Pairing:
Naruto X Hinata
Rate:
T, tidak ada adegan berbahaya di fict ini!
Disclaimer:
Mbah Masashi Kishimoto yang selalu ikut Light puja sekaligus gemess!
Warning:
Canon
verse. OOCness! GAJEness! Romanticness, tapi harus diragukan
keromantisannya! Alur yang berganti-ganti antara maju dan mundur. Typo,
salah-salah yang kentara, dan keanehan lainnya!
Italic: poetry, may be? I don't think so… T__T
Bold: Hinata's POV, with her mother.
Rasanya, hampir gak ada poetry di chapter ini!
.
Have a nice read! ^__~
.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
Bintang.
Kau tak menginginkan jalan cinta mereka begitu indah.
Bukannya engkau menyulitkan mereka.
Bukannya kau membenci mereka.
Bukannya kau berkeinginan untuk memisahkan mereka.
Tapi,
Kau ingin mereka belajar saling mencintai,
Bagai berenang-renang ke hulu, berenang-renang ketepian.
Karena kau menginginkan mereka tidak berpisah.
Kau ingin mereka belajar mencintai apa adanya.
Kau menyukai mereka,
Sebagaimana kawan-kawanmu menyayangi…
Mereka, yang harus menjalani cinta dengan bernaung pada kepercayaan.
#~**~#
Empat
tim bersama dengan satu Hokage pagi itu pergi ke Sunagakure. Membuat
rakyat Konoha bertanya-tanya, terlebih, ketika penjagaan diperketat.Kedua belas orang itu baru saja keluar dari wilayah Konoha, keluar dari gerbang utama, mereka melihat penjagaan ketat sekali. Anbu bertopeng tersebar dengan rapi sekaligus acak dalam upaya melindungi Konoha…
"Sial…" Gumam Naruto kesal, "kenapa Baa-chan hanya memberi tahu kita sedikit informasi?"
Sasuke yang berada di sebelahnya menjawab, "mungkin susah untuk dijelaskan padamu."
"Apa maksudmu?" Naruto mendelik ke Sasuke.
Sasuke hanya tersenyum sinis, "Mengerti juga kau. Mungkin Godaime-sama menginginkanmu langsung turun ke pusat masalah. Supaya kau paham dan mengerti…"
Naruto terdiam tak bisa membalas, kata-kata Sasuke ada benarnya. Kalau memang seperti itu… "Semua! Kita harus sampai di Suna malam ini juga!"
"HAAHH?! Malam ini?!" Ulang semuanya kaget. Tidak percaya…
Tidak menunggu protes, Naruto memacu larinya lebih cepat lagi. Meninggalkan yang lain, menulikan diri dari protes-protes lainnya. Sebenarnya, Naruto berjalan di depan bukannya tidak ada tujuan…
Ia hanya ingin menenangkan diri dari perasaan yang tidak bisa dienyahkan. Dan selalu mengganggunya.
"NARUTO-SAMA! KALAU ADA YANG PINGSAN! KAU YANG HARUS MENGGENDONGNYA!" Teriakan ancaman dari Kiba pun dihiraukan olehnya.
#~**~#
"Aduuuuuh~
capek! Apa Naruto tidak bisa berhenti sebentar?" Keluh Ino, ia sudah
bermandikan keringat akibat dari pancaran sinar matahari yang terbilang
sangat panas, apa mau dikata? Ini kan tepat siang hari… Sudah enam jam
berlalu mereka terus berlari tanpa henti.Sakura menghentikan langkahnya, "kau dehidrasi, Ino! Tenten! Cepat duduk dan minum!" Perintah Sakura galak.
Yang lain menghentikan langkahnya.
"Tidak mauuuu!" Balas Ino galak .
"Nanti kita tertinggal! Ditinggalkan Naruto!" Kata Tenten juga, keras kepala…
"Duduk! Biar nanti salah seorang dari kita memberi tahu Naruto!" Kata Sakura, galaknya menyaingi Tsunade, lalu menyodorkan minum ke Ino dan Tenten.
