Ini merupakan salinan dari fanfiction.net yang menurut saya bagus ceritanya!!!
Karya : Light of Leviathan PM
Ohayou! Konichiwa! Konbawa!
.
Comeback! Light is back! Dan akhirnya, dengan fict NaruHina lagi!!!
Dozo! I will survive!
Itulah keputusan dadakan yang dibuat Rokudaime-Hokage, dikarenakan sang Hokage bosan dengan tumpukan tugas yang selalu berada di atas mejanya. Bukan karena sang Hokage tidak lagi mencintai Konoha dan melalaikan Konoha…
Justru sebaliknya, keputusan ini dia buat, untuk Konoha.
Kemarin, karena tugasnya cepat selesai, ia mengunjungi Akademi Konoha, di mana, para calon Shinobi itu mengerubunginya lalu memeluknya. Dan mengeluh pada Sang Hokage...
"Hokage-sama, bosaaaaan! Apa ndak ada sehaliii saja untuk kita libul?" Tanya seorang anak saat itu yang berada di pangkuan Naruto. Cadel, karena kecadelannya, anak ini ditertawakan.
Rokudaime meringis senang, sepertinya ide itu sangatlah cemerlang.
"Sip! Besok adalah hari santai! Libur tepatnya… Kalian mau kan? Kita maiiiinnn!" Ajaknya riang. Disambut teriakan histeris kegembiraan dari generasi penerus Konoha.
Sesosok "Ayah" bagi Rokudaime-Hokage, memanggil "Anak"-nya, "Naruto."
"Ya, Iruka-Sensei?"
"Yang tadi kau katakan, hanya untuk menyenangkan mereka kan?"
"Tidak. Buat saja ini jadi hari libur untuk umum juga! Toh, anak-anak ini sangat cerdas! Hahahaha…"
"Jadi kau juga ingin santai, yah?"
"Tepat sekali. Aku kan juga manusiaaa! Bisa jenuh dan bosan juga! Tumpukan Dokumen di meja Hokage kadang-kadang membuatku mual!" Keluh Hokage bermata biru Sapphire cemerlang yang memancarkan kejenakaan, ketampanan dan kebijaksanaan, sekalipun usianya masih terbilang muda.
Iruka menghela napas panjang, disambut tawa dari Shinobi lain yang turut berada di situ.
Sesosok gadis cantik tersenyum lega, jarang ada waktu untuknya mengunjungi "rumah" ibunya. Akhirnya… Besok ia bisa ke sana. Biasanya, ia hanya bercerita, pada bintang. Supaya kisahnya, tersampaikan pada Ibu.
Jadi teringat Rokudaime-sama.
"Mungkin, aku pergi membeli bunga dulu," gumam gadis itu pada diri sendiri. Lalu berbalik pergi dengan hati riang. Ia sudah tidak sabar untuk memesan bunga pada Ino-salah satu sahabatnya.
Tidak ada yang tahu kepergiannya, kecuali satu orang yang merasa aneh, kalau tidak ada gadis itu, dalam suka cita dadakan ini.
"Bunga mawar merah dan putih, sepertinya cu-" tangan kanannya yang ditarik perlahan dan lembut, membuat gumaman-sekali lagi-terhenti, jantungnya serasa melompat. Dan gadis itu tidak sempat melakukan apa-apa.
"Mau pergi kemana, Hinata-chan? Aku belum memberikan izin untuk semua yang mengikutiku boleh bubar kan?"
Intesitas tatapan mata yang menceritakan "Tentang Bintang" padanya itu, lembut dan riang. Mata Amethyst sang gadis sedikit melebar. Tapi, sekali ini saja…
Oh, Kami-sama. Berikan aku kekuatan! Pinta sang gadis cantik dalam hati.
Sang gadis menaruh tangan kirinya yang terkepal ke bawah dagunya. Tangan itu kini mendingin. Biarlah tangan ini mendingin, asal wajah ini tidak memanas, setidaknya, tidak di tempat umum seperti ini.
Dia tersenyum lembut, "mau ke toko bunga."
Satu kalimat jawaban berhasil ia katakan tanpa terbata-bata sama sekali. Ia tidak boleh lemah seperti dulu lagi. Hanya menjadi bahan ejekan untuk para gadis lain, dan ia terlihat cengeng dan merasa dirinya tidak pantas dicintai.
Mata berwarna biru bagai permata itu, bertemu dengan matanya.
"Toko bunga? Ada apa? Kok mau ke toko bunga?" Tangannya yang seputih salju dan masih tertawan, kini digenggam erat-erat oleh Rokudaime-Hokage.
"Dobe, orang mau ke toko bunga, masa' beli ramen?" Sindir Sahabat Rokudaime-Hokage.
Naruto menatap Sahabatnya itu, galak. Tatapan yang selama ini tidak pernah dikeluarkan… Mungkin, jika ada yang jeli, pasti mengerti… Bahwa sebenarnya, tatapan itu keluar, kalau menyangkut…
Gadis yang tangannya sedang ia genggam.
"Kalau itu, aku juga tahu, Teme! Apa bertanya saja tidak boleh?!"
"Tapi jangan pertanyaan bodoh!"
"Memang salah kalau aku bertanya seperti itu?"
Diskusi selesai, saatnya beraksi-pikir anak-anak. Debat itu berhenti, ketika anak-anak yang tadi memeluk Naruto, berhamburan, lari memeluk Hinata… Dan berteriak, dengan suara khas anak-anak yang menggemaskan.
"KAA-CHAN!"
Semua Shinobi matanya mengerjap. Mulut ternganga tanpa kecuali. Siapa yang mereka panggil Kaa-chan? Bukankah sebagian besar dari mereka semua punya orang tua masing-masing?
Anak-Anak itu memeluk Hinata.
Hinata sendiri kaget bukan kepalang, Ada apa ini?
"Waw, Hinata! Anakmu banyak sekali…" Komentar Tenten dan Ino takjub.
"Hei, hei, hei! Anak-anak… Kenapa kalian memanggil Hinata-chan-" teguran Iruka terbawa angin, tidak dipedulikan.
