Pairing:
Naruto X Hinata
Rate:
T, tidak ada adegan berbahaya di fict ini!
Disclaimer:
Mbah Masashi Kishimoto yang selalu ikut Light puja sekaligus gemess!
Warning:
Canon
verse. OOCness! GAJEness! Romanticness, tapi harus diragukan
keromantisannya! Alur yang berganti-ganti antara maju dan mundur. Typo,
salah-salah yang kentara, dan keanehan lainnya!
Italic: poetry, may be? I don't think so… T__T
Bold: Hinata's POV, with her mother.
Rasanya, hampir gak ada poetry di chapter ini!
.
Have a nice read! ^__~
.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
Benci.
Dulu ia membenci malam.
Karena ia takut gelap akan menelannya.
Dulu ia tidak menyukai bintang.
Karena kerlap-kerlip indahnya seakan mengejek dirinya.
Dulu ia menyimpan iri pada bulan.
Karena sinar sang permata malam selalu dikagumi.
Sedangkan ia?
#~**~#
Hari Tragedi Naruto dan Hinata
7 Juli
Untuk semua NaruHina Lovers,
Ikutlah berpartisipasi! ^__~
#~**~#
Suara
pintu kamarnya yang diketuk, membuat Hinata, gadis kecil berumur tujuh
tahun tersebut cepat-cepat membereskan segala peralatannya untuk belajar
di Akademi. Lalu menyembunyikannya di kolong tempat tidur."Hinata-sama, apa yang sedang kau lakukan?"
Suara sang kakak sepupu, yang terdengar datar seakan membuat gendang telinganya berdengung, dinginnya seolah membuat tulang-tulangnya ngilu. Nada tajam dan ketidaksukaan yang kentara sekali terdengar membuatnya bergetar. Tapi ia harus tegar…
Hinata bergegas membuka pintu. Terpampanglah muka sang Kakak yang sebenarnya ia sayangi. Tapi sang Kakak membencinya. Hinata tidak bodoh, ia paham sebab-sebab mengapa Kakak Sepupunya itu membencinya.
"Konbawa, Neji Nii-san. Aku… Hanya berdiam diri, dari tadi."
Ya, dengan setumpuk buku dan peralatan Shinobi lainnya yang kini mendekam di bawah kasurnya.
"Dari pada diam, lebih baik kau belajar," Neji berbalik, memunggungi Hinata lalu berjalan pergi menuruni tangga.
"Kau ditunggu Hiashi-sama, di ruang keluarga," suara Neji membuyarkan lamunan Hinata.
Hinata mengelap matanya yang entah sejak kapan basah dengan punggung lengannya. Lalu cepat-cepat turun ke bawah. Membuat Tou-sannya marah karena lama menunggu adalah hal yang tidak baik. Berakibat buruk baginya.
Tak perlu waktu lama untuk Hinata sampai di ruang keluarga. Pintu geser yang menghadap taman terbuka. Menampilkan taman yang indah dengan berbagai macam bunga dan tanaman. Dipercantik dengan air mancur yang terdapat di tengah-tengah taman. Percikan airnya berkilau tertimpa sinar bulan.
"Duduk, di sebelah Hanabi, Hinata," kata Hiashi datar.
Tanpa kata-kata, Hinata duduk di sebelah Hanabi dengan kepala tertunduk. Tanpa Hinata sadari, itu memunculkan pandangan iba dari Hanabi dan senyuman puas mengerikan, baik dari Neji maupun Hiashi.
Mereka pikir, Hinata masih membenci malam, masih tidak menyukai bintang, dan bulan… Mereka tidak dapat melihat ekspressi Hinata, karena rambut sang gadis jatuh teruntai ke bawah membuat wajahnya tertutupi.
Dari sela-sela rambut yang menghalangi pandangannya, Hinata melihat sang adik menyiapkan segelas Ocha hangat untuknya. Hinata mengangkat kepalanya, tanpa ia sadari, ia tersenyum. "Arigatou gozaimasu, Hanabi-chan…"
Suara pelan itu tersaput angin malam, tidak terdengar baik dari Hiashi maupun Neji. Keduanya sibuk berbicara dengan kaku nan datar.
Hanabi diikutsertakan oleh sang Ayah dan Kakak. Tidak dengan gadis satu ini. Karena sedari tadi, ia hanya menunduk, menyembunyikan sebuah senyum yang dikira menahan air mata.
Kaa-san, o genki? Aku rindu pada Kaa-san…
Ketika tidak ada lagi yang memerhatikannya, Hinata menatap sebuah bintang yang bersinar paling terang kala itu. Lalu mulai bersuara dalam hati, berharap beban perasaannya terlepaskan…
Aku baru tahu cara bercerita pada Kaa-san… Kaa-san suka apa? Maukah datang ke mimpiku malam ini dan memberitahukan kesukaanmu?
Sinar bintang itu menyusut, lalu bersinar lagi. Dan Hinata menarik napas pelan serta lega.
Aku bertemu seseorang tadi, Kaa-san! Dia baik sekali… Dia dan aku sama, dalam tempat yang berbeda. Sendiri… Tapi dia begitu kuat! Aku ingin sepertinya… Aku tidak boleh lemah!
Hinata kini berdiri dan melangkah menuju taman tanpa alas kaki. Membiarkan kaki putihnya merasakan sejuknya rerumputan sehabis hujan di sore tadi. Menuju ke sebuah bangku panjang berwarna putih dengan simbol-simbol rumit klan Hyuuga. Dan mendudukkan diri di situ.
Dia bercerita padaku Tentang Bintang, Kaa-san. Dia memelukku, melindungiku dari orang-orang jahat dan… Aku dibawanya ke sebuah padang rumput di atas bukit yang sangat hijau. Menidurkanku. Dan meninggalkanku…
Hinata terus mendongak dan menatap langit malam tanpa bersuara.
Aku harap, aku bisa bertemu dengannya lagi… Dan mengetahui arti katanya waktu itu, "Dan aku harus menjadi bintang itu."… Kaa-san, aku sudah mengantuk… Oyasuminasai…
Hinata berdiri, lalu masuk ke ruang duduk dan membungkukkan badannya tanda permisi, lalu masuk ke kamarnya dan bergelung bersama selimut dengan senyum damai. Tanpa mengetahui bahwa tiga tumpuk kepala mengintipnya dari pintu kamarnya… Neji paling bawah, Hiashi, dan yang paling atas adalah Hanabi.
"Oyasuminasai… Ouji-sama." Gumam Hinata yang setelahnya benar-benar jatuh tertidur.
Ketiganya berpandangan dengan heran. Walaupun pelan, karena heningnya malam, mereka mendengar apa yang tadi Hinata ucapkan.
Siapakah Ouji-sama yang Hinata sebut tadi?
#~**~#
"Aku rindu pada Kaa-san…"
"Kaa-san juga. Katamu tadi, kau ingin tahu apa kesukaan Kaa-san?"
"Ah, iya! Kaa-san suka apa?"
"Bunga… Bawakan Kaa-san bunga."
"Baiklah…"
"Hinata-chan, tadi kau bercerita tentang seorang pemuda yang kau temui, bukan?"
"Ya, kalau kata penduduk desa, ia monster, jahat…"
"Tapi kau tahu, dia baik. Bukan begitu? Jadi, apakah kau menyukainya?"
"T-tidak! Aku tidak menyukainya!"
"Apa kau mencintainya, anakku sayang?"
"I-itu… Percuma saja, Kaa-san. Dia sangat mencintai teman setimnya. Aku…"
"Hinata-chan,
terkadang, apa yang kita lihat, tidak seperti apa yang kita dengar.
Mungkin saja, itu hanya karena rasa persaudaraan…"
"Siapapun yang dia cintai, itu pasti orang yang hebat. Dan aku…"
"Dan kau adalah seseorang yang hebat itu. Oh ya, katamu juga, dia sempat berkata sesuatu?"
"Oh… "Dan aku harus menjadi bintang itu"."
"Ketahuilah artinya, sepuluh tahun lagi di musim semi, dan jika saat itu tiba, bawalah anak itu datang ke tempat Kaa-san."
"Kaa-san! Jangan pergi dulu!"
"Oyasuminasai, Hinata-chan."
#~**~#
"KAA-SAAAAN!"Hinata mendadak terbangun. Tadi… Mimpi itu, sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Terulang lagi.
"Ada apa, Hinata-chan?" Neji langsung masuk tanpa mengetuk pintu ataupun minta izin. Panik mendengar suara Hinata yang kencang dan jarang-jarang adanya itu.
Hinata diam. Lalu melihat Hanabi juga berdiri di samping Neji dengan khawatir. "Tidak apa-apa… Hanya, mimpi bertemu dengan Kaa-san."
"Nee-chan, kalau sakit atau tidak enak badan, istirahat saja di rumah. Kan sekarang juga hari libur…" Kata Hanabi.
Hinata menggeleng. "Aku akan pergi ke makam Kaa-san siang ini, mungkin setelah pergi membeli bunga di toko Yamanaka. Nii-san dan Hanabi-chan mau ikut?"
"Sayang sekali, tidak… Kami harus membantu Rokudaime-sama membuat pesta aneh di Akademi untuk anak-anak, semua juga terlibat. Kecuali Nee-ouucchhh!" Hanabi mengaduh kesakitan dengan senggolan keras Neji.
"Tidak ada, hanya sekedar tampil menunjukkan kemampuan kita. Ya sudah, cepat bangun, kami menunggumu di ruang makan," kata Neji.
Setelah itu Neji dan Hanabi melangkah pergi sambil berbisik-bisik seru, meninggalkan Hinata yang kini berdiam diri…
#~**~#
Hari Fluffy NaruHina
10 April
Untuk semua NaruHina Lovers,
Ikutlah berpartisipasi! ^__~
#~**~#
TING TONG!Suara itu membuat Ino yang sedang menggerutu, mendongak. Lalu tersenyum lebar. "Ohayou, Hinata!"
"Ohayou, Ino-chan," kata Hinata, lalu tersenyum sopan. Dan menuju ke meja kasir, di mana Ino berada.
"Aku heran, hari ini kan hari libur, mengapa toko bunga harus buka? Aneh sekali…" Gerutu Ino, menumpahkan unek-unek dan kekesalannya pada kedua orang tuanya yang tertumpahkan pada Hinata.
Hinata tertawa kecil, "justru di hari libur, banyak yang datang untuk membeli bunga, tidak hanya toko bunga, toko yang lain juga. Sepertinya, itu sudah menjadi peraturan tak tertulis untuk para pedagang."
Ino mengangguk setuju. "Jadi, kau mau bunga apa? Seperti biasa?"
"Tidak usah, aku mau cari sendi-"
Kembali bel berbunyi, Ino mendongak untuk melihat siapa datang, tapi Hinata merasa kalau Ino harus berbincang-bincang dengan Kostumer yang lain, berarti ia jangan sampai merepotkan. Jadilah Hinata pergi mencari bunga sendiri.
Senyum licik terukir di bibir Ino ketika melihat siapa yang datang, "ohayou, Naruto-sama."
Naruto mengangguk, lalu tersenyum lebar.
"Butuh bantuan mencari bunga, Naruto-sama?" Tanya Ino, senyum simpul di bibir sang gadis membuat Naruto bergidik ngeri.
"Err… Aku mau minta rangkaian bunga yang bagus. Untuk ditaruh di makam Jirai-"
Ino mengangkat tangannya tanda berhenti, ia tahu, mengucapkan nama itu membuat Naruto sedih. Tidak dia saja, yang lain juga… Tiba-tiba, sebuah ide licik melintas di otaknya.
"Oh, baiklah, baiklah! Cari model yang kau inginkan, dan aku akan membuatkannya untukmu! Bertanyalah pada temanku yang berada di sekitar taman bunga ini. Dia punya selera yang sangat bagus untuk rangkaian bunga…" Instruksi Ino.
Naruto mengangguk tanda mengerti, lalu melangkah ke tempat di mana tangan Ino terarah ke rak yang bunga-bunga putih tersimpan di situ.
Setelah memastikan Naruto pergi, Ino terkekeh dengan licik, lalu menyalakan pengeras suara, dan memutar satu lagu waltz. 'Oh indahnya~' pikir Ino lalu tertawa kencang-kencang sendirian. "Hihihihihihii… Hahahahahahahaha!"
Dua pengunjung sweatdrop.
Naruto mencari seseorang, kepalanya tertoleh ke kanan dan ke kiri mencari orang yang Ino maksud. Sampai akhirnya, ketika sampai di sebuah keranjang berisi bunga mawar putih, Naruto menemukan orang yang sekiranya Ino maksud.
Orang itu memakai stocking warna putih, memakai baju warna senada dengan sedikit renda di bagian leher dan lengan sera memakai rok remple warna biru langit, selaras dengan rambutnya. Sementara rambutnya sendiri terurai, mungkin hanya diberi jepit rambut dengan gambar lambang desa Konoha. Seorang gadis cantik.
Naruto tertegun sejenak, lalu menegur orang yang sekiranya disebut-sebut Ino tadi. "Gomenasai, em…"
Suara itu membuat sang gadis berdiri dari posisi bungkuknya mengamati bunga, suara itu…
Keduanya saling pandang sejenak, dan tertegun.
Naruto menggaruk kepalanya salah tingkah, 'mengapa Ino tidak bilang sih kalau temannya itu Hinata-chan?!' Sungut Naruto gusar dalam hati.
Hinata hanya berdiam diri, 'mengapa Naruto-kun harus membeli bunga di waktu yang sama denganku sih? Oh Kami-sama…!'
"Ano…" Keduanya berucap bersamaan, lalu tersenyum setengah hati dan merasa malu.
"Hm… Lady's first," ucap Naruto lalu menatap Hinata.
"HOREEEEEEE!" Lalu terdengar bunyi barang-barang jatuh. "Wadawww! Panci sialan!" Suara Ino yang awalnya terdengar senang mendadak jadi merutuk sebuah panci.
"Naruto-kun… Em…Mau beli, bunga, juga?" Tanya Hinata pelan. Berusaha tidak menghiraukan keributan yang dibuat Ino.
Tapi sebelum Naruto menjawab, Naruto menarik Hinata menjauh dari sumber keributan. Tidak tahukah Naruto? Hinata hampir pingsan saking lemasnya.
"Iya… Aku mau ke Taman Makam Pahlawan Konoha… Ke makam Sensei," jawab Naruto pelan. "Hinata-chan sendiri? Sepertinya cukup sering ke toko ini…"
"A-aku… Beli bunga, untuk Kaa-san," jawab Hinata, yang ia takutkan hampir terjadi! Gagapnya karena gugup kambuh lagi.
Mungkin, pemikiran ini hanyalah sebuah ide lewat yang terbawa oleh angin dan angin membisikkannya pada Naruto, "mau pergi ke TMPK(Taman Makam Pahlawan Konoha) kan, Hinata-chan? Mau pergi bersamaku?"
Sadar, jangan pingsan, jangan panas, jangan gelap, 'TIDAK! Aku tidak boleh pingsan di depan dia!' Batin Hinata miris.
Mata biru itu bersinar tetimpa sinar matahari, kilaunya menunjukkan harapan agar sang gadis di depannya mau pergi bersamanya. Lagi pula, jalan mereka searah…
Kedua tangan Hinata menggenggam erat-erat keranjang bunga berwarna coklat yang sedaritadi memang ia pegang. Tubuhnya menegang, "err… Aku-"
Sorot mata itu meredup, seulas senyum tergambar di wajahnya, tidak maukah, dia pergi bersamaku? Apa sudah ada yang menemaninya? Banyak pertanyaan muncuk di benak Naruto. "Kalau tidak mau, juga tidak apa-apa…"
Hinata mengangkat kepalanya yang sedaritadi tertunduk, bukannya tidak mau! Sangat mau, dan saking terlalu bahagianya, ia sampai susah berkata-kata… Bagaimana ini? Hinata mulai tersenyum…
Hinata terkikik geli. Lalu tertawa. Membuat Naruto mengangkat sebelah alisnya.
"Ada yang salah, Hinata-chan?" Tanya Naruto, bukannya ia ingin menghentikan tawa Hinata, ia belum pernah mendengar perempuan keturunan Hyuuga itu tertawa. Manis dan merdu.
Hinata menggeleng, satu tangannya terangkat untuk menutup mulutnya, meredam tawanya, "tidak ada apa-apa, tadi aku baru saja ingin menjawab "Mau", tapi Naruto-kun keburu…"
Senyum sedih itu kini tergantikan dengan tawa lebar nan lega dari Naruto. Lalu menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali, "Gomenasai! Hahahahaha!"
Keduanya tertawa bersama. Kalau saja mereka melihat ke sekeliling, pasti mereka menyadari, bahwa mereka hanya berdua saja di toko bunga itu. Kemana Ino? Memanggil Sai… Nanti kita juga tahu kenapa Ino memanggil Sai.
Tawa keduanya mereda, Naruto tersenyum, "aku senang sekali… Akhirnya Hinata-chan bisa biasa-biasa saja dekat denganku! Tidak lagi jatuh pingsan. Apakah aku... semenyeramkan itu untuk Hinata-chan?" Tanya Naruto agak muram.
Salah tingkah. Benar, itulah yang kini terjadi pada Hinata. Rasa bersalah menghantuinya, "go-gomenasai, Naruto-kun…" Kepala Hinata kini tertunduk lagi. Tidak berani menatap Naruto.
Naruto tersenyum lembut, lalu mengulurkan tangan kanannya, dan Hinata mendongak. "Kata Ino, ada seseorang temannya yang pintar sekali merangkai bunga. Dan kini ia ada di hadapanku. Jadi, maukah kau membantuku merangkai bunga?"
Andai Hinata itu es ataupun lilin, ia pasti sudah meleleh sedari tadi. Tangan putih Hinata terulur, dan setelahnya, ketika kedua tangan yang kontras tapi serasi itu bertemu, tangan berkulit tan itu menggenggam apa yang kini bertemu dengannya. Bagai setangkai batang dihias dengan bunga mawar putih…
Naruto membalikkan badan, tatapan wajahnya tidak terlihat oleh Hinata. Ingin rasanya Naruto melompat setingi-tingginya dan berteriak… Tapi ia tidak bisa, tidak saat ini.
"Yesssss…" Desis Naruto senang, lalu terkekeh sendiri. Dan Berbalik menatap Hinata.
Sepasang mata indah keperakan menatapnya, "ada apa, Naruto-kun?"
"Em… Aku tadi mau bersin, tapi tidak jadi, begitulah…" Kilah Naruto, merasa agak canggung.
Hinata mengangguk, "Naruto-kun mau rangkaian bunga warna apa?"
Naruto berpikir sejenak, "menurut Hinata-chan, bagusnya warna apa?" Tanyanya balik.
"Putih. Aku yakin, itu bagus sekali…" Jawab Hinata mulai terbiasa berdekatan dengan Naruto.
Naruto terkekeh, lalu mengangguk, dan menarik Hinata yang tangan mereka kini bertautan. Naruto mengambil satu keranjang lagi yang terdekat. Lalu keduanya mulai keliling-keliling merangkai bunga berwarna putih. Tidak asal. Karena bunga pun berbahasa, jika dirangkai… Akan menjadi sebuah arti untuk menyampaikan kata hati.
Lagu berganti, dan tangan Hinata yang hendak mengambil mawar putih, terdiam, masih seperti posisi tangannya terulur, lagu manis yang selalu dilantunkan sebagai lagu pengantar tidur, lagu yang selalu dinyanyikan Kaa-sannya dan Tou-sannya untuk dirinya… Lagu penuh kenangan manis.
Kini terdengar entah darimana. Hinata tidak tahu… Tapi detik berikutnya, Hinata ikut menyenandungkan lagu itu.
Setetes air mata bening berkilau, jatuh dari kedua mata indahnya…
"Oh my darling, oh my darling, oh my darling Clementine…"
Naruto yang menggenggam setangkai melati mendongak, telinganya menangkap sebuah suara yang menggetarkannya, dari telinga sampai ke hati. Dengan cepat Naruto menoleh, dan menemukan darimana asal suara itu… Dan mata birunya menangkap dua titik kilau tertimpa sinar matahari, jatuh ke atas bunga mawar.
"Thou art lost and gone forever, dreadful sorry, Clementine…"
Suara tepuk tangan itu membuat Hinata menoleh. Dia menemukan Naruto yang memandangnya dengan kagum.
"Aku tidak tahu, kalau suara Hinata-chan itu merdu sekali… Mengapa tidak pernah menyanyi Hinata-chan, kalau ada acara karaoke? Padahal, nyanyianmu bagus seka-eh, Hinata-chan, kau menangis?" Naruto mendekat ke Hinata. Khawatir.
Hinata tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Berlebih. Lebih bagus Tenten-chan, Ino-chan dan Sakura-chan. E-eh! T-tidak!" Hinata mengangkat tangannya, berniat mengelap wajahnya yang sudah basah dengan air mata dengan punggung tangannya.
Naruto sudah mengangkat tangannya dan mengelap air mata Hinata, "jangan menangis…" Naruto mengeluarkan cengirannya, mencoba menenangkan Hinata, "kau ini selalu merendah. Ah… Kenapa Neji tidak pernah memberitahuku sih kalau kau bersuara bagus? Aku serius, Hinata-chan…"
Ia tidak bisa menahan lagi, wajahnya memanas. Walaupun ia mulai bisa menahan tidak sampai pingsan. "Arigatou…"
Tanpa kata, Naruto mendekati Hinata, tangannya terulur, menyelipkan sebagian anak rambut berwarna indigo itu ke belakang telinga, lalu mengacungkan bunga melati dan menyelipkan setangkai bunga melati, kini melati itu bertahta anggun di telinga kanan Hinata. Menghiasi rambut indigo-nya.
Kaa-san, ini terlalu dekat! Ter-la-lu dekat…!
Dan seperti ada kekuatan yang mendorong Hinata untuk mempertahankan tubuhnya, untuk terus berdiri tegak. Walaupun rasa panas itu kini menjalar sampai ke telinganya. Tidak pernah ia sedekat ini dengan Naruto…
Naruto menjauhkan diri sedikit. Lalu tersenyum lebar, "jangan menangis, cantik…" Lirihnya.
"A-apa?" Tanya Hinata yang kurang menangkap bisikan Naruto.
Naruto menggeleng kecil, "tidak ada apa-apa… Hm, sepertinya bunganya sudah cukup! Sudah mau merangkai, Hinata-chan?" Kilah Naruto, ada rasa gugup menyerangnya tadi. Ia tidak suka melihat Hinata menangis.
Hinata melirik keranjang yang Naruto bawa, "Bagaimana, k-kalau kita, lihat dulu… Model rangkaian punya Ino-chan? Se-sekalian lihat artinya…"
Baru saja Naruto akan menjawab, suara bel tanda ada yang datang mengusik mereka. Keduanya menoleh ke arah pintu.
Ino datang dengan Sai. "Haiiii! Sudah selesai? Hinata? Naruto-sama?"
"Belum… Loh? Kapan kau pergi, Ino?" Tanya Naruto heran, baru menyadari kalau sedari tadi ia hanya BERDUA dengan Hinata di toko bunga itu.
"Dari tadi. Kalian terlalu asyik berdua sih… Aku kan jadi tidak ada teman!" Jawab Ino, tepatnya lagi menyindir.
Hinata membalikkan badannya. Berusaha meredakan degupan jantungnya yang tidak merata. Serta mencoba menahan rasa panas yang kini menjalari wajahnya.
"Kau sendiri asyik dengan panci! Lagi pula, kenapa kau tidak bilang kalau temanmu itu Hinata-chan, sih?" Sungut Naruto.
"Tidak mau kalau itu Hinata?" Tanya balik Ino. "Sudah, sudah! Lanjutkan lagi apa yang tadi kacau karena kedatanganku dan Sai! Kami juga tidak akan mengganggu kok…" Kata Ino manis. Lalu menyeret Sai ke balik meja kasir.
Hinata mulai bisa mengontrol dirinya, lalu berjalan melihat pajangan-pajangan rangkaian bunga dan membaca artinya… Di samping mencoba untuk kabur dan menenangkan diri. Naruto sendiri ikut melangkah, melihat-lihat model rangkaian bunga tidak jauh dari Hinata, sehingga walaupun hanya melirik sedikit, Hinata tahu Naruto tidak jauh darinya.
Kita tinggalkan dulu, sang Pangeran dan Putri yang sedang melihat bunga dan beralih ke dua orang yang kini sedang berdiskusi-ria.
"Sai, lihat! Naruto romantis juga yah? Hihihihi~" tawa Ino senang.
Sai mengangguk, "tak kusangka…."
"Kau harus melukis , kalau ada romantic scene lagi! Yang cepat yah lukisnya! Yuk, kita buntuti mereka…" Setelah mengganti lagu dengan dentingan piano romantis, Ino menyeret Sai mengendap-ngendap a la Stalker sejati dengan buku sketsa dan pensil di tangan. Mendekati Naruto dan Hinata.
#~**~#
Naruto
melirik sekeranjang bunga mawar merah yang ada di dekatnya, lalu
tersenyum, 'kalau mawar merah, aku tahu artinya… Aku mencintaimu, kan?'
Batin Naruto.Mata Amethsyt Hinata sedikit melebar, akhirnya… Ia menemukan rangkaian bunga yang bagus. Hinata menegakkan tubuhnya, lalu berlari kecil menghampiri Naruto, dan kedua tangannya terulur…
Naruto yang kedua tangannya masuk ke dalam jubah Hokage, tersentak kaget, dirasakannya lengan kirinya digandeng dan ditarik pelan oleh sesuatu yang hangat. Dan Naruto menoleh. Menatap sepasang tangan putih lembut yang kini melingkari lengannya. Seperti…
"Naruto-kun! Yang itu… Rangkaian yang judulnya 'Wind', bagus sekali artinya!" Kata Hinata senang. Lalu menunjuk rangkaian bunga yang tidak terlalu jauh dari mereka.
Tidak sadarkah Hinata?
Kedua tangannya terulur menggandeng lengan Naruto. Dengan senyum yang kini bukan lagi senyum sopan, melainkan senyum seorang gadis cantik bernama Hinata, itu semua… Naruto dan Hinata, seperti… Sepasang Pengantin.
Dan Naruto menyadari itu.
Dentingan piano mengalun lembut… Membuat suasana hati Naruto semakin kacau. Matanya tidak tertuju pada rangkaian itu, melainkan pada posisinya saat ini dengan Hinata. Andai saja, mereka bisa seperti ini suatu saat nanti...
Merasa heran Naruto tidak meresponnya, Hinata menoleh menatap Naruto. Dan menemukan wajah terkejut Naruto… Dan Naruto sedikit menunduk. Menatap kedua tangan putih yang menggandengnya.
Hinata sendiri juga ikut memandang ke bawah. Seketika jantungnya berdegup kencang, hingga Hinata khawatir, detak jantungnya terdengar oleh Naruto. Keduanya mengangkat kepala lagi. Dan kedua mata itu bertemu. Mata yang bagai permata layaknya Amethsyt dan Sapphire.
Kalau saja mereka berdua mempunyai kemampuan untuk membaca kata hati seseorang melewati mata… Maka yang mereka dapatkan adalah…
Kaget, takut, senang. Merasa tidak pantas. Dan jangan lupakan…
Cinta.
#~**~#
Kau tidak melihat, bintang.
Ketika dua pasang mata bagai permata bertemu.
Ketika takdir mempermainkan mereka tanpa sengaja.
Bagai sepasang jiwa yang telah terikat sepasang cincin.
Tapi menghangatkan siapa yang melihatnya.
Semua memberi tanda padamu.
Langit biru tersenyum padamu.
Angin berhembus, berbisik padamu…
Dan burung Merpati yang terbang bagai gumpalan awan laksana kapas, melempar tawa padamu.
Kau tahu, bintang.
Burung Merpati tersebut akan mengepakkan sayap putih mereka.
Ketika akhirnya, yang terhubung benang merah.
Dapat menjahit cinta.
Ketika…
Awan di atas sana berarak, indah menghias langit biru.
#~**~#
To Be Continued-?-
.
To Be Continued
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
0 komentar:
Posting Komentar