Chouji mendudukkan dirinya di hadapan Ino dan Tenten. Yang lain juga ikut duduk, tak urung, mereka pun lelah… Sakura hilir mudik meneriaki mereka untuk minum.
"Siapa yang mau berbicara dengan Naruto? Meminta toleransi sang Hokage keras kepala kita…" Tanya Shikamaru, ia enggan melakukannya.
Sai dan ino bertatapan, lalu menoleh ke seseorang yang juga sedang ditatap Sasuke serta sedang dipandangi Neji. "Hinata saja!" Seru mereka, satu pikiran.
Yang lain hanya mengangguk setuju, lalu menatap Hinata.
"A-ada yang salah?" Tanya Hinata pelan dan tidak mengerti.
"Hinata~ tolong kami! Tolong bilang pada Naruto supaya mau beristirahat yah, Hinata? Toloongg…" Kata Sakura meminta dengan memelas.
"Y-yang lain? Ke-kenapa harus a-aku?"
Hening…
"Aduuuuuh! Siang hari yang panas ini, kakiku keram! Semangat masa mudaku menguap!" Keluh Lee tiba-tiba.
"Sini, sini! Biar kupijat…" Kata Neji sukarela.
"Wah~ aku harus menemani Akamaru bermain!" Kiba berlari mengejar Akamaru yang menyalak riang.
"Kupu-kupu di sini bagus…" Shino mulai berdiri dan meneliti satu bunga yang dihinggapi kupu-kupu.
"Aku mau merokok dulu…" Shikamaru berjalan menjauh, takut dengan tatapan mematikan Sakura.
"Aku ikut!" Kata Chouji, menyusul Shikamaru.
Sasuke berpura-pura tidur. Ino meminta Sai memijati kakinya. Sakura dan Tenten menatapnya memelas.
Hinata menghela napas panjang, sudah ia duga… Hinata membalikkan badannya, lalu berjalan pergi mengejar Naruto.
#~**~#
"Na-Naruto-kun!"Naruto menghentikan langkahnya, suara yang sangat dikenalnya…
Hinata berhenti tepat di depan Naruto dengan napas terengah-engah. "I-istirahat sebentar yah, Naruto-kun…"
Naruto mengerutkan keningnya, "di mana yang lain?"
"Mereka semua, kelelahan…" Jawab Hinata pelan, menghindari kontak mata dengan Naruto.
"Kita harus cepat sampai di Suna! Di sini berbaha-"
"Gomenasai, ta-tapi, ka-kalau kita sampai di sana hanya untuk membawa kekalahan, le-lebih baik… Tidak usah sekalian u-untuk pergi!" Kata Hinata tegas, sekalipun ia tidak menatap Naruto.
Naruto terperangah. Ia sangat mengerti apa yang ingin Hinata sampaikan…
"Na-Naruto-kun juga… Harus istirahat," suara Hinata melembut, bersamaan dengan tangannya yang mengulurkan sebotol air minum pada Naruto, "ja-jangan memaksakan diri terus… Kalau Na…-ruto kun sampai di sana dalam keadaan lelah, a-apakah bisa mengerjakan mi-misi dengan baik?"
Tangan Naruto terangkat dengan ragu, menerima botol berisi air minum dari tangan putih lembut yang mengulurkannya. "A-arigatou…"
Hinata tersenyum kecil, "kembali, yuk? Kan, lebih enak, kalau istirahat bersama…"
Dan sang gadis melangkah pergi perlahan, helaian rambutnya dipermainkan angin yang berhembus dengan lembut. Bersamaan dengan daun yang menyusuri helaian halus rambut indigo itu, dan jatuh ke tanah yang berhiaskan rerumputan hijau, semua itu membuat Naruto tersenyum.
Naruto meminum air yang diberikan oleh Hinata tadi, ternyata ia merasa haus, tapi rasa itu selalu ditepis olehnya. Setelah botol itu tersisa setengah lagi air yang mengisi, Naruto berlari mengejar Hinata.
"Tunggu akuuuuuu!" Teriaknya riang.
Dan Hinata membalikkan badan kecil, lalu tersenyum. Setelah melihat Naruto berdiri di sampingnya dengan senyum lebar, Hinata kembali melanjutkan langkahnya, bersama dengan langkah dan senyum riang darinya…
Yang kini berjalan bersama Hinata.
#~**~#
"Hinata berhasil tidak yah?""Neji! Sudah tiga puluh tujuh kali kau berkata seperti itu! Apa tidak bosan?" Tanya Shikamaru kesal.
"Aku saja yang mendengarnya bosan…" Tambah Shino yang biasanya hanya berdiam diri.
"Itu dia!" Kata Sakura riang, yang lain langsung mengerubunginya, ikut melihat bersama.
Naruto datang dengan Hinata, keduanya berjalan beriringan. Kelihatannya muka Hinata merona merah, sementara Naruto memasang muka sangat memelas.
"Akrab sekali…" Decak Kiba kagum.
Semua mengangguk, "ada apa-apanya tuh…"
Sakura yang didesak kanan kiri atas bawah depan belakang pun megap-megap, "WAAA! AKU TIDAK BISA BERNAPAS!" Lalu bergerak tidak beraturan membuat yang lain terlempar.
Naruto dan Hinata berhenti berjalan, keduanya tertegun.
"Hinata-chan… Kau yakin mereka sedang beristirahat? Mereka sedang latih tanding, mungkin…" Tanya Naruto menoleh ke Hinata.
"Aku, tidak tahu. Tadi sih… Istirahat," jawab Hinata, keduanya buru-buru menghampiri yang lain.
"EEEHH?! Ada apa ini? Kenapa kalian latih tanding?" Tanya Naruto heran, melihat yang lain dengan tatapan berang menatap Sakura.
"Tidaaaaakk!" Jawab mereka ketus.
"Ya sudah, kita istirahat lagi, kuberi waktu dua puluh menit!" Kata Naruto malas, lalu mendudukkan diri di pohon terdekat.
Yang lain malah saling bertengkar, Hinata meminggirkan diri, tidak ingin ikut-ikutan dalam baku hantam tersebut. Duduk di dekat Naruto.
Naruto menatap pemandangan di depannya, lalu tertawa-tawa, melihat kebersamaan mereka sudah seperti keluarga… "Hahaha! Bagaimana caranya yah, supaya mereka berhenti bertengkar?!" Tanyanya pada diri sendiri.
"AH!" Naruto memetik jarinya, sebuah ide cemerlang menghinggapinya. "Hinata, please…" Kata Naruto memohon.
Hinata menghela napas berat, "tidak bisa…"
"Nanti kubelikan kau bunga! Kau cukup duduk di sini, dan aku akan mendengarkanmu…" Kata Naruto lagi.
Tidak tahan dengan tatapan Naruto, Hinata akhirnya menghela napas lagi, lalu mulai mengeluarkan suaranya… Tapi, tidak jadi. Ia terdiam… Lalu menoleh, "lebih baik aku-"
"Kalau tidak mau menyanyi, kau harus teriak di depan semuanya, "Aishiteru, Naruto!" Oke? Pilih yang mana?" Tanya Naruto, licik tapi dengan muka polos. Sebenarnya, ia hanya bercanda.
Tapi hal itu membawa petaka…
Hinata yakin, pendengarannya tidak terganggu, sangat yakin. Tidak butuh waktu lama untuk Hinata, merasakan rasa yang terlampau panas menjalari wajahnya. Jantungnya berdetak lebih kencang. Tubuhnya yang bergetar hebat…
Dan, Hinata merasa pandangannya berputar, kosong. Kegelapan jauh lebih cepat menyergapnya. Membawanya ke dimensi lain.