Seorang anak yang tadi duduk dipangkuan Naruto, kini menarik-narik lengan Hinata, "Kaa-chan, kan belum boleh bubar sama Tou-chan! Jadi jangan pergi duluuuuu! Cerita dong, satuuuuuuu saja dongeng untuk kami!"
"Tou-chan?" Gumam semuanya kaget, lalu memandang Naruto.
"Apa kalian lihat-lihat?" Tanya Naruto heran.
"Hei, Baka-dobe. Tahu tidak siapa Tou-chan yang dimaksud anak-anak ini?" Tanya balik Sasuke.
Naruto berpikir, ia mengerti. Tapi, bingung. Entahlah…
"Naruto-sama, Tou-chan itu ya, kamu! Kaa-channya Hinata…" Jawab Sakura, mengira kalau proses loading otak Naruto kini melambat lagi.
Naruto terdiam, mulutnya ternganga, matanya melebar, sampai akhirnya ia tersentak kaget, karena seorang gadis kecil menarik-narik jubahnya.
Senyumnya melebar, "ada apa, sayang?" Naruto berlutut di hadapan gadis kecil itu, lalu menggendongnya dengan sayang.
Sementara itu…
"Panas sekali di sini, semangat masa mudaku terasa menguap!"
"Lee, itu Neji yang kepanasan…"
"Siram saja dia dengan air, Tenten!"
"Diam kalian berdua!" Gerutu Neji.
"Hei, lihat Naruto… Sudah seperti Tou-chan yang sesungguhnya! Manis sekali dengan anak perempuan di gendongannya!" Kata Ino dengan mata berbinar.
"Walaupun berisik minta ampun," komentar Sai tanpa hati.
"Neji, sepertinya-"
"Jangan katakan itu, Tenten!"
"Tapi, apa kau tidak merasa senang kalau Hinata bersama-"
"Ya, tapi… Tidak langsung jadi Suami-istri kan?"
Semua menertawakan Neji yang gusar, lalu memandang ke Naruto lagi. Dan Hinata yang sedang bimbang…
"Tou-chan! Lalan (Baca: larang) Kaa-chan! Jangan dipelbolehkan Kaa-chan pelgi… Tou-chan minta Kaa-chan dongeng dulu buat kita! Ya? Ya? Ya?"
Ugghh! Mana tega membiarkan seorang anak kecil meminta dengan begitu memelas dan memohon? Naruto tertawa senang, setidaknya... Dengan alasan menolong anak-anak…
"Siap laksanakan! Yuk, ke Kaa-chan!"
Naruto menghampiri Hinata yang kini berusaha berbicara pada anak-anak yang memeluknya.
"Oooh~ Naruto mengikuti permainan anak-anak!" Kata Kakashi senang.
Anak-anak melepas pelukannya dari Kaa-chan mereka, sedikit menepi, membiarkan Tou-chan sekaligus Hokage mereka mendekat.
"Ne, Kaa-chan. Kau tidak boleh pergi! Betul anak-anak?"
"YAAAAAAAAAA!"
"Persembahkan satu dongeng dulu, untuk anak-anak, para Jii-san dan Baa-san," terdengar gerutuan dan protes dari banyak orang yang tidak digubris oleh Naruto. Merasa mereka masih muda…
"Dan juga…"
Hinata melemas, oh tidak… Kenapa dia juga membujukku untuk tinggal, Kami-sama?
"Untuk Tou-chan!" Naruto terkekeh senang. Terlihat tampan dan keren di mata Amethyst-nya.
"YAAAAAAAAAAAAAA!" Teriak anak-anak tanda setuju. Lalu menarik-narik Hinata untuk duduk bersama mereka.
"Tou-chan! Kaa-chan kok diam saja? Tou-chan bantu ajak Kaa-chan dong!" Teriak anak-anak.
Naruto menarik-setelah menggenggam erat-erat-tangan Hinata, mengikuti anak-anak. Mendudukkan Hinata di tengah-tengah mereka. Lalu Naruto sendiri duduk di samping Hinata.
Sepertinya aku terkena penyakit yang berhubungan dengan jantung-pikir Hinata. Teriakan menggoda keluar dari Shinobi-shinobi teman Naruto.
Hinata menghela napas panjang, ia kalah total. "Ya sudah. Kalian mau dicerita-"
"Itik buruk rupa!"
"Putri duyung!"
"Baju baru Raja!"
"Malaikat Jatuh!"
"Beauty and the beast!"
Anak-anak berebutan, Hinata menenangkan mereka dengan lembut, dengan manis mereka diam. Sampai akhirnya…
"Sudah, sudah, daripada kalian ribut, lebih baik Tou-chan yang mendongeng! Boleh tidak?"
"YEEEEEEEEE! CERITAAA!"
"Oke, cerita ini, kalian adalah yang kedua… Yang pernah Tou-chan ceritakan!"
"Kok kedua?"
Hening, cengiran sang Hokage hilang, digantikan dengan senyuman lembut bijaksana…
'Kaa-san. Dengannya, seperti Handsome and the beast.'
"Kan yang pertama diceritakan bukan kalian…"
'Kaa-san. Bersamanya, terasa seperti langit dan bumi.'
"Telus, siapa yang beluntung dicelitakan Tou-chan peltama kali?"
'Kaa-san. Dia adalah sosok yang dicintai, dan aku adalah yang terbuang… Aku hanya punya Kaa-san…'
Naruto tersenyum, lalu menoleh ke sosok di sebelahnya. Yang sedang melamun memandangi bumi yang mulai basah akan hujan-entah sejak kapan. Memandangi rinai hujan dengan sendu.
"Kaa-chan."
Hinata merasa ada yang memanggilnya, "I-iya… Kenapa?"
Naruto mendekat ke Hinata, Neji menggigit bibir bawahnya cemas memikirkan hidupnya-mempertanggungjawabkan kewajibannya pada Hiashi, yang laki-laki bersiul menggoda, yang perempuan menjerit histeris.
"Masih ingat, pertemuan pertama kita, Hinata-chan?"
'Tidak akan pernah aku lupakan, karena cerita itulah… Yang membuatku bertemu denganmu. Yang membuatku bisa berhubungan dengan… Kaasan.'
Hinata hanya mengangguk, matanya masih memandang ke arah hujan yang turun dengan anggun.
"Masih ingat 'Tentang Bintang', kan?"
Hinata menutup kedua matanya, tangannya mendingin, karena gugup, "Selalu."
Tante-tante di belakang menjerit histeris-itu menurut anak-anak. Terima kasih banyak pada Shino dan serangganya tercinta, sadap-menyadap telah berhasil. Toh Shino masih sayang nyawa…
Tidak mau mukanya hancur berkat pukulan Ino dan Sakura, ataupun tubuhnya tergores senjata Tenten. Ataupun serangganya diracuni Shizune
"Waktu itu, Tou-chan bermimpi-"
"NARUTO-SAMA~~"
Nada manis yang cukup mengerikan. Naruto menoleh. "Ya?"
"Pinjam Kaa-chan, dooonggg! Bolehkan, Tou-chan?"
Naruto menoleh ke arah Hinata, "kau dipanggil."
Hinata mengerjapkan matanya, lalu mengangguk. Dan berdiri, baru saja Hinata akan menghembuskan napas lega, ketika akhirnya-ia pikir-bisa keluar dari lingkaran anak-anak dan Naruto…
Tapi napasnya seakan berhenti, ketika Naruto menariknya pelan, Hinata menoleh dengan jantung yang seakan berdisco.
"Nanti, kalau sudah selesai, kesini lagi yah?"
"Harus! Kaa-chan harus kesini lagi! Oke?"
Hinata tersenyum pelan, lalu menarik tangannya… "Ya."
Seandainya seorang Hyuuga diberi satu kemampuan lagi, yaitu untuk membaca sebuah senyuman… Maka, Hinata akan langsung menangis, entah karena sedih atau bahagia.
Karena pangeran yang ditakdirkan Kami-sama untuknya…
Pangeran yang selalu melindunginya…
Pangeran yang selalu ada untuknya…
Pangeran yang merubah hidupnya sejak pertama kali mereka bertemu, yang menceritakan satu kisah padanya…
Kini tersenyum sedih nan getir. Hanya karena Putri melepas genggamannya. Untuk sesaat.
"Ceritakan pada kami, tentang pertemuan pertamamu dengan Naruto… Yaah?" Pinta Shizune dengan mata berbinar.
"Hinata kan baiiiikkk! Neji pasti juga ingin tahu…" Puji Tenten, lalu mengerling Neji.
"Atau~ kami tanya langsung pada Naruto?" Tanya Ino tajam-menggoda.
Sakura mendekati Hinata, "cerita doong! Please! Apa dia menyebalkan saat itu?"
Hinata menudukkan kepalanya, merasa sedih…
Kenapa dia selalu dianggap bodoh? Lemah? Berisik-itu memang benar-? Mengganggu? Menyebalkan?
Bukan tidak mau, tapi karena tidak boleh… Padahal ia rindu dengan adik semata wayangnya.
Lari dari Tou-san, yang seolah menganggapnya tidak ada.
Kaki-kaki kecilnya berlari menaiki bukit kecil, terus, menjauh… Tidak ada rasa takut. Yang ada hanya kosong… Hampa, entahlah, ia terlalu bingung. Ketika ia sudah tidak kuat lagi, gadis ini duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon besar yang teduh. Sebuah pemandangan indah terpampang di mata ungu peraknya. Konoha yang berkilau tertimpa sinar matahari pagi.
Angin berhembus, membelai tubuhnya yang lelah, membuat rambut indigo-nya seakan menari bersama angin, dengan kicauan burung sebagai pengiring. Di belakangnya, terdapat sebuah perkebunan buah-ia tidak tahu apa-dan tempat pengembangbiakan burung Merpati.
Tidak ada siapa-siapa lagi…
"Kaa-san…" Bisiknya lirih.
Anak perempuan kecil berambut indigo ini menekuk kakinya serta merapatkannya, lalu menenggelamkan wajahnya di antara dua kakinya… Dan, menangis. Melepaskan air mata yang selama ini selalu ia tahan, selalu ditutupi senyuman sopan…
"Kenapa kamu menangis?"
Suara itu membuatnya tersentak kaget. Lalu mengangkat kepalanya, ternyata, tanpa ia sadari, seseorang sudah duduk di hadapannya. Duduk dekat dengannya. Dia laki-laki, dan pemilik mata Amethyst ini tahu, anak ini yang sering dikucilkan oleh seisi Konoha.
Mereka sama, dalam tempat yang berbeda. "A-aku… Ri-rindu pada Kaa-san…"
Anak itu mengulurkan tangannya yang menggenggam sapu tangan, mengelap air matanya dengan lembut dan tersenyum riang menenangkan. "Kaa-sanmu, ada di mana? Biar aku carikan untukmu…"
"Di-dia, sudah t-tidak ada…"
Senyum anak yang berada di hadapannya memudar, "gomenasai… Hime-sama."
Matanya melebar, apakah anak ini tahu kalau dia adalah seorang…? "Hime-sama? T-tidak apa-apa…"
"Yoroshiku ne, watashi wa Naruto Uzumaki!"
"Hinata… Hyuuga."
"Ne, Hinata-hime, kenapa kau bisa ada di sini?" Tanya Naruto, senyum sudah kembali lagi. Dan Hinata tidak mau, kehilangan… Senyum itu.
"J-jangan panggil aku… D-dengan Hime…"
"Tapi, kau seperti-"
"Tolong… Ya, Naruto-kun?" Hinata bergetar saat mengucapkan nama yang mulai dari saat ini, menjadi penting baginya.
Naruto menghela napas, lalu mengangguk. "Hinata-chan!" Panggilnya.
"N-naruto-kun…"
"Jadi, kenapa Hinata-chan bisa ada di sini?"
"A-aku, k-kabur…"
Dan seterusnya, sambil menangis… Hinata menceritakan semuanya, pada orang yang baru ia kenal. Dan Hinata tahu, kalau Naruto Uzumaki yang berada di depannya adalah…
"Sebentar, Hinata-chan. Kau menceritakan ini padaku, apa kau tidak tahu? Aku ini kan-"
"J-jinchuuriki. Aku tidak peduli dengan siapa aku bercerita, aku percaya… Kau adalah orang yang baik, dan sudah sepantasnya untuk dicintai dan bukan dijauhi… Ya kan, Naruto-kun?"
Naruto terpana, dia yang berada di hadapannya adalah orang pertama… Orang pertama yang mau berdekatan dengannya, setelah Iruka-sensei. Naruto menunduk, tanpa sadar ia sudah menangis… Terharu. Seorang Putri sudi bercerita dan berdekatan dengannya… Ia yang seorang-
"Arigatou gozaimasu, Hinata-hime…" Dan Naruto memeluk Hinata erat-erat. Menangis tanpa suara.
Hinata tersenyum lembut, sekalipun tangannya mendadak mendingin dan jantungnya berdegup kencang. Tapi, Hinata balas memeluk Naruto.
Naruto melepas sebelah tangannya, sedikit menjauhkan diri dari Hinata, "Gomen ne, maaf jadi…"
"Tidak apa-apa… Naruto-kun teman pertama untukku!"
"Hinata-chan juga… Hehehe…"
"Hm… Aku juga rindu pada Kaa-san dan Tou-san, karena aku tidak tahu siapa mereka, di mana mereka berada…"
Hinata hanya mampu berdiam diri mendengarkan Naruto berbicara…
"Tapi, aku pernah bermimpi, dan sepasang suami-istri menggendongku dalam mimpi itu, dan bercerita…" Naruto menarik napas sejenak.
"Jika kita merindukan seseorang, yang sudah tidak ada, maka, saat malam lihatlah bintang… Cahaya bintang yang indah akan membuat kita tenang…" Hinata menatap Naruto lekat-lekat.
"Dan di sana, yang kita rindukan akan menjelma menjadi bintang… Dan bersinar paling terang, karena mereka yang ada di sana, walaupun hanya menjadi bintang… Tapi merekapun merindukan kita."
Naruto menatap Konoha dan empat wajah Hokage yang terpahat sempurna dengan lembut… "Hinata-chan, ini rahasia yah? Jangan menceritakan ini pada siapa-siapa… Oke?"
Tangan kanan itu terulur, Hinata yang melihatnyapun menyambutnya… Jari kelingking mereka saling bertautan. Terikat janji. Burung merpati putih beterbangan… Bersama alam menjadi saksi perjanjian kecil yang indah itu…
"Tentang bintang…" Bisik Naruto lirih.
"Kalau kau percaya bahwa orang yang meninggalkanmu, menjelma menjadi bintang… Percayalah, cerita apapun yang yang ingin kau ceritakan pada bintang, dan hatimu akan menjadi le-"
"DI MANA MONSTER SIALAN ITU? MENGAPA CEPAT SEKALI DIA KABUR?" Suara berat seorang laki-laki memecahkan kesunyian yang indah itu.
"Dia ke arah sini! Tempat ini jadi nista!" Balas seorang laki-laki lagi.
Terdengar derap langkah kaki mendekat, mendadak, Naruto mendekap Hinata, lalu berbisik…
"Maka, kalau kau percaya, orang yang mencintaimu akan menjelma menjadi bintang terindah langit… Sekalipun yang masih hidup."
Terdengar dengusan lelah beberapa orang karena kecapaian dalam memanjat.
"Dan aku, harus menjadi bintang itu."
Naruto melepas dekapannya, lari menyongsong orang-orang yang mengejarnya,lalu melempar bom kertas. Asap yang menimbulkan bau itu berefek buruk-membuat tidur, sampai ke tempat Hinata berada, kesadarannya menipis… Tapi sepintas sebelum gelap menyelimutinya… Tubuhnya meringan, dan diangkat oleh sesuatu.
"Gomenasai, arigatou gozaimasu, ore no Hime." (1)
Bisikan merdu itu, adalah yang terakhir yang ia dengar…
'Arigatou, ouji-sama.' (2)
Anak-anak terpekik kagum, karena Naruto bercerita tidak saat ia bersama dengan tuan Putrinya. Sahabat-sahabat Hinata, menangis sedih… Begitu pula Shinobi-shinobi lain, karena mereka menyesal…
Dari awalpun mereka tidak mengerti sosok yang sebenarnya indah itu.
Mungkin, jika rakyat yang mendengar cerita dari Hinata, pasti akan langsung bersujud di kaki Naruto…
Hinata menghela napas… 'Kaa-san, salahkah aku bercerita seperti ini pada mereka?'
Di saat Hinata ingin mencari penenang, mata Amethyst-nya bertemu pandang dengan mata Sapphire Naruto.
Naruto tersenyum lalu menggumam pelan saat bertemu pandang dengannya, senyumnya mempunyai arti…
"Waiting me, please. My Princess."
Karya : Light of Leviathan PM
Ohayou! Konichiwa! Konbawa!
.
Comeback! Light is back! Dan akhirnya, dengan fict NaruHina lagi!!!
Dozo! I will survive!
Pairing:
NaruHina
Rate:
T, tidak
ada adegan berbahaya di fict ini!
Disclaimer:
Mbah
Masashi Kishimoto yang selalu ikut Light puja sekaligus kutuk!
Warning:
Canon
verse. OOCness! GAJEness! Romanticness, tapi harus diragukan
keromantisannya! Typo, salah-salah yang kentara, dan keanehan
lainnya!
Italic:
poetry, may be? I don't think so… T__T
Bold:
Hinata's POV, with her mother.
.
Have a
nice read! ^__~
.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
Kaa-san,
apa kabar?
Kutitipkan
helaian kelopak bunga mawar ini pada angin…
Untuk
kusampaikan padamu…
Agar
kau selalu bahagia…
Dimanapun
kini, kau berada.
________________________________________________________________________
A Naruto
fanfiction, special fict for The Darks Onyx and GreenYupiCandy-Chan,
Tentang
Bintang
By :
Light-Sapphire-Chan
________________________________________________________________________
Hari ini, adalah hari
santai.Itulah keputusan dadakan yang dibuat Rokudaime-Hokage, dikarenakan sang Hokage bosan dengan tumpukan tugas yang selalu berada di atas mejanya. Bukan karena sang Hokage tidak lagi mencintai Konoha dan melalaikan Konoha…
Justru sebaliknya, keputusan ini dia buat, untuk Konoha.
