Lovely Waitress
Author: Blueberry Cake
Author: Blueberry Cake
Rok biru yang mengembang dan di rambutnya
tersemat sebuah hiasan kepala warna putih. Walau hanya seorang pengantar
makanan, tetapi gadis ini mampu membuat seorang lelaki memimpikannya
setiap malam. EPILOG...
Rated: Fiction K - Indonesian - Romance/Friendship - Naruto U. & Hinata H. - Chapters: 10 - Words: 33,651 - Reviews: 140 - Favs: 40 - Follows: 2 - Updated: 06-19-10 - Published: 03-05-10 - Status: Complete - id: 5793472
Readers:
*bawa speaker masjid* BLUE!! BANGUN!! WOY BANGUN WOY!! UPDATE! UPDATE! CHAPTER
2! Kita udah pada nungguin tahu!! *blue modar*
Wokeeeeeehhhhh!!
Chapter 2 update! Ehm.. ehm.. mau ngomong apa ya? *ngelirik ke teks*.
Wahahahahahahah, baru dapat review nih dari seorang teman kalau NaruHina baru
putus langsung suka sama orang lain. Kayak lagunya Gita Gutawa yang Aku Cinta
Dia ya? *promosi.* Ga usah banyak cingcong, langsung aja deh baca fictnya.
Disclaimer:
Om, pleaaaaassseeeee dong om. Naruto buat saya napa… Saya ini fans berat
Naruto! Apalagi NaruHina!! Please ya Om… Om ganteng deh… *puppy eyes jutsu* Om
Kishi: Huh, rayuan kamu ga mempan buat saya! Malah saya pengen ke belakang
ngeliat muka kamu yang sok melas *blue pingsan*
Enjoy it!
Lovely Waitress
Hari masih
pagi, burung-burung baru saja keluar dari sarangnya, bunga-bunga baru
bermekaran. Tetapi, Naruto sudah tiba di kampus sejak pukul 7 tadi. Dia ada
janji dengan Pain-sensei untuk menyerahkan tugas wawancaranya dengan walikota
Konohagakuen. Tentu saja itu hal yang mudah, karena walikota itu adalah
pamannya sendiri, Hatake Kakashi. Bila dia mengumpulkan tugas itu sebelum kelas
dimulai, maka ia akan mendapatkan nilai A+. Nilai yang sangat disukai semua
pelajar.
"Good
job, Naruto. I like you work." Kata Pain menorehkan nilai A+ dengan
tinta merah pada tugas buatan Naruto.
"Hehe,
demi nilai akan terus ku kejar."sahut Naruto menyengir kuda.
"Kalau
seperti ini terus, aku yakin kau akan lulus dengan nilai sempurna." Ujar
Pain dari balik kacamatanya.
"Ini
kulakukan demi Kachaan."
"Hmm…
Begitu ya. Ah, bagaimana dengan kabar ayahmu?" tanya Pain yang membuat
raut wajah Naruto berubah menjadi sendur.
Pain lupa,
bahwa kata 'ayah' adalah kata terlarang untuk Naruto.
"Ah,
maaf Naruto… Aku tidak bermaksud-"
"Tidak
apa-apa kok, Sensei. Aku permisi dulu." Potong Naruto sebelum melanjutkan
perkataannya. Lalu segera keluar dari ruangan kerja Pain. Pain menyesali
kata-katanya.
Naruto
keluar dari ruangan Pain dengan wajah kusut. Untuk apa Pain menanyakan hal yang
tak mau di dengarnya. Huh… Gara-gara itu, pagi Naruto terasa menyebalkan dan bad
mood.
"Naruto!"
seseorang menyapanya dari belakang dan menepuk pelan bahu Naruto.
"Sakura,
kau mengagetkanku saja." Ujar Naruto. Sakura tersenyum.
"Sedang
apa kau di kampus pagi-pagi? Tidak seperti biasanya." tanya Sakura
memegang pundak Naruto.
"Aku
ada janji dengan Pain-sensei. Bila aku mengumpulkan tugas sebelum kelas
dimuali, aku akan mendapat nilai A+. Dan, lihatlah ini!" Naruto
menunjukkan tugasnya dengan bangga.
"Wah!
Mustahil kau bisa mendapatkan nilai ini! Aku saja hanya bisa mendapatkan nilai
A!" seru Sakura terkejut. Naruto menyengir lebar.
"Tentu
saja, hebatkan? Berhubung aku suka paling telat mengumpulkan tugas, Pain-sensei
memberikanku pilihan. Jika aku bisa mewawancarai walikota, aku mendapat nilai
A+."
