di sisi ranjang, berhadapan dengan Sasuke.
Jangan kalian pikir Sasuke terluka karena kecelakaan atau pun berkelahi dengan seseorang. Ia hanya korban di sini. Yah, Korban dari amukan sahabatnya sendiri. Namikaze Naruto.
Si pelaku itu pun sekarang berdiri di depan ranjang. Melihat Sasuke yang sesekali mengeluh karena handuk basah yang dipegang Sakura bersentuhan dengan lukanya yang menimbulkan rasa perih.
"Ugh!" rintih Sasuke. "Pelan-pelan lah sedikit Sakura" pinta Sasuke.
"I-iya ya. Kau juga harus tahan sebentar Sasuke-kun" ujar Sakura seraya melanjutkan kegiatannya dengan Sasuke.
Mata onyx Sasuke melirik Naruto dengan tajam. Seolah berkata 'Kau harus bertanggung jawab atas semua ini Dobe!'
"Jangan menatapku seperti itu! Aku kan sudah Minta maaf Teme!" protes Naruto.
"Kau tidak terlihat menyesal" ujar Sasuke sinis.
Naruto menggembungkan pipinya kesal. Kemudian menghela nafas panjang. "Baiklah Sasuke. Aku minta maaf. Aku menyesal telah memukulmu sehingga kepalamu membentur jendela kaca sekolah. Kau tahu? Kau masih beruntung karena tadi aku belum sempat melemparmu dari jendela" ujar Naruto membuat Sasuke semakin mendelik padanya.
"Lagipula… waktu itu aku kan tidak tahu. Kalau Uchiha yang dimaksud Hinata-chan itu bukan kau. Melainkan Kakakmu. Uchiha Itachi" kali ini suara Naruto seperti berbisik saat menyebutkan nama si sulung Uchiha. Mata spire Naruto melirik Hinata yang sedang duduk di kursi tidak jauh dari ranjang. Gadis berambut Indigo itu menunduk dan tidak mengatakan satu kata pun semenjak mereka masuk ke ruang UKS. Seolah-olah arwahnya itu sudah pergi meninggalkan jiwanya.
"Sasuke-kun," panggil Sakura yang masih membersihkan darah di kening Sasuke.
"Hn"
"Mengapa Orang tuamu ingin menjodohkan Kakakmu dengan Hinata?" kali ini Sakura menarik kembali handuknya, membiarkan Sasuke untuk menjelaskannya.
"Karena tradisi keluarga"
"Apa?" kening Sakura berkerut. Naruto hanya diam, tapi telinganya terpasang dengan baik.
Sasuke menghela nafas. "Ayah ingin mengangkat Itachi-nii sebagai pimpinan perusahaan Uchiha crop. Tapi sebelumnya, Itachi-nii diharuskan memiliki pendamping hidup."
"Huh! Tradisi macam apa itu? Kuno sekali! Ini kan bukan zaman dulu lagi." ledek Naruto.
"Kau tidak akan tahu pikiran Orang tua zaman sekarang," timpal Sasuke.
"Lalu, Kenapa Hinata yang dipilih?" Sakura kembali bertanya.
"Karena ayahku yang menawarkannya" sahut Hinata yang masih menunduk. Semua tersentak, menoleh ke arah gadis itu. "A-ayahku dan P-paman Fugaku, menjalin hubungan baik sejak dulu. S-sebagai balas budi karena Paman Fugaku pernah membantu bisnis keluarga kami, m-maka Ayahku menawarkan bantuan pad–"
"Dan kau mau menerimanya begitu saja?" potong Naruto dengan nada sinis. Emosi yang mulai dingin kembali memuncak. Entah alasan apa yang membuat Naruto seakan kebakaran jenggot mendengar kabar pertunangan sahabatnya itu yang tinggal menghitung hari. 'Terlalu cepat' batinnya.
Hinata masih menunduk. Enggan menatap mata Naruto yang sekarang tertuju padanya, seolah menuntut jawaban yang jujur darinya.
"Hinata-chan. Kumohon Jawab yang jujur. Sebenarnya kau menolak perjodohan ini kan?" ujar Naruto mencoba dengan nada biasa. Di dalam hati Naruto, dia masih berharap agar Hinata menolak rencana ayahnya.
"A-aku…" Hinata memperat genggamannya pada roknya diatas pahanya. "A-aku tidak ingin… m-menyakiti A-ayahku.." gadis itu menggeleng lemah.
Mata Naruto membulat seketika. Habis sudah rasa kesabarannya. Segala emosi yang tidak menyenangkan sekarang bercampur aduk dalam benaknya. Sungguh, Naruto benci hal ini bisa terjadi.