Kemarin, karena tugasnya cepat selesai, ia mengunjungi Akademi Konoha, di mana, para calon Shinobi itu mengerubunginya lalu memeluknya. Dan mengeluh pada Sang Hokage...
"Hokage-sama, bosaaaaan! Apa ndak ada sehaliii saja untuk kita libul?" Tanya seorang anak saat itu yang berada di pangkuan Naruto. Cadel, karena kecadelannya, anak ini ditertawakan.
Rokudaime meringis senang, sepertinya ide itu sangatlah cemerlang.
"Sip! Besok adalah hari santai! Libur tepatnya… Kalian mau kan? Kita maiiiinnn!" Ajaknya riang. Disambut teriakan histeris kegembiraan dari generasi penerus Konoha.
Sesosok "Ayah" bagi Rokudaime-Hokage, memanggil "Anak"-nya, "Naruto."
"Ya, Iruka-Sensei?"
"Yang tadi kau katakan, hanya untuk menyenangkan mereka kan?"
"Tidak. Buat saja ini jadi hari libur untuk umum juga! Toh, anak-anak ini sangat cerdas! Hahahaha…"
"Jadi kau juga ingin santai, yah?"
"Tepat sekali. Aku kan juga manusiaaa! Bisa jenuh dan bosan juga! Tumpukan Dokumen di meja Hokage kadang-kadang membuatku mual!" Keluh Hokage bermata biru Sapphire cemerlang yang memancarkan kejenakaan, ketampanan dan kebijaksanaan, sekalipun usianya masih terbilang muda.
Iruka menghela napas panjang, disambut tawa dari Shinobi lain yang turut berada di situ.
Sesosok gadis cantik tersenyum lega, jarang ada waktu untuknya mengunjungi "rumah" ibunya. Akhirnya… Besok ia bisa ke sana. Biasanya, ia hanya bercerita, pada bintang. Supaya kisahnya, tersampaikan pada Ibu.
Jadi teringat Rokudaime-sama.
"Mungkin, aku pergi membeli bunga dulu," gumam gadis itu pada diri sendiri. Lalu berbalik pergi dengan hati riang. Ia sudah tidak sabar untuk memesan bunga pada Ino-salah satu sahabatnya.
Tidak ada yang tahu kepergiannya, kecuali satu orang yang merasa aneh, kalau tidak ada gadis itu, dalam suka cita dadakan ini.
"Bunga mawar merah dan putih, sepertinya cu-" tangan kanannya yang ditarik perlahan dan lembut, membuat gumaman-sekali lagi-terhenti, jantungnya serasa melompat. Dan gadis itu tidak sempat melakukan apa-apa.
"Mau pergi kemana, Hinata-chan? Aku belum memberikan izin untuk semua yang mengikutiku boleh bubar kan?"
Intesitas tatapan mata yang menceritakan "Tentang Bintang" padanya itu, lembut dan riang. Mata Amethyst sang gadis sedikit melebar. Tapi, sekali ini saja…
Oh, Kami-sama. Berikan aku kekuatan! Pinta sang gadis cantik dalam hati.
Sang gadis menaruh tangan kirinya yang terkepal ke bawah dagunya. Tangan itu kini mendingin. Biarlah tangan ini mendingin, asal wajah ini tidak memanas, setidaknya, tidak di tempat umum seperti ini.
Dia tersenyum lembut, "mau ke toko bunga."
Satu kalimat jawaban berhasil ia katakan tanpa terbata-bata sama sekali. Ia tidak boleh lemah seperti dulu lagi. Hanya menjadi bahan ejekan untuk para gadis lain, dan ia terlihat cengeng dan merasa dirinya tidak pantas dicintai.
Mata berwarna biru bagai permata itu, bertemu dengan matanya.
"Toko bunga? Ada apa? Kok mau ke toko bunga?" Tangannya yang seputih salju dan masih tertawan, kini digenggam erat-erat oleh Rokudaime-Hokage.
"Dobe, orang mau ke toko bunga, masa' beli ramen?" Sindir Sahabat Rokudaime-Hokage.
Naruto menatap Sahabatnya itu, galak. Tatapan yang selama ini tidak pernah dikeluarkan… Mungkin, jika ada yang jeli, pasti mengerti… Bahwa sebenarnya, tatapan itu keluar, kalau menyangkut…
Gadis yang tangannya sedang ia genggam.
"Kalau itu, aku juga tahu, Teme! Apa bertanya saja tidak boleh?!"
"Tapi jangan pertanyaan bodoh!"
"Memang salah kalau aku bertanya seperti itu?"
Diskusi selesai, saatnya beraksi-pikir anak-anak. Debat itu berhenti, ketika anak-anak yang tadi memeluk Naruto, berhamburan, lari memeluk Hinata… Dan berteriak, dengan suara khas anak-anak yang menggemaskan.
"KAA-CHAN!"
Semua Shinobi matanya mengerjap. Mulut ternganga tanpa kecuali. Siapa yang mereka panggil Kaa-chan? Bukankah sebagian besar dari mereka semua punya orang tua masing-masing?
Anak-Anak itu memeluk Hinata.
Hinata sendiri kaget bukan kepalang, Ada apa ini?
"Waw, Hinata! Anakmu banyak sekali…" Komentar Tenten dan Ino takjub.
"Hei, hei, hei! Anak-anak… Kenapa kalian memanggil Hinata-chan-" teguran Iruka terbawa angin, tidak dipedulikan.
Seorang anak yang tadi duduk dipangkuan Naruto, kini menarik-narik lengan Hinata, "Kaa-chan, kan belum boleh bubar sama Tou-chan! Jadi jangan pergi duluuuuu! Cerita dong, satuuuuuuu saja dongeng untuk kami!"
"Tou-chan?" Gumam semuanya kaget, lalu memandang Naruto.
"Apa kalian lihat-lihat?" Tanya Naruto heran.