"Huh,
pantas saja kau terima. Secara kan walikota itu adalah pamanmu sendiri. Hal
yang mudah bagimu, bukan?" kata Sakura. Naruto tersenyum.
"Eh,
temani aku sarapan yuk. Tadi aku belum sempat sarapan." pinta Sakura.
Naruto melihat jamnya. 08.00. Masih ada waktu 1 jam lagi sebelum kelas dimulai.
"Boleh.
Aku juga belum sarapan."
0o0o0o0o0
Jam 08.00,
Universitas Konoha Gakuen..
Hinata
tengah sibuk mengoreksi pekerjaannya. Kalau saja ada salah ketikan. Hinata tak
ingin ada kesalahan pada tugasnya. Di balik kacamata minusnya yang tipis tanpa
frame itu, bola mata lavendernya ke sana kemari. Tak melihat ada sesuatu di
depannya.
BRUUUK!!
"Aww!"
jerit kedua orang yang saling bertabrakan itu.
"Ah!
Go-gomenasai, a-aku tidak melihat jalan!" ucap Hinata memungut kertas-kertas
yang jatuh bertebaran dari mapnya.
"Tidak
apa. Ini.." kata orang itu menyerahkan 2 kertas kerja pada Hinata. Hinata
mendongak siapa yang ditabraknya.
"Sa..
Sasuke-kun?"
"Hay
Hinata. Sudah lama tak bertemu." Kata Sasuke membantu Hinata berdiri.
"Huh,
te-tentu saja. Kau kan selalu sibuk dengan Sakura-chan." sahut Hinata
sedikit merengut.
"Bisa
saja kau. Bagaimana kalau sekarang kita makan? Aku traktir." ajak Sasuke.
"Bo-boleh
saja. Ke-kebetulan aku belum sarapan tadi."jawab Hinata melangkah menuju
kantin bersama Sasuke.
"Apa?
Ngedate?" seru Naruto menatap Sakura tak yakin.
"Iya.
Kenapa? Tidak salahkan?" ujar Sakura.
"I-iya,
tidak salah. Ta-tapi, untuk apa kau mengajakku ngedate? Ha-hanya jadi nyamuk
saja kan?" kata Hinata.
"Aku
ingin memperkenalkanmu pada temanku." sahut Sasuke.
"Teman?
Untuk apa?
"Yah,
untuk teman kencanmu, Naruto… Aku juga tidak mau kau hanya jadi nyamuk. Dan,
kudengar kau kan sudah putus dengan Shion. Apa salahnya kau ku kenalkan pada
temanku? Siapa tahu kau bisa melupakan Shion.."
"Ta-tapi,
Sasuke-kun… Wa-walau aku sudah putus dengan Sasori-kun belum tentu aku tertarik
dengannya.. Dan, apa tidak apa-apa kau mengajakku? Na-nanti aku menganggumu
dengan Sakura-chan.." ujar Hinata.
"Anggap
saja sebagai balas budi. Saat kamu memperkenalkan Sakura padaku, sekarang
giliranku yang memperkenalkan temanku padamu. Jadi, apa kau mau?"
Naruto dan
Hinata menghempaskan tubuh mereka ke kursi. Bersandar dengan nafas panjang
seperti mengeluh. Tapi, besok malam minggu. Bosan juga kalau hanya sendiri di
rumah. Tidak ada kerjaan. Daripada malam minggu kelabu, akhirnya Naruto dan
Hinata menganggukan kepala mereka.
0o0o0o0o0
Hinata
tengah bersiap untuk malam minggu bersama Sasuke dan Sakura. Di cermin terdapat
pantulan seorang gadis berambut indigo dengan T-shirt biru muda lengan panjang
berkerah pendek dan hot pants jeans 20 cm di atas lutut. Di rambutnya
tersemat pita kecil berwarna ungu. Hmm.. manis..
Sebenarnya
Hinata risih dengan baju, tepatnya menggunakan celana pendek seperti ini. Kalau
bukan Sakura yang merekomendasikan Hinata untuk memakai pakaian seperti ini,
Hinata tidak akan mau memakainya. Menurutnya, lebih enak pakai jeans panjang
dengan kaos. Hinata memang pemalu, makanya dia sangat malu bila memakai pakaian
seperti ini. Tapi, dia jadi sedikit keren dan modis. Karena Hinata memang
agak.. ehm.. cupu dan culun di soal fashion. Sakura-lah yang selalu
mengajarinya untuk mode.
"Hinata!"
terdengar suara seseorang dari luar apartemennya. Hinata melongokkan kepalanya
keluar jendela. Sasuke tengah berdiri di depan mobil Mercedez Benz hitamnya.
Tahu sahabatnya telah menjemputnya, Hinata buru-buru menyisir rambutnya,
memasukkan beberapa kosmetiknya ke dalam tas kecil dan keluar dari
apartemennya.
"Lama?"
tanya Hinata berlari-lari kecil menghampiri Sasuke begitu sudah di depan wajah
Sasuke.
"Nggak.
Baru saja. Udah siap? Sakura udah nunggu." kata Sasuke. Hinata mengangguk.
Ia langsung masuk ke dalam mobil Sasuke, dan Sasuke meluncurkan mobilnya ke
arah Zippaz Café.
"Ehm..
Sa.. Sasuke-kun.. Ka-kalau aku boleh tahu, kau mau mengenalkanku pada
siapa?" tanya Hinata di tengah perjalanan.
"Kenapa?
Kau penasaran ya?" Hinata mengangguk.
"Sebentar
lagi kau akan tahu. Tunggu saja." kata Sasuke fokus ke jalanan. Hinata
yang mengeluh sebal.
20 menit
kemudian, mobil Sasuke memasuki sebuah pekarangan luas yang tampak lampu
warna-warni di sekelilingnya. Begitu mesin mobil mati, Hinata dan Sasuke segera
keluar dari mobil. Hinata mengikuti langkah Sasuke ke dalam café.
"Aduh,
Sakura. Mana Sasuke dan temanmu itu? Lama sekali sih!" keluh Naruto pada
Sakura yang ada di depannya.
"Sabar.
Nah, itu dia!" seru Sakura menunjuk ke arah Sasuke yang melambaikan tangan
ke arahnya. Naruto tak menggubris seruan Sakura itu. Cowok pirang ini malah
memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Lama
banget sih. Naruto udah uring-uringan tuh." kata Sakura mencium pipi kiri
Sasuke.
"Yah,
jalanan macet. Maklumin aja." jawab Sasuke duduk di samping Sakura.
"Hinata,
ayo duduk di sini. Kau mau jadi satpam berdiri di situ terus?" ujar Sakura
pada Hinata yang menunduk malu. Tidak PD dengan pakaian yang ia kenakan.
Hinata duduk
di sebelah Naruto yang masih memalingkan wajah ke arah lain. Dan, tak lama
kemudian Naruto menarik kepalanya, Hinata melihat ke arah kanan dan saat itulah
mata Sapphire Naruto dengan mata Amethyst Hinata.
"Kau
kan..?!"
"Eh?
Ternyata kalian sudah saling kenal ya?" ucap Sakura melihat Naruto dan
Hinata memekik bersama. Semburat merah tercipta di kedua pipi mereka.
"Kami
bertemu di café Violetta.." jawab Naruto dengan wajah sedikit
kemerah-merahan. Apalagi Hinata. Sudah seperti rambutan.
Dan itu,
membuat apple juice yang sudah dimulut Sakura keluar lagi mengotori jaket
oranye Naruto.
"Yaiks!
Apa-apaan kau Sakura?! Jorok sekali!" seru Naruto mengambil tisu dan
membersihkan jaketnya.
"Apa?!
Di Café Violetta?! Itu kan tempat aku bekerja sambilan menjadi seorang waitress."
kata Sakura membuat Hinata langsung bergidik ngeri.
"Really?"
tanya Naruto. Sakura mengangguk. Sakura melirik Hinata yang tampaknya berusaha
menutupi wajahnya yang memerah. Sakura tersenyum jahil.
"Ow,
jadi yang kemarin membuat pipi tembemmu itu merah gara-gara..-hmppp?!"
Sakura yang belum selesai melanjutkan kalimatnya, dibekap oleh Hinata yang
wajahnya sudah merah habis-habisan. Untung dia tidak pingsan.
"Sakura-chan…
Aku mohon, jangan buat aku pingsan di sini.." bisik Hinata. Sakura
mengangguk dan meminta untuk dilepaskan.
"Huft…
Leganya bisa bernafas…" seru Sakura. Sasuke melihat Naruto dan Hinata yang
tampaknya canggung satu sama lain. Senyum tersungging di bibirnya. Membisikkan
sesuatu ke telinga Sakura membuat Sakura menyengir lebar.
"Naruto!
Aku titip Hinata padamu ya!" kata Sakura tiba-tiba beranjak dari kursinya.
"What??
Kalian mau kemana?" tanya Naruto yang tampaknya merasakan ada sesuatu di
antara Sasuke dan Sakura.
"Kami
ada suatu urusan. Tolong jaga Hinata ya. Jangan kau apa-apain. Awas saja kalau
kau mengembalikan Hinata tidak seperti semula." ancam Sasuke seperti
mengancam Naruto yang akan meminjam DVD pornonya.
Naruto hanya
cengo mendengar perkataan Sasuke. Menjaga Hinata? Wiiih… Canggung berat… Tapi,
lumayanlah untuk di pedekatein.
"Dasar
SasuSaku sialan! Ninggalin gue berdua dengan Hinata. Gue pasti dikerjain. Aduh,
ngomong apaan ya? Canggung banget nih.. Nih cewek manis banget sih, bikin gue
nervous aja…"
"Ehm..
Na.. Naruto-san.. A-apa kau mau ke taman belakang?" Hinata membuka suara
karena terlalu lama menunggu 1 kata yang akan terlontar dari mulut Naruto.
"Hah?
Eh, oh.. ehm.. boleh.." jawab Naruto gelagapan saking nervousnya.
Naruto dan
Hinata akhirnya berjalan-jalan di taman belakang café. Indah. Ada kolam yang
diisi bunga teratai merah muda dan ungu. Dipinggirnya terdapat batu-batu cantik
dan beberapa ekor ikan oranye dan merah. Mereka jalan berdampingan, tetapi
sibuk di pikiran masing-masing. Hanya suara jangkrik yang memecahkan kesunyian
di antara mereka.
"Aku…"
kata Naruto dan Hinata berbarengan. Mereka memalingkan wajah kembali. Malu.
"A-ada
yang ingin kau katakan, Naruto-san?" tanya Hinata membuka suara.
"Ehm,
ya.. Jangan panggil aku Naruto-san. Panggil saja Naruto." kata Naruto
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Oh,
gomen. Ka-kalau kupanggil Naruto-kun?"
"Ehm…
boleh juga.. Hehehehehehe." kata Naruto menyengir lebar. Mereka duduk
berdua di pinggir kolam. Dan, Naruto tak henti-hentinya memperhatikan wajah
Hinata. Yang diperhatikan merasa Naruto terus memandanginya. Membuat Hinata
salting.
"A-ano…
Naruto-kun.. A-apa ada yang salah denganku?" tanya Hinata menundukkan
wajahnya dan memainkan kedua ujung jari telunjuknya. Kebiasaannya kalau sedang
gugup. Wajahnya kembali merona.
"Eh!
Gomenasai kalau itu membuatmu merasa terganggu.." ucap Naruto memalingkan
wajahnya ke arah lain.
"Ti-tidak
kok… A-aku hanya.. malu saja.." kata Hinata dengan suara pelan tetapi
cukup di dengar Naruto. Naruto tersenyum. Melihat rona merah di pipi putih
Hinata. Hmm..
"Tapi,
kau terlihat manis dengan rona merah seperti itu." ujar Naruto membuat
Hinata kaget.
"A-apa?
Manis?"
"Ya.
Seperti strawberry. Buah kesukaanku. Kalau diibaratkan, kau memang seperti
strawberry. Cantik, manis, lembut, indah. Tetapi dibalik semua itu terkadang
rasamu asam alias pemalu." kata Naruto membuat Hinata merasa ingin
pingsan.
"A-aku
tidak seperti itu, Naruto-kun…"
"Ya kau
seperti itu, Hinata-chan.." sahut Naruto. Hinata gelagapan. Kenapa cowok
satu ini kata-katanya bisa membuatnya terbang ke awan yang tinggi? Banyak cowok
yang mengatakan hal serupa, tetapi hanya Naruto yang bisa membawa Hinata
terbawa dalam khayalannya.
"K-kau
juga… Matamu indah.. Seperti blueberry.. Buah kesukaannku.." balas Hinata
menatap lekat-lekat mata biru Naruto. Rona merah muncul di pipi coklatnya.
"Kenapa
kau bisa berpikir seperti itu?"
"Uhm…
ka-karena kau memang seperti blueberry.. Unik, lucu, manis, menggemaskan.
Tetapi, dibalik semua itu terkadang kau terasa hambar alias nervous."
ujar Hinata dengan senyum kemenangan dan tertawa kecil. Naruto hanya tersenyum
pasrah.
Menatap
lekat-lekat rambut indigonya yang indah. Tertiup angin malam, menutupi sebagian
wajahnya. Sungguh seperti putri kerajaan yang sedang kesepian menanti
pangerannya di bulan. Wajahnya begitu menawan membuat Naruto sangat terpana
dengannya. Rona merah muncul lagi di pipi Hinata. Seolah-olah rona merah itu
adalah teman wajib hadir disaat Hinata sedang dilanda cinta kilat(?).
"Wajahmu
memerah lagi. Bolehkah, aku memegang pipimu?" pinta Naruto yang gemas
melihat pipi Hinata.
"Ah?
Bo-boleh.." jawab Hinata.
Perlahan,
tangan Naruto bergerak menuju wajah Hinata. Menyibak sebagian rambut Hinata
yang menutupi setengah wajah Hinata. Wajah yang lembut. Naruto mengelus pelan
pipi merah Hinata. Hinata menutup mata, membiarkan Naruto menyentuh wajahnya.
Dan tanpa
sadar, perlahan Naruto menarik pelan wajah Hinata agar mendekat kepadanya.
Hinata tak melawan, malah menuruti tuntunan tangan Naruto. Hinata merasa nafas
yang menderu. Dan itu pasti nafas Naruto. Itu berarti, wajah Hinata sudah
sangat dekat dengan wajah Naruto. Hingga beberapa centi lagi…
GUBRAK!!
MEOOONGG!!
"Kyaaaaa!!!"
Hinata langsung loncat ke pangkuan Naruto, memeluk erat Naruto dan menelungkupkan
wajahnya ke bahu Naruto.
Momen-momen
yang indah tadi batal gara-gara seekor kucing sialan tak sengaja menjatuhkan
beberapa buah kaleng. Itu membuat Hinata yang takut akan kucing ketika
mendengar suara kucing ketakutan setengah mati. Naruto terkejut tiba-tiba
Hinata naik ke pangkuannya dan memeluknya.
"Hay
Naru…to…" Sasuke dan Sakura yang sudah kembali dari urusan mereka, melihat
Hinata memeluk Naruto dengan erat. Membuat pikiran negatif melayang di pikiran
SasuSaku.
"E..
ehehe.. H-hay.. Sasuke.. Sakura.." kata Naruto melambaikan tangan pelan.
Hinata yang mendengar nama 'Sasuke Sakura' langsung sadar diri.
"Weh,
kalian mesra juga ya? Ngapain aja di tempat sepi kayak gini?" sindir
Sakura sekaligus menggoda merek berdua.
"Kami
tidak ngapa-ngapain kok!" elak Naruto dan Hinata barengan. Sasuke dan
Sakura tertawa.
"Hahaha!
Kami percaya kok kalian tidak berbuat yang macam-macam. Oh ya Naruto, kau antar
Hinata pulang ya." kata Sakura merangkul Sasuke.
"Hah?
Aku? Kenapa aku? Bukannya tadi dia sama Sasuke?"
"Aku
mau mengantar Sakura. Dan, aku dan Sakura mau pergi ke suatu tempat. Privacy."
kata Sasuke dengan senyum kemenangan. Naruto merengut kesal.
"Lagi-lagi
aku dikerjain!"
"Sudah
ya Naruto. Jangan diapa-apain ya!" seru Sakura sebelum meninggalkan mereka
berdua. Dan, akhirnya mereka berdua lagi.
"Hm.. Go
to home?" Hinata mengangguk malu. Akhirnya, mereka menuju tempat
parkir.
15 menit
kemudian, motor Kawasaki hijau milik Naruto berhenti di depan sebuah apartemen
mewah. Naruto melongo begitu tahu Hinata tinggal di sini. Terlalu mewah untuk
seorang mahasiswa seperti dirinya.
"Live
alone?"tanya Naruto begitu Hinata turun dari motornya disambut
anggukan Hinata.
"Na..
Naruto-kun mau mampir?" tawar Hinata.
"Wah,
aku mau sekali. Tapi tampaknya langit sudah gelap. Kau juga pasti butuh
istirahat. Kapan-kapan saja ya. Aku pulang dulu. Ja matte!" Naruto menggas
motornya dan melesat pergi. Hinata tersenyum-senyum sampai kakinya memasuki
lift.
Senyum tak
kunjung hilang dari wajah mungilnya. Begitu ia memutar knop pintu, gadis
lavender ini kaget.
"Ada
siapa? Kok tidak dikunci?" gumam Hinata. Begitu di buka, terdapat seorang
pria berambut coklat panjang tengah menonton di depan tv.
"Neji-nii?"
"Ah,
Hinata. Kau sudah pulang." ujar Neji begitu melihat Hinata di ambang
pintu.
"Kenapa
niisan ada di sini? Kok tidak telfon dulu?"
"Tadinya
aku mau nelfon kamu. Cuma, aku lupa kalau pulsaku habis. Niatnya sih aku tidak
mau ke sini. Aku habis ngantar Tenten ke rumahnya. Berhubung sudah malam dan
aku juga udah ngantuk banget, aku ke apartemen kamu aja. Aku bawa kunci
cadangannya." Neji mengacungkan kunci cadangannya. Hinata hanya
mengangguk-angguk. Senyum juga belum hilang dari wajahnya menarik perhatian
Neji.
"Kenapa
kau? Nilai Fisikamu dapat A?" tanya Neji asal menebak.
"Neji-nii..
Kau bercanda? Untuk dapat C saja susah! Apalagi A! Kau tahu sendiri kan?"
seru Hinata yang ingin mengambil segelas air.
"Oh iya
ya. Mustahil untuk seorang Hyuuga Hinata mendapat nilai A di pelajaran Fisika.
Yang selalu mewarnai kertas ulangan Fisikamu kan selalu nilai F merah.
Hahahaha! Bercanda." ucap Neji tak di gubris Hinata.
"Untung
kau tidak seperti Einstein- botaknya maksudku."
"Sampai
kapan mau membahas nilai fisikaku terus? Sudah, aku mau tidur." ujar
Hinata menuju kamarnya. Meninggalkan Neji yang masih di depan layar kaca.
0o0o0o0o0
Naruto
melepas helm teropongnya. Merogoh kantong jaketnya mengambil sebuah kunci
kos-kosannya. Ia memutar knop pintu.
"Eh?
Tidak di kunci? Ada seseorang di dalam.." gumam Naruto begitu tahu pintu
kos-kosannya ada yang membukanya.
Dengan
perlahan Naruto masuk ke dalamnya. Tak ada yang berubah. Tetap kamarnya yang
super berantakan dan jorok. Sampai kakinya melangkah ke meja makan. Menemukan
sesosok pria tengah duduk di salah kursi.
"Kau..?!"
"Naruto..
kau sudah datang rupanya." kata pria itu beranjak dari tempat duduknya.
Menghampiri Naruto yang melihatnya seperti seorang maling yang hendak
mengacak-ngacak kosannya.
"Ada
perlu apa kau ke sini, Namikaze Minato?" tanya Naruto ketus memanggil nama
lengkap pria yang mirip dengannya itu.
"Naruto…
Aku ini ayahmu… Mengapa kau tidak memanggilku ayah?"
"Aku
tidak punya ayah sepertimu!!!" bentak Naruto menunjuk-nunjuk Minato dengan
wajah marah.
"Dan,
untuk apa kau ke sini? Dengan siapa kau ke sini, hah?!" tanya Naruto lagi.
Belum
dijawab, tiba-tiba seorang perempuan berambut panjang merah marun keluar dari
kamar mandi. Melihat Naruto telah datang, wanita ini sedikit terkejut. Dan
panik. Karena dia tahu Naruto sangat tak suka melihat dirinya.
"Great!
Sekarang kau membawa perempuan hina ini ke kosanku?! Menjijikan sekali! Aku tak
sudi dia berada di sini!" sentak Naruto menunjuk perempuan itu.
"Jaga
mulutmu Naruto!! Fuuka itu adalah ibumu!"
"Ibu
tiri! Aku tidak akan pernah menganggap dia sebagai ibuku walau kau terus
memaksaku! Aku tidak peduli. Apa kau sadar, bahwa dia penyebab kematian
kachaan?! Dia telah merebut tousan dari kachaan! Apa tousan sadar? Tousan sadar
bahwa dia adalah pembunuh hah?! DIA PEMBUNUH KACHAAN!!"
BUUAAK!! 1
pukulan mendarat di pipi Naruto hingga mengalir darah dari bibirnya. Nafas
Minato tersengal-sengal, kemudian dia sadar apa yang telah ia lakukan. Tetapi
Naruto malah tersenyum. Menatap Minato seolah menantangnya untuk bertarung.
"Puas
kau? Ternyata benar dugaanku selama ini. Kau lebih mementingkan perempuan itu
daripada anakmu sendiri. Buktinya, kau memukul begitu keras hingga darah keluar
dari mulutku. Asal kau tahu 1 hal, Namikaze Minato. Sampai mati pun, ibuku
tetap Uzumaki Kushina…" setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, Naruto
mengambil jaketnya dan melesat keluar. Minato memejamkan matanya. Menyesali apa
yang telah ia perbuat. Tadinya, ia mengunjungi Naruto untuk meminta maaf dengan
segala perbuatannya. Tapi…
"Halo,
Sasuke?"
"Hn.
Ada apa, Dobe?"
"Jangan
memanggilku seperti itu, Teme! Malam ini aku ingin menginap di rumahmu. Boleh
tidak?" tanya Naruto. Terdengar gumaman Sasuke di balik telpon.
"Boleh
saja. Memang kenapa?"
"Kuceritakan
ketika aku sampai di rumahmu. Sekarang aku lagi di jalan. Bye." Naruto
menutup telfonnya. Dan, mempercepat laju sepeda motornya.
"Masuklah."
kata Sasuke pada Naruto yang sudah sampai 10 menit yang lalu. Naruto mengikuti
langkah Sasuke yang memasuki kamarnya.
"Jadi,
ada apa? Kudengar suaramu di telfon tampaknya kau sedang marah dan kesal."
"Ayahku
datang ke kosan. Dan, dia membawa Fuuka." jawab Naruto tiduran di kasur
Sasuke.
"Sebab
itukah kau datang ke sini?" Naruto mengangguk.
"Baiklah,
terserah kau saja. Aku tidak keberatan." kata Sasuke. Naruto mengeluh
panjang.
Terkadang,
Sasuke kasihan melihat Naruto. Dia sendiri sudah menganggap Naruto sebagai
saudaranya. Hubungan Naruto dengan ayahnya memang tidak baik. Naruto sangat
membenci ayahnya. Itu disebabkan karena Minato berselingkuh dengan wanita bernama
Fuuka, hingga membuat Kushina jatuh sakit.
Sejak
berkenalan dengan Fuuka lewat internet, Minato sudah tidak peduli lagi dengan
Kushina. Setiap hari dia selalu pulang lewat tengah malam. Bila Kushina
bertanya, Minato tak menjawab atau terkadang membentak Kushina.
Flashback
Mode: On
"Sudah
pulang? Darimana saja?" tanya Kushina ketika Minato membuka pintu rumah
dengan kunci cadangan.
"Bukan
urusanmu." Jawab Minato pendek.
"Aku
perlu tahu. Aku istrimu."
"Sudah
kubilang ini bukan urusanmu! Jangan ganggu aku! Aku sedang capek. Suami pulang
bukan disambut dengan baik, malah ditanya-tanya." bentak Minato melengos
ke kamar.
Kushina yang
melihat perubahan tingkah laku suaminya itu hanya bisa menyimpan rasa kesal dan
amarah di dada. Walau bagaimanapun, Kushina sangat mencintai Minato. Dia tak
bisa marah-marah pada Minato, atau Minato akan menyiksanya. Kushina hanya bisa
menangis.
"Kachaan…"
panggil Naruto. Kushina buru-buru mengusap air matanya. Tak ingin Naruto
melihatnya menangis.
"Naruto..
Kenapa belum tidur?"
"Aku
mendengar suara ribut-ribut. Jadi, aku terbangun. Ayah pulang malam lagi? Dan,
dia membentak kachaan lagi?" tanya Naruto. Kushina tak menjawab.
"Sudahlah.
Ayo, kita tidur."
Kejadian itu
terus berlangsung setiap hari. Hingga suatu saat, kejadian yang benar-benar
membuat Kushina sangat kecewa dan sakit hati dengan Minato..
"Bu
Kushina!!" seorang wanita seumuran Kushina memasuki rumah Namikaze dengan
langkah terburu-buru. Kushina menghampirinya.
"Ibu
Mikoto. Ada apa? Tampaknya, ada sesuatu yang penting sekali." tanya
Kushina.
"Ehm..
ada sesuatu yang harus kau tahu.."
Kushina
mengerutkan dahinya. Ada apa ini?
"Tapi,
kuharap setelah kuberitahu apa yang terjadi kau tidak akan marah padaku."
lanjut Mikoto. Ia merogoh sesuatu dari tas silvernya.
Mengeluarkan
sebuah amplop coklat dan menyerahkan ke Kushina.
"Apa
ini?" Mikoto tak menjawab. Ia tak mau berbicara lebih dari ini.
Perlahan,
Kushina membuka amplop itu. Ia menemukan beberapa lembar foto yang di sana
tampak seorang pria berambut kuning jabrik yang ia kenal, dengan seorang wanita
berambut merah marun. Mereka tampak mesra. Bergandengan, saling merangkul,
bahkan pria itu mencium pipi wanita itu. Air mata Kushina menggenang di pelupuk
matanya. Makoto tak berani melihat Kushina.
"Mi..
Minato… Ke..kenapa? Hiks… Kenapa?"foto yang dipegang Kushina terjatuh.
Tiba-tiba, Kushina kejang-kejang. Nafasnya tidak beraturan dan seperti orang
sakit asma. Mikoto panik.
"Kushina!
Kushina!! Tolong!!"
"Kachaan..
aku pu-… Kachaan!" Naruto yang baru datang dari sekolahnya, melihat
Kushina terkapar di lantai bersama Mikoto terkejut. Ia melihat ibunya nampak
kejang-kejang dan sesak nafas.
"Bibi
Mikoto! Kachaan kenapa?!" tanya Naruto.
"Entahlah,
aku juga tidak tahu! Setelah melihat foto ini dia jadi seperti ini." jawab
Mikoto menyodorkan foto yang diberikannya pada Kushina tadi. Mata Naruto
melotot.
"Otousan?!!
Brengsek!" umpat Naruto meremas dan merobek foto itu.
"Daripada
itu, lebih baik kita cepat membawa ibumu ke rumah sakit!"
0o0o0o0o0
Naruto terus
mondar-mandir tak tenang. Mikoto berharap-harap cemas. Dan, tak lama seorang
dokter cantik keluar dari ruangan itu.
"Dokter
Haruna, bagaimana kondisi ibu saya?" tanya Naruto begitu dokter itu
keluar.
"Ibu
anda terkena serangan jantung kelihatannya parah sekali. Andai saja kamu telat
membawa ibumu ke sini, dia tidak akan selamat." jawab Haruna menepuk bahu
Naruto lalu meninggalkannya. Naruto sedikit menangis.
Ia masuk ke
dalam kamar Kushina, melihat ibunya yang berbaring lemah dengan selang-selang
infus di tubuhnya. Naruto memegang tangannya. Dingin. Wajahnya yang selalu
tersenyum kini Naruto hanya bisa melihat wajah yang sendu sedang tertidur.
"Kachaan…"
"Na..
ru.. to.." terdengar suara Kushina yang berat. Naruto dan Mikoto terkejut.
Melihat Kushina telah membuka matanya.
"Kachaan!!
Huhuhuhu… aku pikir aku akan kehilangan kachaan.." kata Naruto menangis di
perut Kushina. Kushina mengelus lembut rambutnya.
"Jangan
menangis, sayang.. Kachaan tidak akan pernah meninggalkanmu. Kachaan akan
selalu hadir di hatimu. Jadilah laki-laki yang kuat dan tegar. Kachaan berharap
kau bisa menjadi laki-laki yang cerdas dan tegar. Jaga ayahmu ya.. Kachaan
selalu mencintaimu dan ayahmu…" ucap Kushina suaranya makin mengecil dan
matanya semakin menutup. Naruto terkejut.
"Kachaan?!
Kachaan, jangan bercanda!! Kachaan bangun! Dokter!! Suster!!" teriak
Naruto memanggil-manggil dokter dan suster. 5 detik kemudian, Haruna datang
bersama 2 suster.
"Siapkan
alat kejut!" perintah Haruna. Berkali-kali Kushina berusaha untuk
dipertahankan nyawanya. Tapi, pendeteksi jantung tak bekerja. Hanya ada garis
lurus tanpa ombak. Naruto melotot.
"Kachaan!!
Kachaan jangan mati!!!"
"Naruto,
sudah. Relakan ibumu. Aku tahu kau sedih, aku juga sedih. Tapi semua ini sudah
takdir!" kata Mikoto menahan Naruto untuk menghampiri Kushina.
"Kachaan…"
gumam Naruto. Air matanya keluar deras. Mengepalkan tangannya geram.
Dan, sejak
saat itulah Naruto mulai membenci Minato. Dan tak pernah menganggap Minato
sebagai ayahnya..
Flashback
Mode: off
"Hey,
Naruto! Bangun!" Sasuke mengguncang-guncangkan tubuh Naruto. Naruto
membuka matanya tiba-tiba. Keringat mengucur dari dahinya.
"Huh..
Aku kenapa?"
"Kau
mengigau keras sekali. Apa kau mimpi buruk?" tanya Sasuke. Naruto memegang
keningnya. Mimpi yang buruk..
"Ya..
seperti itulah. Aku memimpikan kejadian yang tidak ingin aku ingat.."
jawab Naruto.
"Minumlah.
Mungkin kau lebih tenang minum ini." kata Sasuke menyerahkan secangkir susu
coklat hangat. Naruto menerimanya dan menegaknya habis.
"Thanks…."
TBC…
0 komentar:
Posting Komentar