"Tak bisakah Kau menolaknya Hinata-chan! Kau ini Manusia yang punya hati! Bukan boneka yang seenaknya saja dimainkan oleh Ayahmu! Sadarlah Hinata-chan! Kau itu punya Hak untuk menolaknya!"
"T-tapi… A-aku…" suara Hinata terasa serak, bahunya mulai bergetar.
"Ini bukan main-main Hinata-chan! Aku bisa terima jika kau menolakku kemarin! Tapi hal ini… ini… ini bukan mainan! Ini sebuah perjodohan yang akan menentukan kehidupanmu selanjutnya! Bukan hanya sekedar sepasang kekasih seperti pacaran yang bisa putus kapan saja! Ini perjodohan Hinata-chan! Sesutu yang sangat serius! Tak bisakah kau sekali ini saja. Menolak keinginan Ayahmu yang seenakny–"
'Plak!'
Sasuke dan Sakura tersentak. Mereka tidak menyangka Hinata langsung berdiri dari duduknya dan membungkam mulut Naruto dengan tamparan telak, yang mengenai pipi kiri Naruto.
Naruto lebih tercengang. Ia melihat Hinata yang berdiri di hadapannya itu, sekarang memiliki mata sembab yang menutupi kecantikannnya. Kedua aliran sungai kecil yang bersumber dari sudut mata Hinata, kini membasahi kedua pipinya.
Tangan kanan Hinata, bekas pelaku tamparan tadi, kini bergetar hebat, seirama dengan bibir dan bahunya yang juga gemetar.
"N-naruto-kun… A-aku… AKU TIDAK BISA! M-meski aku maupun kau tahu. Bahwa aku mempunyai orang yang sangat aku sukai, y-yang sangat A-aku cintai sampai detik ini pun! I-itu tidak akan mengubah keputusanku! K-karena a-aku… aku… Aku Lebih Mencintai Ayahku Dari Pada Diriku Sendiri!" seru Hinata. Menjelaskan semua alasannya menerima perjodohan itu. Bukan karena dia takut pada Ayahnya, melainkan karena dia sangat sayang Ayahnya dan tidak ingin membuat beliau kecewa dan sedih.
Gadis Indigo itu mengeluarkan sekuat tenaganya untuk lari dan keluar dari UKS, sembari menghapus air mata yang tidak kunjung berhenti untuk mengalir.
Naruto terpaku sesaat, tersadar akan kesalahan yang sempat ia lakukan. Memaksa Hinata untuk mengikutikehendaknya sendiri. Akhirnya Naruto pun ikut berlari mengejar Hinata. "Hinata-chan!"
Sakura segera berdiri, berniat untuk menyusul kedua temannya. Namun langkahnya terhenti oleh tangan kekar Sasuke yang menggenggam pergelangan tangannya.
"Biarkan Saja"
"Tapi–"
"Mereka bisa menyelesaikannya sendiri" ujar Sasuke.
Sakura berpikir sejenak, kemudian menghela nafas. "Baiklah"
"hn. Lagipula kau masih punya tugas yang belum terselesaikan" Sasuke mengingatkannya sambil menunjuk luka yang tergores di keningnya.
Sakura merucutkan bibirnya. "Huh! Dasar manja!" ledek Sakura yang langsung mendapatkan death glare andalan Uchiha.
Tapi sebenarnya, ucapan Sakura itu ada benarnya. Karena sesosok Sasuke Uchiha yang termasuk cadangan anbu, sesungguhnya sudah biasa mengalami luka kecil seperti itu, atau bisa dibilang dia kebal. Sehingga luka kecil seperti itu sebenarnya tidak terasa sakit.
Satu fakta lagi yang harus diingat. Bahwa Sasuke Uchiha sangat pandai berakting.
'Ini kan kesempatan. Sayang untuk dilewatkan'
Samar-samar terlihat sebuah senyuman tipis pada bungsu Uchiha itu, ketika Sakura berbalik mengambil plaster.
*#~o0o~#*
Naruto mulai kelelahan setelah keliling sekolah untuk mencari Hinata. Ramainya sekolah karena saat ini jam istirahat, sama sekali tidak membantu Naruto. Akhirnya, pemikiran yang paling mudah baru muncul di benak Naruto saat otaknya mulai dingin. Dia belum memeriksa kelasnya sendiri.
Ketika ia sampai di kelas, ia sudah mendapati bangku Hinata kosong oleh tasnya.
"Dia datang, lalu membawa tasnya pergi. Kurasa dia izin pulang karena sakit." terang Tayuya.