"Hei, Baka-dobe. Tahu tidak siapa Tou-chan yang dimaksud anak-anak ini?" Tanya balik Sasuke.
Naruto berpikir, ia mengerti. Tapi, bingung. Entahlah…
"Naruto-sama, Tou-chan itu ya, kamu! Kaa-channya Hinata…" Jawab Sakura, mengira kalau proses loading otak Naruto kini melambat lagi.
Naruto terdiam, mulutnya ternganga, matanya melebar, sampai akhirnya ia tersentak kaget, karena seorang gadis kecil menarik-narik jubahnya.
Senyumnya melebar, "ada apa, sayang?" Naruto berlutut di hadapan gadis kecil itu, lalu menggendongnya dengan sayang.
Sementara itu…
"Panas sekali di sini, semangat masa mudaku terasa menguap!"
"Lee, itu Neji yang kepanasan…"
"Siram saja dia dengan air, Tenten!"
"Diam kalian berdua!" Gerutu Neji.
"Hei, lihat Naruto… Sudah seperti Tou-chan yang sesungguhnya! Manis sekali dengan anak perempuan di gendongannya!" Kata Ino dengan mata berbinar.
"Walaupun berisik minta ampun," komentar Sai tanpa hati.
"Neji, sepertinya-"
"Jangan katakan itu, Tenten!"
"Tapi, apa kau tidak merasa senang kalau Hinata bersama-"
"Ya, tapi… Tidak langsung jadi Suami-istri kan?"
Semua menertawakan Neji yang gusar, lalu memandang ke Naruto lagi. Dan Hinata yang sedang bimbang…
"Tou-chan! Lalan (Baca: larang) Kaa-chan! Jangan dipelbolehkan Kaa-chan pelgi… Tou-chan minta Kaa-chan dongeng dulu buat kita! Ya? Ya? Ya?"
Ugghh! Mana tega membiarkan seorang anak kecil meminta dengan begitu memelas dan memohon? Naruto tertawa senang, setidaknya... Dengan alasan menolong anak-anak…
"Siap laksanakan! Yuk, ke Kaa-chan!"
Naruto menghampiri Hinata yang kini berusaha berbicara pada anak-anak yang memeluknya.
"Oooh~ Naruto mengikuti permainan anak-anak!" Kata Kakashi senang.
Anak-anak melepas pelukannya dari Kaa-chan mereka, sedikit menepi, membiarkan Tou-chan sekaligus Hokage mereka mendekat.
"Ne, Kaa-chan. Kau tidak boleh pergi! Betul anak-anak?"
"YAAAAAAAAAA!"
"Persembahkan satu dongeng dulu, untuk anak-anak, para Jii-san dan Baa-san," terdengar gerutuan dan protes dari banyak orang yang tidak digubris oleh Naruto. Merasa mereka masih muda…
"Dan juga…"
Hinata melemas, oh tidak… Kenapa dia juga membujukku untuk tinggal, Kami-sama?
"Untuk Tou-chan!" Naruto terkekeh senang. Terlihat tampan dan keren di mata Amethyst-nya.
"YAAAAAAAAAAAAAA!" Teriak anak-anak tanda setuju. Lalu menarik-narik Hinata untuk duduk bersama mereka.
"Tou-chan! Kaa-chan kok diam saja? Tou-chan bantu ajak Kaa-chan dong!" Teriak anak-anak.
Naruto menarik-setelah menggenggam erat-erat-tangan Hinata, mengikuti anak-anak. Mendudukkan Hinata di tengah-tengah mereka. Lalu Naruto sendiri duduk di samping Hinata.
Sepertinya aku terkena penyakit yang berhubungan dengan jantung-pikir Hinata. Teriakan menggoda keluar dari Shinobi-shinobi teman Naruto.
Hinata menghela napas panjang, ia kalah total. "Ya sudah. Kalian mau dicerita-"
"Itik buruk rupa!"
"Putri duyung!"
"Baju baru Raja!"
"Malaikat Jatuh!"
"Beauty and the beast!"
Anak-anak berebutan, Hinata menenangkan mereka dengan lembut, dengan manis mereka diam. Sampai akhirnya…
"Sudah, sudah, daripada kalian ribut, lebih baik Tou-chan yang mendongeng! Boleh tidak?"
"YEEEEEEEEE! CERITAAA!"
"Oke, cerita ini, kalian adalah yang kedua… Yang pernah Tou-chan ceritakan!"
"Kok kedua?"
Hening, cengiran sang Hokage hilang, digantikan dengan senyuman lembut bijaksana…
'Kaa-san. Dengannya, seperti Handsome and the beast.'
"Kan yang pertama diceritakan bukan kalian…"
'Kaa-san. Bersamanya, terasa seperti langit dan bumi.'
"Telus, siapa yang beluntung dicelitakan Tou-chan peltama kali?"
'Kaa-san. Dia adalah sosok yang dicintai, dan aku adalah yang terbuang… Aku hanya punya Kaa-san…'
Naruto tersenyum, lalu menoleh ke sosok di sebelahnya. Yang sedang melamun memandangi bumi yang mulai basah akan hujan-entah sejak kapan. Memandangi rinai hujan dengan sendu.
"Kaa-chan."
Hinata merasa ada yang memanggilnya, "I-iya… Kenapa?"
Naruto mendekat ke Hinata, Neji menggigit bibir bawahnya cemas memikirkan hidupnya-mempertanggungjawabkan kewajibannya pada Hiashi, yang laki-laki bersiul menggoda, yang perempuan menjerit histeris.
"Masih ingat, pertemuan pertama kita, Hinata-chan?"
'Tidak akan pernah aku lupakan, karena cerita itulah… Yang membuatku bertemu denganmu. Yang membuatku bisa berhubungan dengan… Kaasan.'
Hinata hanya mengangguk, matanya masih memandang ke arah hujan yang turun dengan anggun.
"Masih ingat 'Tentang Bintang', kan?"
Hinata menutup kedua matanya, tangannya mendingin, karena gugup, "Selalu."
