Rate:
T
Pairing:
Naruto X Hinata
Disclaimer:
Light don't own Naruto. Sekalipun ngemis ke Mbah tercinta, nggak bakal dikasih.
Warning:
Canon verse, ouf of character, a little typo and out of topic, full of lebayness, gajeness and a bad action-from Light is abal.
.
Have a nice read! ^__~
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Guncangan dengan amisnya darah yang menguar terombang-ambing di udara.
Terasa dan tercium, hingga tahtamu, bintang.
Kau lihat, mereka yang sayang setulus hati…
Pada putri dan pangeran,
Menangis pilu.
Isak tangis sedih dan sakit dari mereka yang polos terhadap kejamnya dunia…
Menimbulkan perih di hati, kala mendengarnya.
Dipacu waktu yang menagih kesenengan dalam cipratan darah …
Sang penyayang bintang harus bisa menemukan pendongengnya.
Yang asli.
Yang senyumnya menenangkan.
Yang tersenyum…
Dengan luka di hati.
#~**~#
Ketika
pintu yang didobrak telah terbuka, dan memberi jalan untuk mereka semua
memasuki tempat kejadian perkara, bahkan mata mereka hanya bisa
terbelalak dengan kekacauan yang ada.Ditambah dengan mulut yang ternganga dan mematungnya tubuh di tempat.
Itu semua karena rasa terkejut menabrak mereka, bahkan seseorang yang berhasil menemukan suaranya, tidak menyadari suaranya yang bergetar, seiring dengan tangannya yang terangkat dalam guncangan.
"…Me-mengapa…? Ho-hokage-sama…"
Gadis cantik berambut pink ini pasti akan terjatuh ke lantai begitu saja, saking shocknya, andaikan rekan setimnya, yang harus diakui ketampanannya, tidak menopangnya.
"Shi-shikamaru! Katakan se-sesuatu!" pekik sahabat gadis berambut pink itu panik.
"Uhh… Ino, jangan mengganggu analisisku dulu… Berikan aku waktu untuk berpikir," respon Shikamaru.
"Kiba! Shino!" Chouji menghampiri Kiba dan Shino yang menggelepar-gelepar.
"A-akamaruuu!" Lee pun mengikuti jejak Chouji, hanya saja, ia menghampiri Akamaru yang tak henti-hentinya menggonggong lemah.
Orochimaru meludah, "cih. Bantuan," tapi tak lama, seringai jahat bermain di bibirnya.
Sang gadis dalam cengkraman Orochimaru menatap nanar pada semua yang ada di hadapannya, mulutnya terkatup rapat. Tubuhnya menegang dalam terkejut bahkan ngeri yang menyelimuti.
Sasuke berdecak kesal, "Tch. Siapa… Yang palsu?! Cepat, mengaku saja!"
"Pakai byakyuugan!" usul Ino cepat.
Neji yang rasanya ingin menangis menatap adik yang sudah ia anggap adik kandung sendiri, mengaktifkan byakyuugan-nya. Ditelitinya semua orang satu persatu. Oh tidak! Neji benar-benar ingin menangis, adiknya tersakiti, dan sekarang… Ia tidak bisa membedakan mana Hokage-nya.
"Jangan patah semangat, teman-teman!" seru Lee yang masih menopang Kiba. "Pasti ada satu cara…"
"Ya, tapi apaaa?!" Ino cukup frustasi dengan bau darah yang membuatnya mual, miris menjalari hatinya saat melihat sekumpulan orang hebat tergeletak bersimbah merahnya darah. Ataupun teman-temannya, yang menggelepar-gelepar.
Sunyi yang membuai menjadi hening, dipecahkan oleh suara serak lagi tercekat dari Hinata, bercampur dengan rintihan sakit yang ditahan.
"…Na-Naruto-kun…"
Mereka yang bahkan tidak menjadi Hinata, dapat memahami seberapa sedih, sakit dan bingungnya Hinata. Hanya dengan melihat, cukup membuat mereka tidak ingin mencicipi apa yang kini Hinata rasakan.
Sesosok yang yang bermata biru langit di depan Sasuke dan Sakura, menatap Hinata nanar, "…Hinata-chan… Ini aku…"
Suara itu, yang lembut seakan meminta… Benar-benar… Naruto. Naruto-nya. Yang begitu memelas menatapnya. Naruto yang berdiri di depan teman-temannya dan di hadapannya, dengan jubah Hokage dan mata sebiru langit. Naruto yang selalu bersama teman-teman tetapi tidak melupakan eksistensi Hinata.
Lantas, siapakah yang tadi datang saat Hinata nyaris kehilangan nyawa? Yang melemparkan botol minum ke kepala Orochimaru? Yang begitu dingin… Tidak seperti Naruto-nya. Tapi, matanyapun tadi berwarna biru, dan nanar memandangnya. Hanya saja, saat melihatnya tak mampu bergerak karena Orochimaru, matanya berubah menjadi semerah darah.
Naruto bermata merah, berjubah Hokage yang berdiri di hadapannya, yang tadi hendak menghujam Orochimaru dengan jutsu kesayangannya. "Hinata… Percayalah padaku…"
Mana… Naruto yang asli?
Mana Rokudaime Hokage periang dan kuat yang memimpin mereka dalam misi ini?
Pasti ada yang asli.
"Naruto ada dua… Ya? Menarik…" Shikamaru tersenyum sinis, sebulir keringat menuruni pelipisnya.
"Hanya satu Naruto yang asli! Yaitu akuuu! Dan dia palsu!" sahut Naruto yang bermata biru. Tangannya tertuding menunjuk Naruto bermata merah.
"Kami-sama… Kau sudah palsu berani-beraninya berkata seperti itu!" seru Naruto yang bermata merah.
Orochimaru tertawa sinis, "Hokage sendiri saja tidak tahu yang mana. Sungguh payah kalian ini… Serang saja. Jangan banyak pikir."
Neji mematah-matahkan buku-buku jari tangannya, ia memulai kuda-kuda, siap mencari Naruto yang asli dengan serangannya yang mematikan. Tapi Shikamaru menahannya.
"Jangan, Neji. Aku yakin, Naruto yang asli pasti bisa membaca gerakanmu dan menahanmu, hanya saja, kita tidak tahu, seberapa kuat Naruto palsu. Jika Kau menyerang yang palsu, ia pasti akan melukaimu. Maka, jangan gegabah, dan kurasa… Ia adalah rekan setim Orochimaru. Mendengar dari perkataan Orochimaru tadi…" Shikamaru memberikan lirikan tajam pada Orochimaru.
Kedua sosok Naruto itu saling berdiri berhadapan. Yang bermata biru di hadapan Sasuke dan Sakura memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana. Sementara Naruto yang di hadapan Hinata, melipat kedua tangannya.
Keduanya sama-sama saling berpandangan, tajam, menusuk. Seakan ingin membunuh hanya dengan lewat tatapan mata.
"Aku tahu!" seru Chouji.
Semua menoleh padanya, pengecualian untuk kedua Naruto yang berada di tengah-tengah ruangan dan Orochimaru.
"Kalau Naruto palsu memang rekan kerja Ular ini, dia pasti tidak bisa menjawab pertanyaan seputar Naruto yang asli! Kita tanyakan saja mengenai Naruto!" cetus Chouji.
Sedikit lengkungan naik ke atas, bibir menyunggingkan seutas senyum. Berbeda-beda, ada senyum sinis, kemenangan, berseri-seri, senang dan lemah.
"Aku rasa… Dimulai dengan Sasuke dan Sakura dulu," kata Neji mengusulkan.
Sakura menegakkan tubuhnya, tekad kuat terpancar dari matanya. "Kapan Naruto lahir?"
Sasuke mendengus, ia mempunyai firasat dari kelicikan lawan mereka, yang meniru Naruto… Semua ini tidak akan seringan yang mereka pikirkan. "Terlalu mudah."
"Sepuluh Oktober!" jawab bersamaan kedua figure yang menjadi pusat perhatian.
"Apa yang Naruto sukai?" tanya Sakura lagi. Sasuke menepuk keningnya.
"Ramen!"
"Apa cita-cita Naruto?!" Sakura masih belum puas bertanya.
"Menjadi Hokage yang dihormati semua orang!"
Ino terpikir sesuatu, "Apa yang sering Naruto katakan saat keadaan tidak memihak padanya?!"
"SIAL! SIAL! SIAAAAAAAL!"
Ino tersenyum kecut, "Bahkan gaya bicaranya samaaa!!!"
"Apa…" Sasuke membuka suaranya, "Yang Kutanyakan waktu itu, pada Naruto, saat aku dan Naruto ditinggal Sakura untuk latihan pengontrolan chakra?"
"Hei, Dobe…" Keduanya berpose seperti Sasuke, "Apa yang Sakura katakan padamu?"
Sakura mendengus dan melirik sinis Sasuke, "Gagal, kan."
Neji melangkah ke depan, "Waktu ujian Chuunin, Naruto pernah berjanji untuk melawanku. Apa yang menyebabkan ia dendam padaku, waktu itu?"
"Kau menyakiti Hinata-chan!" tandas kedua Naruto cepat dan galak.
Hinata bernapas putus-putus, terkadang panjang, kadang pula pendek. Matanya mulai berat, kepalanya pening, tubuhnya kejang dililit Orochimaru seperti ini terus-terusan, membuatnya lemah. Padahal, ia juga ingin menemukan Naruto… Yang asli.
Karena kalau hanya merintih sakit seperti ini, ia tetaplah Hinata yang dulu. Yang tidak berguna. Dan ia tidak menyukai itu… Boleh dunia berkata ia lemah, tapi di hati ini, ada tekad kuat untuk terus berjuang.
Sebuah harapan, agar semua bahagia.
Biarpun dunia menjadi tidak adil kepadanya, karena kebahagiaan semua merupakan pengorbanannya.
Shikamaru menghembuskan napas panjang, "Apa yang sering Naruto tanyakan saat aku meliha awan?"
"Apa sih yang menarik dari awan?!"
"Ah!" Chouji yang berada di antara dua Naruto itu, menopang Kiba. "Tempat makan yang paling kusukai?"
"Yakiniku!"
Sasuke menjentikkan jarinya, "Waktu kau melawan Gaara, kuchiyose apa yang kau panggil?"
"Gamabunta!"
"Naruto mendapatkan tantangan dariku, apa yang ia katakan?!" seru Lee menantang.
"Aku tidak akan kalah dari semangat masa mudamu, Lee!"
Sakura berjalan mengitari Naruto bermata biru di hadapannya bersama Sasuke, dan keduanya berhadapan dengan Lee, Shino, Kiba, Chouji, Akamaru dan beberapa Jounin, keduanya berseberangan. Kini Sasuke dan Sakura berada di antara kedua Naruto.
"Buku apa yang ditulis Jiraiya-sama?" tanya Sasuke tajam.
"Icha-Icha Paradise!" jawab keduanya kompak.
Tak lama berselang, "Dan Icha-Icha tactics…" Sosok Naruto yang bermata biru tertawa penuh kemenangan.
Naruto yang bermata merah menepuk keningnya, "Oh iya! Icha-Icha Tactics juga!"
"Di-dia yang asliiii!" nyaris semua menunjuk Naruto bermata biru.
"Tentu saja~" kata Naruto ingin menangis rasanya saat teman-temannya tidak bisa mengenalinya. "Oke, satu kosong!" dia menunjuk Naruto bermata merah yang mundur selangkah dengan muka memucat.
"Tunggu! Tunggu!" kata Sakura belum menyerah. Secercah harapan timbul saat melirik Sasuke tadi. "Siapa yang memberikan Naruto kalung dan mengecup keningnya?!"
"Tsunade Baa-chan!" seperti ada suatu niatan yang teramat dalam untuk menang saat menjawab setiap pertanyaan yang terlontar.
"Naruto palsu hebat juga," ucap Sasuke. "Tak kusangka ia mengetahui banyak tentang Naruto…"
"Apa yang biasa kukatakan detik-detik sebelum memukul Naruto?" tanya Sakura lagi.
"SHANNNNAARROOOOO!" teriak lantang kedua Naruto itu jengah sekaligus takut.
Seringai menghias wajah Sasuke, "Saat aku dan Naruto berhasil menarik masker Kakashi-Sensei…?"
"Kakashi-Sensei memakai masker lagi di dalamnya! Berlapis-lapis!" jawab kedua Naruto itu.
Sai yang sedari tadi diam saja, kini maju dengan kedua tangan terlipat di dalam dada. "Rasa ramen kesukaan Naruto?"
"Miso Ramen!"
"Julukan Naruto untukku?" tanya Sai lagi.
"Si Senyum Palsu!" sinis kedua Naruto.
Sakura teringat dua hari yang lalu, "Apa judul cerita yang kau dongengkan untuk anak-anak akademi dua hari yang lalu?"
"Tentang Bintang," terlihat ada kilatan seperti dialiri listrik dari Naruto yang bermata biru dan merah. Ketajaman yang menyiratkan kekuatan.
Sai menggeleng, Ino mendesah kesal, Neji mendengus, Shikamaru tidak berkata apa-apa. Lee dan Chouji berpandangan bingung.
Sakura dan Sasuke berpandangan.
"Tak mungkin kan, keduanya Baka-Naruto?" bisik Sakura.
Sasuke mengangguk, "Hanya satu… Tapi siapa? Aku heran, ada saja orang yang mau meniru Baka-Dobe."
"Bagi mereka yang ingin kemenangan mutlak, apapun pasti dilakukan, semua cara pasti akan dikeluarkan. Hati-hati saja. Hinata tidak akan lama lagi bertahan, kita harus cepat menemukan Naruto yang asli, Sasuke!" bisik Sakura khawatir.
"Huh. Hei, Hinata," panggil Sasuke.
Perhatian semua teralih, dari memandang Sasuke, ke arah Hinata yang tidak jua bersuara. Merasa semua perhatian terpusat padanya, Orochimaru mengeratkan belitannya di sekujur tubuh Hinata.
"Ukhh…" Hinata memejamkan matanya rapat-rapat, susah rasanya untuk merespon panggilan Sasuke saat rasa sakitnya bertambah. Seakan tidak cukup mematahkan tulang-tulang di tubuhnya, seakan ingin menghancurkannya menjadi sepertihan terkecil sehalus debu.
"Hinata… Kau pasti bisa membedakan Naruto!" seru Sakura di sebelah Sasuke.
Hinata yang bernapas lemah, dengan pandangan mata mengabur melihat semua yang ada di situ satu persatu. Tak lama, ia bersuara terbata-bata.
"Aa… Ukh… Se-sebelum N-naru…-to-ukh! -Kun p-pergi tadi, Ka-kau berpe-pesan apa pa-padaku?"
"Jangan bertindak sembarangan, jangan melakukan segala sesuatu yang nekat, jaga kondisimu, dan… Tunggu aku," jawab Naruto lembut. Baik yang asli, maupun yang palsu. Yang bermata merah, maupun yang bermata biru.
Ino mengangkat sebelah alisnya dalam keterkejutan, "Naruto romantis juga…"
"Sempat-sempatnya kau berpikir romantis, Ino…" Kata Sai heran.
"Lady Hyuuga, jangan banyak bicara," Orochimaru membelai rambut indigo Hinata dengan kasar. "Nanti kau tambah parah dan terasa sangat menyakitkan…"
"Bertambah parahpun, itu semua karenamu, Orochimaru," ucap Sakura galak.
Semua mengernyit jijik, kedua mata berpupil putih itu seakan dialiri api yang tersulut dari kemarahan, umpan peledaknya adalah rasa tidak terima karena orang yang disayangi disakiti tepat di depan matanya sendiri. "SINGKIRKAN TANGAN MENJIJIKKANMU DARI HINATA! LEPASKAN HINATAAA!"
Neji ingin menyerbu Orochimaru sekarang juga, menjambak rambutnya—kalau perlu hingga ia botak tanpa sehelai rambut pun, mencakar wajahnya, mencabik-cabik tubuhnya, membakarnya, mencincang-cincangnya hingga menjadi serpihan terkecil, apapun… Asalkan bisa balas menyakiti Orochimaru, yang sudah menyakiti adiknya…
Andai kata Shikamaru dan Sai tidak menahannya.
"Tenang, Neji… Kita pasti membalasnya," kata Sai mencoba menenangkan.
"Kau mudah berkata seperti itu! Bagaimana dengan Hinata?! Dilihat dari sinipun, ia terluka parah! Aku hanya ingin menolongnya!" Neji masih berusaha melepaskan diri dari Sai dan Shikamaru.
"Jangan ceroboh Neji, sekalipun kau mempunyai kecepatan cahaya, Orochimaru yang memegang kuasa, dengan sekali sentakan, ia bisa melukai Hinata lebih dalam. Kami semua percaya, Hinata kuat dan pasti bertahan, ia tidak akan mati… Tetapi, kami juga tidak ingin Hinata terluka jauh lebih parah dari ini… Kau pun begitu, kan?" ujar Shikamaru.
Perlahan Neji tidak lagi memberontak, matanya mulai berkaca-kaca. "Gomenasai… Hinata…"
Hinata membuka sebelah matanya, sebelah alisnya terangkat menahan sakit, seperti apapun sakit yang ia terima, disempatkannya untuk tersenyum lemah. "A-aku t-tidak apa-apa… Neji Nii-san… ukh-uhuk!" darah menyembur dari bibir Hinata, warna merah pekat meleleh membasahi dagu yang berkilat karena keringat.
Sakura dan Ino terpekik ngeri, dipeluknya orang terdekat. Sudah pasti yang kena jatah Sasuke dan Sai. Kedua pemuda itu tidak memasang ekspresi berarti.
"Kau ini kan Medic Nin, masak dengan darah saja takut?!" gerutu Sasuke sambil menepuk-nepuk kepala Sakura.
Inilah sosok Hinata yang membuat Naruto yang asli, merasakan miris menyergap hatinya, ditatapnya Hinata nanar, selalu seperti ini. Ia selalu menenangkan orang lain, membahagiakan orang lain, tidak peduli kalau dirinya terluka.
Tidak banyak yang menyadari itu. Mereka hanya menganggap Hinata lemah. Lemah. Lembek. Lambat. Tertinggal jauh. Tidak pantas. Tidak mampu. Apapun, diibaratkan yang bergerak seperti mesin diesel.
Paras jelita nan manis dan tutur kata lembutnyapun, sering tak dihiraukan, bahkan sering dicela.
Itulah yang membuatnya ingin melindungi Hinata, ya… Karena Hinata dapat menerima apapun. Silahkan dikatakan polos. Setidaknya, ia melihat seseorang dari dalam dengan mata hatinya. Tidak dari luar… Ia hanya menutup diri dari dunia luar, karena ia tidak mau ada yang mengetahui sosok asli dirinya.
Ah, iya. Pemalu. Itu hanya karena kurangnya rasa percaya diri. Membuatnya sering merasa rendah diri di samping rendah hati. Lebih baik bukan dari pada kelewat percaya diri alias sombong? Rasanya, lebih baik pula pemalu, kan? Daripada tidak tahu malu?
'Entah siapa yang beruntung mendapatkan hatinya…' Batin Naruto yang sebenarnya.
"A-apa tidak ada pertanyaan lagi?" tanya Ino khawatir.
Hinata yang merasakan dirinya mulai melemah, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Disembuhkannya dirinya sendiri, seadanya. Hanya untuk memberikan kekuatan pada kelima panca indera.
"La-lagu apa… Yang Na-Naruto Namikaze-"
"Nani kore?! NAMIKAZE?!" serentak, semua yang tidak tahu berseru lantang. Sebuah fakta yang menampar wajah mereka.
Hinata mengangguk, "Namikaze… Sssshhh…" Hinata menyembunyikan kilau ungu keperakkan indah irisnya, di dalam kelopak mata.
"La-lanjutkan, Hinata!" seru Ino, soal marga, itu bisa ditanyakan nanti, kalau mereka selamat. Tapi kekuatan Hinata, di ambang batas.
"La-lagu apa… Y-yang-ukh!" Hinata menarik napas panjang. "Na-Naruto-kun ajarkan… Waktu ki-kita bertemu, ke-kedua kalinya…?"
Bahkan Orochimaru yang sudah seperti mayat, memucat mukanya.
Sasuke memecahkan keheningan dengan tawa sinis kemenangan. "Ayo, Dobe. Cepat nyanyi…"
Sisanya, hanya mengerjap-ngerjapkan mata. Apa… Hinata tidak salah?
Naruto palsu memucat. Tentu saja. Ia sama sekali tidak tahu menahu tentang itu. Ia hanya tahu kenangan Naruto yang asli dan Hinata, saat ini. Bukan dahulu.
'Bintang… Semoga Naruto-kun masih ingat…' Hinata membuka matanya dan menatap khawatir ke tempat di mana dua sosok Naruto berdiri berhadapan.
Naruto yang asli menghela napas, lalu tertawa serupa Sasuke. Lidahnya menjulur sekilas ke tiruannya yang memucat.
"Sasuke, suaraku kan cempreng, kalau nyanyi, nanti kaca jadi pecah…" Kata Naruto yang Sasuke rasa, palsu. Dan semua mulai mengerti, bahwa itu hanyalah alasan agar identitasnya sebagai Naruto palsu tidak terbongkar.
Shikamaru melangkah tiga kali ke depan. "Naruto itu sangat percaya diri… Apapun yang terjadi."
"Atau… Kau tidak tahu lagunya?" Sai berada di sisi Shikamaru, senyum licik dan sinis bermain di wajah tampannya.
"…Dan kalau Naruto dipanggil Dobe, tak pernah ia membalas memanggil Sasuke dengan namanya…" Sakura menambahkan. Dipatah-patahkannya buku-buku jari tangannya.
"Yoww! Narutoooo~ cepat nyanyiii!" seru Ino gemas.
"…A-da suatu hutan, y-yang su-sunyi…Senyap…" Suara Hinata yang lemah memecah keheningan. Terbata-bata diselingi rintihan kesakitan yang tertelan kembali dalam.
Naruto yang asli tersenyum lebar, "…Sebuah bintang menyala terang," rasanya tidak fals. Tulus nyanyiannya, membuat suaranya terdengar merdu. "Bertanya-tanya, akan arti cinta… Angin berhembuspun, di malam…"
Hinata yang diselimuti sakit dan lemah, dihias dengan merahnya darah, mengangkat tangannya, telunjuknya menunjuk seseorang, bersamaan dengan telunjuk Naruto menudingnya, sang pemalsu dan peniru Naruto, rekan kerja Orochimaru.
Semua mengepung Orochimaru yang masih mendekap Hinata, dan si Naruto palsu.
Dua buah suara yang melantun tajam, terdengar menusuk saat angin membelai semua tanda genderang perang. Ketika telunjuk itu mengarah pada kepalsuan yang nyata, mereka yang membuktikan kebenaran membuat bintang tersenyum.
Karena setangkai bunga matahari yang berdiri tegar di kemandirian, menemukan hangat sinar mataharinya.
"Kau… PALSU!"
#~**~#
Semua tak dapat mengenalinya, membedakannya.
Semua yang disayanginya sepenuh hati.
Tetapi seorang gadis rapuh, menemukan jati dirinya.
Karena kenangan dengan dirinya, saat warna merah muda lembut.
Menyapu hijaunya desa tercinta.
Dengan lantunan nada sederhana.
Rangkaian kata pengungkap rasa.
Darinya dulu yang menampilkan senyum ceria.
Kenangan yang untuknya berdebu.
Tidak pernah ia kenang.
Nyatanya, hatinya menyimpan keping ingatan itu di dasar hati.
Sebuah hal biasa…
Hanya alunan lagu sederhana Tentang Bintang…
…Dari masa lalu.
#~**~#
To be continue
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
0 komentar:
Posting Komentar