'Aku terlambat'
*#~o0o~#*
Pemuda berambut hitam berkuncir satu, memasuki kediaman Uchiha yang tidak lain adalah rumahnya sendiri. Itachi Uchiha.
"Kau terlambat pulang Aniki" sahut Sasuke yang sedang duduk di sofa ruang tengah sembari memainkan buah tomat di tangan kanannya. Melemparnya ke atas lalu menadah kembali tomat kesayangannya itu. Lalu melemparnya lagi dan menadahnya lagi. Berulang-ulang.
"Maaf, tadi ada gangguan kecil di jalanan" ujar Itachi seraya tersenyum.
"Itachi-kun!" Mikoto yang baru datang dari dapur, tersentak melihat keadaan anak sulungnya itu. "Apa yang terjadi denganmu nak?" tanya Mikoto khawatir seraya mendekati Itachi.
Pemuda yang sekarang menggenakan baju lusuh, dan terdapat sobekan di lengan kanannya. Dilengkapi goresan diagonal di pipi kirinya, yang berbekas bercak darah kering. "Tidak apa-apa kok Mam, Aku baik-baik sa– Akh!" pekik Itachi tiba-tiba, ketika ibunya memegang pinggulnya.
Melihat kejanggalan, Mikoto segera mengangkat kaos hitam Itachi. Mata onyx wanita itu membulat saat melihat goresan vertical yang cukup besar melukai perut anaknya itu. "A-a… APANYA YANG BAIK-BAIK SAJA?" histeris Mikoto.
Itachi menutup telinganya dengan kelingkingnya. Sementara Sasuke mulai mendekati dan melihat keadaan kakaknya, malah menyeringai. "Palingan dia habis bersenang-senang dengan preman jalanan" timpal Sasuke santai, lalu menggigit tomatnya.
Mikoto menatap tajam Itachi. "Kau itu baru pulang. sudah membuat ulah lagi hah?"
"Biarkan saja. Namanya juga anak-anak" terdengar suara berat beserta langkah kaki dari ruangan depan. Semua menoleh, melihat Pria paruh baya yang baru saja pulang dari kantornya. Fugaku Uchiha.
"T-tapi.. ini Keterlaluan Fugaku-kun"
"Mikoto-san. Bukankah Itachi pernah mengalami hal yang lebih buruk dari itu. Dia pernah dirawat berhari-hari di rumah sakit karena kakinya hampir patah, tapi dia masih bisa tersenyum. jadi, dia akan baik-baik saja hanya karena luka kecil itu" Fugaku mencoba menenangkan istrinya.
Itachi kembali tersenyum tipis mengingat kejadian beberapa tahun silam. Sementara Sasuke memutar bola matanya bosan. "Ya ya, Dia memang hebat" ujarnya seraya menepuk tangannya malas, seolah mengejek kakaknya.
Mikoto menghela nafas panjang. "Baiklah, kali ini kau kumaafkan. Tapi, coba kau lihat adikmu itu!" pinta Mikoto menunjuk Sasuke. "Hari ini dia terluka di keningnya, dan kau juga di pipi. Apa kata keluarga Hyuuga nanti? Padahal malam ini kita akan mengadakan pertemuan dengan mereka" Mikoto tampak frustasi.
"Maaf Mam," guman Itachi.
"Sudahlah, sebaiknya sekarang aku perban dulu lukamu itu" Mikoto menunjuk perut Itachi, lalu menarik tangannya menuju sofa. "Dan Kau Sasuke-kun. Sebaiknya kau bersiap diri untuk nanti malam. Kita akan makan malam di Restaurant Baratie" pinta Mikoto.
"Mengenai itu, Kalian pergi saja duluan. Karena aku ingin mengajak seseorang, boleh kan mam?" tanya Sasuke.
*#~o0o~#*
"Kenapa kau mengajakku?" tanya Sakura heran.
"Karena hanya kau yang dikenal Ibuku" jawab Sasuke. 'dan hanya kau yang bisa kuharapkan'
Sakura mengerucutkan bibirnya. Ia menatap sinis kepada Sasuke yang sekarang duduk di sampingnya dan mengendarai mobil. Mereka berdua sekarang berada di mobil Sasuke menuju Restaurant Baratie.
"Dan Kenapa kau harus membawaku ke salon sebelumnya?" Sakura lebih kesal dengan penampilannya sekarang, yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. Gadis itu menggenakan dress merah selutut yang indah, dengan bando merah menghiasi rambut merah mudanya yang panjang. Topinya? Sudah disita paksa oleh Sasuke.