Tante-tante di belakang menjerit histeris-itu menurut anak-anak. Terima kasih banyak pada Shino dan serangganya tercinta, sadap-menyadap telah berhasil. Toh Shino masih sayang nyawa…
Tidak mau mukanya hancur berkat pukulan Ino dan Sakura, ataupun tubuhnya tergores senjata Tenten. Ataupun serangganya diracuni Shizune
"Waktu itu, Tou-chan bermimpi-"
"NARUTO-SAMA~~"
Nada manis yang cukup mengerikan. Naruto menoleh. "Ya?"
"Pinjam Kaa-chan, dooonggg! Bolehkan, Tou-chan?"
Naruto menoleh ke arah Hinata, "kau dipanggil."
Hinata mengerjapkan matanya, lalu mengangguk. Dan berdiri, baru saja Hinata akan menghembuskan napas lega, ketika akhirnya-ia pikir-bisa keluar dari lingkaran anak-anak dan Naruto…
Tapi napasnya seakan berhenti, ketika Naruto menariknya pelan, Hinata menoleh dengan jantung yang seakan berdisco.
"Nanti, kalau sudah selesai, kesini lagi yah?"
"Harus! Kaa-chan harus kesini lagi! Oke?"
Hinata tersenyum pelan, lalu menarik tangannya… "Ya."
Seandainya seorang Hyuuga diberi satu kemampuan lagi, yaitu untuk membaca sebuah senyuman… Maka, Hinata akan langsung menangis, entah karena sedih atau bahagia.
Karena pangeran yang ditakdirkan Kami-sama untuknya…
Pangeran yang selalu melindunginya…
Pangeran yang selalu ada untuknya…
Pangeran yang merubah hidupnya sejak pertama kali mereka bertemu, yang menceritakan satu kisah padanya…
Kini tersenyum sedih nan getir. Hanya karena Putri melepas genggamannya. Untuk sesaat.
#~**~#
Naruto and
Hinata
#~**~#
Hinata mendudukkan diri
di depan Sahabat-sahabatnya dan Shizune. Pasrah, ia sudah mempunya
firasat buruk…"Ceritakan pada kami, tentang pertemuan pertamamu dengan Naruto… Yaah?" Pinta Shizune dengan mata berbinar.
"Hinata kan baiiiikkk! Neji pasti juga ingin tahu…" Puji Tenten, lalu mengerling Neji.
"Atau~ kami tanya langsung pada Naruto?" Tanya Ino tajam-menggoda.
Sakura mendekati Hinata, "cerita doong! Please! Apa dia menyebalkan saat itu?"
Hinata menudukkan kepalanya, merasa sedih…
Kenapa dia selalu dianggap bodoh? Lemah? Berisik-itu memang benar-? Mengganggu? Menyebalkan?
#~**~#
Karena
hanya kau…
Yang
melihat kilau cahaya.
Yang
berpendar bagai mutiara.
Ketika
mutiara itu terpendam dalam Lumpur.
Kau
yang pertama menyadari indah cahayanya.
Dan
jatuh dalam pesona sang Mutiara.
#~**~#
Sesosok gadis kecil
berlari kabur dari Akademi, ia tidak mau ke akademi. Karena di sana,
ia akan bertemu dengan Neji Nii-san yang membencinya. Karena ia akan
bertemu dengan Imuoto-nya, Hanabi…Bukan tidak mau, tapi karena tidak boleh… Padahal ia rindu dengan adik semata wayangnya.
Lari dari Tou-san, yang seolah menganggapnya tidak ada.
Kaki-kaki kecilnya berlari menaiki bukit kecil, terus, menjauh… Tidak ada rasa takut. Yang ada hanya kosong… Hampa, entahlah, ia terlalu bingung. Ketika ia sudah tidak kuat lagi, gadis ini duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon besar yang teduh. Sebuah pemandangan indah terpampang di mata ungu peraknya. Konoha yang berkilau tertimpa sinar matahari pagi.
Angin berhembus, membelai tubuhnya yang lelah, membuat rambut indigo-nya seakan menari bersama angin, dengan kicauan burung sebagai pengiring. Di belakangnya, terdapat sebuah perkebunan buah-ia tidak tahu apa-dan tempat pengembangbiakan burung Merpati.
Tidak ada siapa-siapa lagi…
"Kaa-san…" Bisiknya lirih.
Anak perempuan kecil berambut indigo ini menekuk kakinya serta merapatkannya, lalu menenggelamkan wajahnya di antara dua kakinya… Dan, menangis. Melepaskan air mata yang selama ini selalu ia tahan, selalu ditutupi senyuman sopan…
"Kenapa kamu menangis?"
Suara itu membuatnya tersentak kaget. Lalu mengangkat kepalanya, ternyata, tanpa ia sadari, seseorang sudah duduk di hadapannya. Duduk dekat dengannya. Dia laki-laki, dan pemilik mata Amethyst ini tahu, anak ini yang sering dikucilkan oleh seisi Konoha.
Mereka sama, dalam tempat yang berbeda. "A-aku… Ri-rindu pada Kaa-san…"
Anak itu mengulurkan tangannya yang menggenggam sapu tangan, mengelap air matanya dengan lembut dan tersenyum riang menenangkan. "Kaa-sanmu, ada di mana? Biar aku carikan untukmu…"
"Di-dia, sudah t-tidak ada…"
Senyum anak yang berada di hadapannya memudar, "gomenasai… Hime-sama."
Matanya melebar, apakah anak ini tahu kalau dia adalah seorang…? "Hime-sama? T-tidak apa-apa…"
"Yoroshiku ne, watashi wa Naruto Uzumaki!"
"Hinata… Hyuuga."
"Ne, Hinata-hime, kenapa kau bisa ada di sini?" Tanya Naruto, senyum sudah kembali lagi. Dan Hinata tidak mau, kehilangan… Senyum itu.
"J-jangan panggil aku… D-dengan Hime…"
"Tapi, kau seperti-"
"Tolong… Ya, Naruto-kun?" Hinata bergetar saat mengucapkan nama yang mulai dari saat ini, menjadi penting baginya.
Naruto menghela napas, lalu mengangguk. "Hinata-chan!" Panggilnya.
"N-naruto-kun…"
"Jadi, kenapa Hinata-chan bisa ada di sini?"