Hinata terkulai lemah.
"WAAAAAA! HINATAAA! BANGUN! AKU KAN HANYA BERCANDA!" Teriak Naruto spontan, kaget ketika melihat mata Hinata berputar dan oleng ke arahnya, Naruto menopang Hinata dan membawa sang gadis ke pelukannya.
Semua yang tadi sibuk berperang, kini sempat diam beberapa detik, lalu menghampiri Naruto yang jelas-jelas sangat panik dengan Hinata dalam pelukannya.
Tidak memerdulikan segala rasa sopan santun terhadap Hokage, Neji dan Kiba tak lupa serta Shino dan Akamaru yang menggonggong, memarahinya. "NARUTOOO! KAU APAKAN HINATA?!"
"Naruto-sama, Hinata kenapa?" Tanya Ino khawatir.
"YA PINGSANLAH! PERMISI! MINGGIIIRRR!" Teriak Naruto, lalu berdiri dan membawa Hinata dalam pelukannya. Berlari secepat mungkin.
Semua mengejar Naruto yang jauh berlari di depan. Dengan lincah menapaki batang demi batang… Apa yang sebenarnya Naruto cari?
"Baka…" Gumam Sakura dan Sasuke.
Oh yah, bintang…
Kau pasti senang melihatnya.
Dia, anak dari Yondaime Hokage, kini dengan wajah khawatir dan merasa nyaris mati saking paniknya, membawa Heiress Klan Hyuuga, dalam pelukannya.
Seperti cerita Tentang Bintang.
Kini, sekali lagi, Sang Pangeran menggendong Tuan Putri. Sekali lagi juga, Tuan Putri tertidur dengan cantik mengukir wajahnya. Tidak merasakan ketika Pangeran, sekali lagi pula merasa menyesal.
Menyesal karena Tuan Putri harus 'tertidur' lagi, karenanya.
#***#
"Rokudaime-Hokage,
kau ini bagaimana? Jelas-jelas ada Sakura-san dalam timmu. Mengapa
masih panik membawa Hinata-san cepat-cepat ke sini?""Aduh, Gaara-sama, aku lupa! Lagi pula, kenapa tidak ada yang mengingatkanku sih?"
Kedua Kage itu berdiri berhadapan. Yang satu dari Suna, yang satu dari Konoha. Keduanya berdiri saling berhadapan di salah satu jendela kamar rawat di rumah sakit Suna.
Kenapa bisa tersasar ke rumah sakit, dan bukannya menara Kazekage?
Tentu saja. Itu karena Naruto yang panik dengan Hinata yang pingsan dan tidak sadar-sadar membawanya ke rumah sakit, melupakan bahwa ada Sakura di situ. Rasa khawatir kelewat menguasainya… Membiarkannya memaksa diri menggendong Hinata dengan menempuh setengah lagi perjalanan dari Konoha ke Suna hanya dalam waktu 2 jam! Padahal kan, harusnya 4 jam…
"Duduk, Naruto-sama…"
"Baiklah, Kazekage-sama…"
Kedua Kage itu duduk di kursi yang disediakan oleh Matsuri-tunangan Gaara. Setelah usai dan puas dengan sindirannya, Gaara memulai membuka topik pembicaraan utama. Masih di dalam kamar rawat Hinata.
"Naruto, timmu sudah langsung bertugas di tempat. Bersama dengan penjagaan dari Suna…" Kata Gaara datar, tapi, bagi Matsuri, ekspressi dan sinar mata Gaara menyiratkan kekhawatiran yang dalam.
Naruto mengangguk, "itu sudah perintah dari Baa-chan. Sakura dan Sasuke ada di sini kan?"
"Ya, mereka menunggu di luar ruangan ini. Tapi sepertinya, mereka tidak akur…" Kata Gaara lagi.
Naruto mengibas-ngibaskan tangannya, "biarkan saja… Nanti juga baik sendiri."
Suara erangan kecil itu membuat Matsuri terpekik senang, dan Naruto melompat dari tempat duduknya, menghampiri Hinata.
"U-uh!" Hinata yang mencoba duduk memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"Tenang saja, Hinata-chan! Ini di rumah sakit Suna, kau baik-baik saja?" Tanya Matsuri yang membantu Hinata untuk duduk.
Mata Hinata melebar sedikit dalam cemas, "ya-yang lain? Sudah pada mengerjakan tugas yah? A-aku-"
"Istirahat saja dulu, Hinata-chan. Jangan memaksakan diri, kalau kau sakit itu sangat tidak menguntungkan untuk kita…" Sebuah suara memotong perkataan Hinata.
Hinata menoleh ke sumber suara, Naruto. Menatapnya dengan tegas. Tidak bisa dibantah… "Tapi, Naru-"
BRAAAAKKK!
Sakura mendobrak pintu masuk, muka Sakura pucat, tegang. Seharusnya, ia tidak perlu mendobrak pintu, tapi…
Gaara dan Naruto saling berpandangan, lalu menatap agen Konoha tersebut yang napasnya masih terengah-engah.
"Serangan di pintu utama Suna! Di bagian Neji dan Tenten! Kabarnya, pihak musuh membawa banyak bala bantuan! Ini akan menjadi perang yang sedikit sulit!"
Sasuke pun turut masuk, ekspressinya datar, tapi setitik air mengalir di pelipisnya. "Bagian timur juga diserang, bagian Sai dan Ino."
"Bagaimana keadaan sekarang di pintu utama?" Tanya Naruto langsung.
"Tadi, karena serangan mereka begitu rapi dan mendadak, Shinobi penjaga di sana kewalahan, dan kabarnya lagi, ada beberapa Shinobi ahli yang membuat Kankurou-san saja pingsan, berhasil menerobos masuk ke dalam," jawab Sakura panjang lebar.
Tak terasa, semua menahan napas, Gaara merasa kepalanya pening mendengar berita dari Sakura… 'Aniki, kuharap kau baik-baik saja.', "bagian timur, Uchiha-san?"
Sasuke menghela napas, "didengar dari laporan Temari-san, kurasa, yang kalah duluan pasti bagian timur Suna. Harus cepat ke sana."
Naruto dan Gaara berpandangan.
"Aku akan pergi ke gerbang utama," kata Gaara, kata-katanya seperti keputusan yang tidak tertulis.
Lain halnya dengan Naruto, ia mengingat pesan Tsunade… Tidak boleh meninggalkan pasangan dalam misi! 'Tapi, kalau kondisi Hinata-chan seperti ini, bagaimana kami bisa pergi?' Pikir Naruto, muram.
Gaara berdiskusi dengan Sakura, ingin lebih mengetahui keadaan di sana. Dan keadaan Kankurou…
Sebuah kehangatan menyentak Naruto dari lamunan kekhawatirannya, tangan putih nan lembut itu menggenggam tangannya. Kontras jelas terlihat. Hangatnya berpindah, dari tangan menjalar ke hati. Naruto dengan cepat menoleh. Mendapati mata amethyst itu sekali lagi beradu tatap dengan tegas dan meyakinkannya. Gadis itu mengangguk.
"Pergi saja, Naruto-kun! Aku tidak apa-apa…"
Semua selalu mengenal sosok gadis itu yang akrab dengan kata-kata yang meluncur darinya selalu terbata-bata. Asal dunia tahu, gadis itu akan tegar pada saatnya di mana ia harus tegar.
Hinata membuka selimut yang menutupinya, lalu menurunkan kakinya. Memakai jaketnya yang terlipat rapi yang terletak di meja di sampingnya.
"E-eh! Jangan, Hinata-chan! Kondisimu masih rentan untuk pingsan! Jangan…" Matsuri mencegahnya, khawatir.
"Ta-tapi, Matsuri-chan… A-aku-" Hinata mencoba membela diri, ketika tragedi terjadi.
Sasuke dengan cepat bergerak menempeleng kepala Naruto. "Baka-dobe."
Naruto mengaduh dan mengusap-ngusap kepalanya dengan tangannya yang bebas, "HEI, TEME! Apa-apaan sih?!"
"Kau itu sekarang diperlukan untuk turun sekarang juga ke medan perang," kata Sasuke datar, seolah tidak terjadi apa-apa.
Naruto hendak membantah, ketika Sakura mendahuluinya, "Aku dan Sasuke tahu, pasangan tidak boleh saling meninggalkan, aku juga mengerti keadaan Hinata sekarang. Tapi, Hinata tidak lemah, Naruto-sama. Lagi pula, di sini masih ada Matsuri, Temari, Sasuke-kun, aku dan Jounin lain di luar!"
Hening kembali menyelimuti, perlahan, menusuk.
Gaara mencoba mengambil jalan keluar, "bagaimana kalau biarkan Naruto dan Hinata-san berdiskusi? Kita menunggu di luar…"
Dan dengan itu, Gaara menarik Matsuri keluar, disusul Sakura yang juga menarik Sasuke untuk keluar. Pintu ditutup dengan pelan, tapi dengan keheningan yang menguasai ini, suaranya pun terdengar menggaung di kamar itu.
#~**~#
Matsuri duduk di sebelah Gaara di ruang tunggu. Lalu tersenyum manis, "kau tahu, Gaara-sama?""Hm?"
"Aku senang sekali melihatmu sekarang. Andai yang lain bisa melihatmu yang seperti ini…" Kata Matsuri, dirasakannya tangan kanannya menghangat, Matsuri menoleh, dilihatnya tangannya digenggam Gaara.
Melupakan bahwa Sakura dan Sasuke hanya berdiri dalam diam, mengamati ia dan Matsuri serta menguping pembicaraan Naruto dan Hinata. Keduanya merasa lumutan.
Gaara menghela napas berat, gadis di sampingnya jauh lebih mengerti dirinya apa adanya, dibanding ia sendiri.
Jujur dalam hati, Gaara merasa takut. Takut ia tidak berhasil menyelamatkan Suna dan Suna akan porak poranda. Takut apabila Suna hancur tepat di depan matanya. Takut dengan semua yang akan menyalahkannya nanti. Takut kalau dia yang ia cintaipun ikut menjauhi-
"Kau pasti berpikir yang tidak-tidak lagi, kan?"
Suara itu membuatnya kembali ke dari alam bawah sadarnya. Pelan, Gaara tidak lagi menegakkan punggungnya, lalu sedikit membuat tubuhnya santai dengan mengendurkannya. Menyeramkan untuknya, gadis di sebelahnya bisa membaca pikirannya.
"Tidak."
Matsuri merasa ada sesuatu yang jatuh di bahunya, dan Matsuri tersenyum lalu memandang tangannya yang digenggam oleh Kazekage. Seseorang menyender padanya. Melupakan kedudukannya, dan membiarkan dirinya lemah di hadapannya seorang.
Gaara bersandar di bahu kecil Matsuri. Melepaskan perasaan khawatir dan gundahnya, serta harapan agar Naruto cepat keluar dan pergi bersamanya.
"Matsuri?"
"Ya, Gaara-sama?"
"Hm…"
Matsuri tertawa kecil, ia mengerti bahasa abstrak Gaara.
"Hm… Love you, too."
#~**~#
"Aku tidak pergi."Suara itu memecahkan keheningan yang tidak mengenakkan di ruangan serba putih dan berbau obat-obatan yang kini ditempati Hinata yang sedang menatap lawan bicaranya dengan kaget.
"Ja-jangan-"
"Ingat kata Baa-chan, Hinata-chan?"
Wajah putih nan cantik selembut salju dibingkai rambut indigo yang halus, kini tertunduk, rambut indigonya jatuh teruntai dengan lembut menutupi wajahnya dengan anggun, ketidaksengajaan yang indah.
Apa yang harus ia katakan untuk bisa membuat Naruto pergi? Membuat Naruto menghiraukannya? Bukannya ia tidak suka Naruto memperhatikannya, itu bagai keajaiban yang nyaris mustahil namun kini terlaksana. Tapi, ada yang jauh lebih penting darinya-pikir Hinata.
Kaa-san, tolong aku…
Sebuah bohlam bagai muncul di kepalanya dan lampunya menyala dengan terangnya yang membuat Hinata mengangkat kepalanya dan menatap lurus ke arah Naruto.
"Naruto-kun, s-sudah janji… -kan, kemarin lusa?"
Naruto terperangah. Ia tidak akan pernah lupa-tentu saja. Janji kekanakan yang manis dan terukir di hatinya. Naruto dapat melihat, gadis di depannya ternyata jauh lebih keras kepala dibanding dirinya.
"Akan pergi, kalau keadaan mendesak? Sekarang? Pergilah… Aku bukan anak kecil yang harus selalu dijaga," kata Hinata lembut, tapi terdapat ketegasan tak terbantahkan tersirat.
Kini, Naruto yang tertunduk. Makin dipererat genggamannya pada tangan si gadis yang lembut tapi keras kepala di hadapannya. Dan Naruto terduduk di pinggir kasur berbalut selimut hangat putih itu.
Perasaan itu mendatanginya lagi. Menyesakkan hatinya, membuat kepalanya pusing dan persendiannya terasa nyeri. Ada apa ini? Tapi…
Senyum perlahan mengukir wajah berkulit tan itu, seiring dengan kepalanya terangkat dengan yakin. "Ya… Aku pergi."
Hinata menghela napas sekaligus tersenyum lega.
"Ne, Hinata-chan."
"Ya?"
"Jangan bertinda sembarangan, jangan melakukan segala sesuatu yang nekat, jaga kondisimu, dan… Tunggu aku," kata Naruto suaranya yang awalnya seperti ancaman berubah menjadi pelan dan khawatir.
Hinata tertawa kecil, "harusnya aku yang berkata seperti itu… Aku akan menunggumu."
Naruto berdiri, masih digenggamnya tangan Hinata, dan menatap wajah Hinata lekat-lekat, "Percayalah padaku."
Dan Naruto berlari, kalau kita slow-motion-kan, Hinata yang baru saja balas menggenggam Naruto, perlahan tangannya ikut tertarik, dan terangkat… Sedikit demi sedikit dan akhirnya… Terlepas.
Hinata berbisik dengan kedua tangannya saling menggenggam. Matanya terpejam dengan sebersit khawatir terlukis jelas di wajahnya. Dan Hinata berbisik lirih, berharap sang angin akan mengantar doanya dengan sukarela.
"Tolong lindungi dia, bintang."
#~**~#
Naruto dan Gaara berpisah di dua arah. Gaara menuju Utara dan Naruto menuju Timur.Tangan Naruto terkepal, ia harus menyelesaikan ini semua dengan cepat. Di rumah sakit ada yang menunggunya. Naruto berlari-lari melompat, dari satu atap ke atap lain.
Rasa gundah dan gelisah itu belum juga terjawab, membuat Naruto mengacak-ngacak rambutnya. "Tolong jaga dia, bintang."
Naruto berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang terengah-engah. Lalu menatap ke langit biru di atas sana, sinar matahari yang hangat menembus pori-pori kulitnya. Angin sepoi-sepoi memanja dengan lembut.
'Percayalah padaku, Hinata.'
#~**~#
To Be Continue
0 komentar:
Posting Komentar