"Ini kan pertemuan formal, setidaknya kita harus berpenampilan sopan dari sebelumnya." Sasuke melirik Sakura sebentar yang sekarang sedang menggembungkan pipinya kesal seraya membuang muka ke arah jendela.
Tak butuh waktu lama, mereka tiba. Sasuke segera memarkirkan mobilnya. Lalu keluar dari mobil bersamaan dengan Sakura.
"S-Sasuke-kun" panggil Sakura membuat Sasuke menghentikan langkahnya.
Pemuda berambut raven, yang kini sudah melepas kacamatnya itu, menoleh. Melihat Sakura yang masih saja berdiri di samping mobil.
"Hn? Ada apa lagi?"
"I-ini" Sakura menunjuk kakinya. "Aku tidak terbiasa menggunakan sepatu tinggi ini. Tak bisakah kalau aku menggunakan sandal saja?" pinta Sakura kesal mengutuk sepatu hak tinggi berwarna merah yang dia gunakan.
Sasuke mendengus kesal, lalu mendekati Sakura dan melengkungkan lengan kirinya di hadapan Sakura. "Ayo, biar kubantu kau berjalan" tawar Sasuke.
Sakura yang mengerti maksud Sasuke, agar segera menggandeng lengannya itu. Sempat merona malu. Meskipun awalnya enggan, mau tidak mau, Sakura pun menggandeng lengan Sasuke dengan senang hati(?).
*#~o0o~#*
Naruto memutar-mutar Hpnya dengan bosan. Sejak tadi, hatinya diliputi oleh rasa gundah. Ditambah lagi beberapa menit yang lalu Sasuke menelponnya. 'Malam ini kami akan malam di Restaurant Baratie. Jika kau ingin mengatakan sesuatu pada Hinata, sebaiknya kau juga datang.' Perkataan Sasuke masih jelas tergiang di telinganya.
Naruto menghela nafas, lalu merebahkan dirinya di atas kasurnya. Ia mengangkat hpnya dan melihat lekat layar ponsel bergambar wallpaper dirinya, Hinata, dan Sakura.
"Apa yang harus aku lakukan? Kami-sama?"
Mendadak ponsel yang dia pegang itu berdering bersamaan dengan layarnya yang menampilkan nama seseorang.
'Shion calling'
*#~o0o~#*
~~Hinata's POV~~
Aku meneteskan obat mata pada kedua mataku. Berharap agar mataku yang sembap kembali segar. Aku tidak ingin mereka melihat kesedihanku ini.
Saat ini aku berada di toilet restaurant Baratie, sementara Ayah, Hanabi dan Neji-nii sedang menunggu kedatangan keluarga Uchiha di salah satu meja besar yang sudah mereka pesan. Mungkin keluarga Uchiha sudah datang. Mengingat aku sudah lima menit lebih di dalam toilet.
Aku berdiri di depan wastafel. Melihat penampilanku di cermin. Menggenakan dress imut kesayanganku berwarna lavender yang pernah diberikan oleh Naruto-kun saat ulang tahunku tahun lalu.
Naruto-kun…
Entah apa yang mendorongku untuk menggunakan dress ini di saat acara seperti 'ini'. Padahal, dulu aku ingin menggunakan dress ini hanya saat Naruto-kun melihatku. Mungkin, karena aku merasa akan menggunakan dress ini untuk pertama dan terakhir kalinya…
Ah bodohnya diriku. Kenapa aku malah mengingat lagi kejadian kemarin? Saat bersama dengan Naruto-kun di Disneyland. Mengingat wajah itu lagi… mengingat suara itu lagi… mengingat tawa itu lagi… Mengingat senyum itu lagi…
Ah… sial, mataku basah lagi, hikz…
Naruto-kun…
Naruto-kun…
Naruto-kun…
Maaf…
~~End Hinata's POV~~
Samar-samar terdengar suara isak tangis pilu dari toilet wanita di Restaurant Baratie. Dan Hinata harus menghabiskan waktunya lebih lama lagi untuk menyembuhkan matanya.
*#~o0o~#*
Sasuke mengedarkan pandangannya di sekitar restaurant. Mencoba mencari sosok yang ia kenal. Sampai akhirnya dia melihat lambaian tangan Itachi dari meja panjang yang sudah di isi enam orang. Yakni, Fugaku, Mikoto, Hiashi, Neji, Hanabi, dan Itachi.
Ketika Sasuke mulai berjalan mendekati meja tersebut. Mendadak Sakura menarik lengannya yang ia gandeng. Sasuke menoleh untuk melihat Sakura yang memasang raut wajah terkejut dan tidak menyangka.