"A-aku, k-kabur…"
Dan seterusnya, sambil menangis… Hinata menceritakan semuanya, pada orang yang baru ia kenal. Dan Hinata tahu, kalau Naruto Uzumaki yang berada di depannya adalah…
"Sebentar, Hinata-chan. Kau menceritakan ini padaku, apa kau tidak tahu? Aku ini kan-"
"J-jinchuuriki. Aku tidak peduli dengan siapa aku bercerita, aku percaya… Kau adalah orang yang baik, dan sudah sepantasnya untuk dicintai dan bukan dijauhi… Ya kan, Naruto-kun?"
Naruto terpana, dia yang berada di hadapannya adalah orang pertama… Orang pertama yang mau berdekatan dengannya, setelah Iruka-sensei. Naruto menunduk, tanpa sadar ia sudah menangis… Terharu. Seorang Putri sudi bercerita dan berdekatan dengannya… Ia yang seorang-
"Arigatou gozaimasu, Hinata-hime…" Dan Naruto memeluk Hinata erat-erat. Menangis tanpa suara.
Hinata tersenyum lembut, sekalipun tangannya mendadak mendingin dan jantungnya berdegup kencang. Tapi, Hinata balas memeluk Naruto.
Naruto melepas sebelah tangannya, sedikit menjauhkan diri dari Hinata, "Gomen ne, maaf jadi…"
"Tidak apa-apa… Naruto-kun teman pertama untukku!"
"Hinata-chan juga… Hehehe…"
"Hm… Aku juga rindu pada Kaa-san dan Tou-san, karena aku tidak tahu siapa mereka, di mana mereka berada…"
Hinata hanya mampu berdiam diri mendengarkan Naruto berbicara…
"Tapi, aku pernah bermimpi, dan sepasang suami-istri menggendongku dalam mimpi itu, dan bercerita…" Naruto menarik napas sejenak.
"Jika kita merindukan seseorang, yang sudah tidak ada, maka, saat malam lihatlah bintang… Cahaya bintang yang indah akan membuat kita tenang…" Hinata menatap Naruto lekat-lekat.
"Dan di sana, yang kita rindukan akan menjelma menjadi bintang… Dan bersinar paling terang, karena mereka yang ada di sana, walaupun hanya menjadi bintang… Tapi merekapun merindukan kita."
Naruto menatap Konoha dan empat wajah Hokage yang terpahat sempurna dengan lembut… "Hinata-chan, ini rahasia yah? Jangan menceritakan ini pada siapa-siapa… Oke?"
Tangan kanan itu terulur, Hinata yang melihatnyapun menyambutnya… Jari kelingking mereka saling bertautan. Terikat janji. Burung merpati putih beterbangan… Bersama alam menjadi saksi perjanjian kecil yang indah itu…
"Tentang bintang…" Bisik Naruto lirih.
"Kalau kau percaya bahwa orang yang meninggalkanmu, menjelma menjadi bintang… Percayalah, cerita apapun yang yang ingin kau ceritakan pada bintang, dan hatimu akan menjadi le-"
"DI MANA MONSTER SIALAN ITU? MENGAPA CEPAT SEKALI DIA KABUR?" Suara berat seorang laki-laki memecahkan kesunyian yang indah itu.
"Dia ke arah sini! Tempat ini jadi nista!" Balas seorang laki-laki lagi.
Terdengar derap langkah kaki mendekat, mendadak, Naruto mendekap Hinata, lalu berbisik…
"Maka, kalau kau percaya, orang yang mencintaimu akan menjelma menjadi bintang terindah langit… Sekalipun yang masih hidup."
Terdengar dengusan lelah beberapa orang karena kecapaian dalam memanjat.
"Dan aku, harus menjadi bintang itu."
Naruto melepas dekapannya, lari menyongsong orang-orang yang mengejarnya,lalu melempar bom kertas. Asap yang menimbulkan bau itu berefek buruk-membuat tidur, sampai ke tempat Hinata berada, kesadarannya menipis… Tapi sepintas sebelum gelap menyelimutinya… Tubuhnya meringan, dan diangkat oleh sesuatu.
"Gomenasai, arigatou gozaimasu, ore no Hime." (1)
Bisikan merdu itu, adalah yang terakhir yang ia dengar…
'Arigatou, ouji-sama.' (2)
#~**~#
Kau
bertemu dengan setangkai bunga…
Begitu
indah, berdiri tegar.
Harum
sang bunga, ingin selalu kau cium.
Indahnya,
ingin selalu kau lihat.
Harumnya
menenangkan hatimu.
Senyumnya
membuatmu tersenyum.
Tawanya
bagai senandung merdu di atas awan.
Dan dia
menyentuh cintamu…
Dengan
lembut.
Hanya
satu warna tapi menjadi sejuta warna.
#~**~#
Naruto selesai
bercerita, begitu pula Hinata.Anak-anak terpekik kagum, karena Naruto bercerita tidak saat ia bersama dengan tuan Putrinya. Sahabat-sahabat Hinata, menangis sedih… Begitu pula Shinobi-shinobi lain, karena mereka menyesal…
Dari awalpun mereka tidak mengerti sosok yang sebenarnya indah itu.
Mungkin, jika rakyat yang mendengar cerita dari Hinata, pasti akan langsung bersujud di kaki Naruto…
Hinata menghela napas… 'Kaa-san, salahkah aku bercerita seperti ini pada mereka?'
Di saat Hinata ingin mencari penenang, mata Amethyst-nya bertemu pandang dengan mata Sapphire Naruto.
Naruto tersenyum lalu menggumam pelan saat bertemu pandang dengannya, senyumnya mempunyai arti…
"Waiting me, please. My Princess."
#~**~#
Bintang…
Kau
telah melihat.
Dua
hati yang telah terhubung, berbicara menyampaikan…
Seuntai
kata yang tak bisa disampaikan.
Mereka
tak bisa saling mengungkapkan.
Tapi
kau percaya.
Bahwa
mereka akan bersatu.
Menjadi
setitik kilau indah mengagumkan.
Seperti
sinarmu.
#~**~#
.
To Be
Continued
.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
0 komentar:
Posting Komentar