"Dia.." guman Sakura membuat Sasuke menaikkan sebelah alisnya.
"Hn?"
"Dia orangnya Sasuke-kun." Sakura menunjuk Itachi.
"Iya, Dia memang kakakku"
"Bukan itu maksudku."
"Lalu?"
"Aku masih mengenali wajahnya. Aku yakin, Dia orangnya. Sahabat Ino-neesan yang pergi ke luar kota. Dan juga sahabat Sai-senpai, Neji-senpai, dan Tenten-senpai"
"Apa?"
*#~o0o~#*
Hinata keluar dari toilet, lalu kembali ke salah satu meja yang sekarang sudah bertambah manusia. Ada tiga orang asing bagi Hinata, dan juga ada Sasuke dan Sakura. 'Sakura juga datang?'
Setelah duduk, mata Hinata melirik Neji. 'Dia juga masih ada' batinnya saat melihat sosok yang berdiri di belakang Neji. Yah, itu adalah sosok Tenten yang hanya bisa dilihat oleh Hinata. Sejak kejadian di rumah sakit tiga hari yang lalu (tenten menangis dan ingin meraih Neji dari belakang), Hinata sudah tidak diganggu lagi dengan suara-suara yang memanggil 'Hyuuga' setiap malamnya. Tapi sebaliknya, setiap Hinata melihat Neji selalu saja ada sosok Tenten yang mengikuti Neji dari belakang. Sampai saat ini.
"Fugaku-sama, Mikoto-sama, dan Itachi-san. Perkenalkan, ini Putriku. Hinata Hyuuga," ujar Hiashi. Dan sesi perkenalan antara keluarga pun dimulai.
*#~o0o~#*
"Aku pikir dia putrimu, Fugaku-sama." Ujar Hiashi seraya melihat Sakura.
"Bukan" jawab Fugaku dingin, ikut melirik Sakura yang sekarang sudah keringat dingin.
'Sial, aku merasa seperti orang asing di sini' batin Sakura.
"Maaf yah Hiashi-sama. Putraku ini sedikit canggung dengan pertemuan seperti ini. Makanya dia mengajak Sakura untuk menemaninya" Mikoto tersenyum. mencoba memberikan pembelaan pada Sakura.
"Padahal ku pikir aku bisa menawarkan Hanabi untuk dijodohkan juga dengan putra bungsumu itu."
Penawaran yang diucapkan Hiashi itu membuat Sakura sweatdrop. 'Apa sih yang dipikirkan ayahnya Hinata ini?'
"Sayang sekali dia sudah memiliki kekasih," tambah Hiashi membuat Sakura terkejut bukan main.
'Apa? Dia pikir aku pacarnya Sasuke-kun?' batin Sakura.
"Iya ya. Sayang sekali" kali ini Sasuke yang duduk di sebelah Sakura angkat bicara. Membuat Sakura menoleh dan melihat Sasuke menyeringai tipis. Akhirnya Sakura mengerti apa tujuan Sasuke mengajaknya ke sini. Menggunakannya sebagai 'tameng' agar tidak ikut terlibat di dalam perjodohan ini.
'Dasar! Pintar sekali kau memanfaatkan temanmu sendiri!' batin Sakura seraya memberikan death glare kepada Sasuke.
"Tapi aku lebih iri dengan aniki. Seandainya saja aku yang dijodohkan dengan Hina– Aaw!" pekik Sasuke tiba-tiba, ketika lengannya dicubit dengan kasar oleh Sakura.
Sasuke menoleh dan meberikan death glare pada Sakura yang membuang muka ke arah lain.
Mikoto tertawa kecil, Fugaku dan Hiashi geleng-geleng kepala. 'Dasar anak-anak' batin mereka kompak.
Hinata memiringkan kepalanya heran. 'Masa sih mereka pacaran?' pikirnya.
Mendadak ponsel Sasuke bergetar, Pemuda raven itu mengambilnya dari saku celana. Lalu melihat pesan yang baru saja masuk
From: Naruto dobe
Aku datang. lima meja dari tempat kalian. Di sudut kanan.
'Apa?' sedikit tidak percaya, Sasuke segera mengedarkan pandangannya untuk membuktikan pesan Naruto.
Dan dia benar.
Mata onyx Sasuke melihat Naruto duduk di meja budar di sudut ruangan berjarak lima meja lain dari tempat Sasuke duduk.
Dan Naruto yang berada di sana tidak sendirian.
.
.
.
Dia bersama Shion….

~~TBC~~

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut