LOVELY WAITRESS CHAPTER 2 (DOUBLE DATE?)

Minggu, 17 Maret 2013
Lovely Waitress

Author: Blueberry Cake 
Rok biru yang mengembang dan di rambutnya tersemat sebuah hiasan kepala warna putih. Walau hanya seorang pengantar makanan, tetapi gadis ini mampu membuat seorang lelaki memimpikannya setiap malam. EPILOG...
Rated: Fiction K - Indonesian - Romance/Friendship - Naruto U. & Hinata H. - Chapters: 10 - Words: 33,651 - Reviews: 140 - Favs: 40 - Follows: 2 - Updated: 06-19-10 - Published: 03-05-10 - Status: Complete - id: 5793472 



Readers: *bawa speaker masjid* BLUE!! BANGUN!! WOY BANGUN WOY!! UPDATE! UPDATE! CHAPTER 2! Kita udah pada nungguin tahu!! *blue modar*
Wokeeeeeehhhhh!! Chapter 2 update! Ehm.. ehm.. mau ngomong apa ya? *ngelirik ke teks*. Wahahahahahahah, baru dapat review nih dari seorang teman kalau NaruHina baru putus langsung suka sama orang lain. Kayak lagunya Gita Gutawa yang Aku Cinta Dia ya? *promosi.* Ga usah banyak cingcong, langsung aja deh baca fictnya.
Disclaimer: Om, pleaaaaassseeeee dong om. Naruto buat saya napa… Saya ini fans berat Naruto! Apalagi NaruHina!! Please ya Om… Om ganteng deh… *puppy eyes jutsu* Om Kishi: Huh, rayuan kamu ga mempan buat saya! Malah saya pengen ke belakang ngeliat muka kamu yang sok melas *blue pingsan*
Enjoy it!

Lovely Waitress
 
Hari masih pagi, burung-burung baru saja keluar dari sarangnya, bunga-bunga baru bermekaran. Tetapi, Naruto sudah tiba di kampus sejak pukul 7 tadi. Dia ada janji dengan Pain-sensei untuk menyerahkan tugas wawancaranya dengan walikota Konohagakuen. Tentu saja itu hal yang mudah, karena walikota itu adalah pamannya sendiri, Hatake Kakashi. Bila dia mengumpulkan tugas itu sebelum kelas dimulai, maka ia akan mendapatkan nilai A+. Nilai yang sangat disukai semua pelajar.
"Good job, Naruto. I like you work." Kata Pain menorehkan nilai A+ dengan tinta merah pada tugas buatan Naruto.
"Hehe, demi nilai akan terus ku kejar."sahut Naruto menyengir kuda.
"Kalau seperti ini terus, aku yakin kau akan lulus dengan nilai sempurna." Ujar Pain dari balik kacamatanya.
"Ini kulakukan demi Kachaan."
"Hmm… Begitu ya. Ah, bagaimana dengan kabar ayahmu?" tanya Pain yang membuat raut wajah Naruto berubah menjadi sendur.
Pain lupa, bahwa kata 'ayah' adalah kata terlarang untuk Naruto.
"Ah, maaf Naruto… Aku tidak bermaksud-"
"Tidak apa-apa kok, Sensei. Aku permisi dulu." Potong Naruto sebelum melanjutkan perkataannya. Lalu segera keluar dari ruangan kerja Pain. Pain menyesali kata-katanya.
Naruto keluar dari ruangan Pain dengan wajah kusut. Untuk apa Pain menanyakan hal yang tak mau di dengarnya. Huh… Gara-gara itu, pagi Naruto terasa menyebalkan dan bad mood.
"Naruto!" seseorang menyapanya dari belakang dan menepuk pelan bahu Naruto.
"Sakura, kau mengagetkanku saja." Ujar Naruto. Sakura tersenyum.
"Sedang apa kau di kampus pagi-pagi? Tidak seperti biasanya." tanya Sakura memegang pundak Naruto.
"Aku ada janji dengan Pain-sensei. Bila aku mengumpulkan tugas sebelum kelas dimuali, aku akan mendapat nilai A+. Dan, lihatlah ini!" Naruto menunjukkan tugasnya dengan bangga.
"Wah! Mustahil kau bisa mendapatkan nilai ini! Aku saja hanya bisa mendapatkan nilai A!" seru Sakura terkejut. Naruto menyengir lebar.
"Tentu saja, hebatkan? Berhubung aku suka paling telat mengumpulkan tugas, Pain-sensei memberikanku pilihan. Jika aku bisa mewawancarai walikota, aku mendapat nilai A+."
"Huh, pantas saja kau terima. Secara kan walikota itu adalah pamanmu sendiri. Hal yang mudah bagimu, bukan?" kata Sakura. Naruto tersenyum.
"Eh, temani aku sarapan yuk. Tadi aku belum sempat sarapan." pinta Sakura. Naruto melihat jamnya. 08.00. Masih ada waktu 1 jam lagi sebelum kelas dimulai.
"Boleh. Aku juga belum sarapan."
0o0o0o0o0
Jam 08.00, Universitas Konoha Gakuen..
Hinata tengah sibuk mengoreksi pekerjaannya. Kalau saja ada salah ketikan. Hinata tak ingin ada kesalahan pada tugasnya. Di balik kacamata minusnya yang tipis tanpa frame itu, bola mata lavendernya ke sana kemari. Tak melihat ada sesuatu di depannya.
BRUUUK!!
"Aww!" jerit kedua orang yang saling bertabrakan itu.
"Ah! Go-gomenasai, a-aku tidak melihat jalan!" ucap Hinata memungut kertas-kertas yang jatuh bertebaran dari mapnya.
"Tidak apa. Ini.." kata orang itu menyerahkan 2 kertas kerja pada Hinata. Hinata mendongak siapa yang ditabraknya.
"Sa.. Sasuke-kun?"
"Hay Hinata. Sudah lama tak bertemu." Kata Sasuke membantu Hinata berdiri.
"Huh, te-tentu saja. Kau kan selalu sibuk dengan Sakura-chan." sahut Hinata sedikit merengut.
"Bisa saja kau. Bagaimana kalau sekarang kita makan? Aku traktir." ajak Sasuke.
"Bo-boleh saja. Ke-kebetulan aku belum sarapan tadi."jawab Hinata melangkah menuju kantin bersama Sasuke.

"Apa? Ngedate?" seru Naruto menatap Sakura tak yakin.
"Iya. Kenapa? Tidak salahkan?" ujar Sakura.

"I-iya, tidak salah. Ta-tapi, untuk apa kau mengajakku ngedate? Ha-hanya jadi nyamuk saja kan?" kata Hinata.
"Aku ingin memperkenalkanmu pada temanku." sahut Sasuke.

"Teman? Untuk apa?
"Yah, untuk teman kencanmu, Naruto… Aku juga tidak mau kau hanya jadi nyamuk. Dan, kudengar kau kan sudah putus dengan Shion. Apa salahnya kau ku kenalkan pada temanku? Siapa tahu kau bisa melupakan Shion.."

"Ta-tapi, Sasuke-kun… Wa-walau aku sudah putus dengan Sasori-kun belum tentu aku tertarik dengannya.. Dan, apa tidak apa-apa kau mengajakku? Na-nanti aku menganggumu dengan Sakura-chan.." ujar Hinata.
"Anggap saja sebagai balas budi. Saat kamu memperkenalkan Sakura padaku, sekarang giliranku yang memperkenalkan temanku padamu. Jadi, apa kau mau?"

Naruto dan Hinata menghempaskan tubuh mereka ke kursi. Bersandar dengan nafas panjang seperti mengeluh. Tapi, besok malam minggu. Bosan juga kalau hanya sendiri di rumah. Tidak ada kerjaan. Daripada malam minggu kelabu, akhirnya Naruto dan Hinata menganggukan kepala mereka.
0o0o0o0o0
Hinata tengah bersiap untuk malam minggu bersama Sasuke dan Sakura. Di cermin terdapat pantulan seorang gadis berambut indigo dengan T-shirt biru muda lengan panjang berkerah pendek dan hot pants jeans 20 cm di atas lutut. Di rambutnya tersemat pita kecil berwarna ungu. Hmm.. manis..
Sebenarnya Hinata risih dengan baju, tepatnya menggunakan celana pendek seperti ini. Kalau bukan Sakura yang merekomendasikan Hinata untuk memakai pakaian seperti ini, Hinata tidak akan mau memakainya. Menurutnya, lebih enak pakai jeans panjang dengan kaos. Hinata memang pemalu, makanya dia sangat malu bila memakai pakaian seperti ini. Tapi, dia jadi sedikit keren dan modis. Karena Hinata memang agak.. ehm.. cupu dan culun di soal fashion. Sakura-lah yang selalu mengajarinya untuk mode.
"Hinata!" terdengar suara seseorang dari luar apartemennya. Hinata melongokkan kepalanya keluar jendela. Sasuke tengah berdiri di depan mobil Mercedez Benz hitamnya. Tahu sahabatnya telah menjemputnya, Hinata buru-buru menyisir rambutnya, memasukkan beberapa kosmetiknya ke dalam tas kecil dan keluar dari apartemennya.
"Lama?" tanya Hinata berlari-lari kecil menghampiri Sasuke begitu sudah di depan wajah Sasuke.
"Nggak. Baru saja. Udah siap? Sakura udah nunggu." kata Sasuke. Hinata mengangguk. Ia langsung masuk ke dalam mobil Sasuke, dan Sasuke meluncurkan mobilnya ke arah Zippaz Café.
"Ehm.. Sa.. Sasuke-kun.. Ka-kalau aku boleh tahu, kau mau mengenalkanku pada siapa?" tanya Hinata di tengah perjalanan.
"Kenapa? Kau penasaran ya?" Hinata mengangguk.
"Sebentar lagi kau akan tahu. Tunggu saja." kata Sasuke fokus ke jalanan. Hinata yang mengeluh sebal.
20 menit kemudian, mobil Sasuke memasuki sebuah pekarangan luas yang tampak lampu warna-warni di sekelilingnya. Begitu mesin mobil mati, Hinata dan Sasuke segera keluar dari mobil. Hinata mengikuti langkah Sasuke ke dalam café.
"Aduh, Sakura. Mana Sasuke dan temanmu itu? Lama sekali sih!" keluh Naruto pada Sakura yang ada di depannya.
"Sabar. Nah, itu dia!" seru Sakura menunjuk ke arah Sasuke yang melambaikan tangan ke arahnya. Naruto tak menggubris seruan Sakura itu. Cowok pirang ini malah memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Lama banget sih. Naruto udah uring-uringan tuh." kata Sakura mencium pipi kiri Sasuke.
"Yah, jalanan macet. Maklumin aja." jawab Sasuke duduk di samping Sakura.
"Hinata, ayo duduk di sini. Kau mau jadi satpam berdiri di situ terus?" ujar Sakura pada Hinata yang menunduk malu. Tidak PD dengan pakaian yang ia kenakan.
Hinata duduk di sebelah Naruto yang masih memalingkan wajah ke arah lain. Dan, tak lama kemudian Naruto menarik kepalanya, Hinata melihat ke arah kanan dan saat itulah mata Sapphire Naruto dengan mata Amethyst Hinata.
"Kau kan..?!"
"Eh? Ternyata kalian sudah saling kenal ya?" ucap Sakura melihat Naruto dan Hinata memekik bersama. Semburat merah tercipta di kedua pipi mereka.
"Kami bertemu di café Violetta.." jawab Naruto dengan wajah sedikit kemerah-merahan. Apalagi Hinata. Sudah seperti rambutan.
Dan itu, membuat apple juice yang sudah dimulut Sakura keluar lagi mengotori jaket oranye Naruto.
"Yaiks! Apa-apaan kau Sakura?! Jorok sekali!" seru Naruto mengambil tisu dan membersihkan jaketnya.
"Apa?! Di Café Violetta?! Itu kan tempat aku bekerja sambilan menjadi seorang waitress." kata Sakura membuat Hinata langsung bergidik ngeri.
"Really?" tanya Naruto. Sakura mengangguk. Sakura melirik Hinata yang tampaknya berusaha menutupi wajahnya yang memerah. Sakura tersenyum jahil.
"Ow, jadi yang kemarin membuat pipi tembemmu itu merah gara-gara..-hmppp?!" Sakura yang belum selesai melanjutkan kalimatnya, dibekap oleh Hinata yang wajahnya sudah merah habis-habisan. Untung dia tidak pingsan.
"Sakura-chan… Aku mohon, jangan buat aku pingsan di sini.." bisik Hinata. Sakura mengangguk dan meminta untuk dilepaskan.
"Huft… Leganya bisa bernafas…" seru Sakura. Sasuke melihat Naruto dan Hinata yang tampaknya canggung satu sama lain. Senyum tersungging di bibirnya. Membisikkan sesuatu ke telinga Sakura membuat Sakura menyengir lebar.
"Naruto! Aku titip Hinata padamu ya!" kata Sakura tiba-tiba beranjak dari kursinya.
"What?? Kalian mau kemana?" tanya Naruto yang tampaknya merasakan ada sesuatu di antara Sasuke dan Sakura.
"Kami ada suatu urusan. Tolong jaga Hinata ya. Jangan kau apa-apain. Awas saja kalau kau mengembalikan Hinata tidak seperti semula." ancam Sasuke seperti mengancam Naruto yang akan meminjam DVD pornonya.
Naruto hanya cengo mendengar perkataan Sasuke. Menjaga Hinata? Wiiih… Canggung berat… Tapi, lumayanlah untuk di pedekatein.
"Dasar SasuSaku sialan! Ninggalin gue berdua dengan Hinata. Gue pasti dikerjain. Aduh, ngomong apaan ya? Canggung banget nih.. Nih cewek manis banget sih, bikin gue nervous aja…"
"Ehm.. Na.. Naruto-san.. A-apa kau mau ke taman belakang?" Hinata membuka suara karena terlalu lama menunggu 1 kata yang akan terlontar dari mulut Naruto.
"Hah? Eh, oh.. ehm.. boleh.." jawab Naruto gelagapan saking nervousnya.
Naruto dan Hinata akhirnya berjalan-jalan di taman belakang café. Indah. Ada kolam yang diisi bunga teratai merah muda dan ungu. Dipinggirnya terdapat batu-batu cantik dan beberapa ekor ikan oranye dan merah. Mereka jalan berdampingan, tetapi sibuk di pikiran masing-masing. Hanya suara jangkrik yang memecahkan kesunyian di antara mereka.
"Aku…" kata Naruto dan Hinata berbarengan. Mereka memalingkan wajah kembali. Malu.
"A-ada yang ingin kau katakan, Naruto-san?" tanya Hinata membuka suara.
"Ehm, ya.. Jangan panggil aku Naruto-san. Panggil saja Naruto." kata Naruto menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Oh, gomen. Ka-kalau kupanggil Naruto-kun?"
"Ehm… boleh juga.. Hehehehehehe." kata Naruto menyengir lebar. Mereka duduk berdua di pinggir kolam. Dan, Naruto tak henti-hentinya memperhatikan wajah Hinata. Yang diperhatikan merasa Naruto terus memandanginya. Membuat Hinata salting.
"A-ano… Naruto-kun.. A-apa ada yang salah denganku?" tanya Hinata menundukkan wajahnya dan memainkan kedua ujung jari telunjuknya. Kebiasaannya kalau sedang gugup. Wajahnya kembali merona.
"Eh! Gomenasai kalau itu membuatmu merasa terganggu.." ucap Naruto memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Ti-tidak kok… A-aku hanya.. malu saja.." kata Hinata dengan suara pelan tetapi cukup di dengar Naruto. Naruto tersenyum. Melihat rona merah di pipi putih Hinata. Hmm..
"Tapi, kau terlihat manis dengan rona merah seperti itu." ujar Naruto membuat Hinata kaget.
"A-apa? Manis?"
"Ya. Seperti strawberry. Buah kesukaanku. Kalau diibaratkan, kau memang seperti strawberry. Cantik, manis, lembut, indah. Tetapi dibalik semua itu terkadang rasamu asam alias pemalu." kata Naruto membuat Hinata merasa ingin pingsan.
"A-aku tidak seperti itu, Naruto-kun…"
"Ya kau seperti itu, Hinata-chan.." sahut Naruto. Hinata gelagapan. Kenapa cowok satu ini kata-katanya bisa membuatnya terbang ke awan yang tinggi? Banyak cowok yang mengatakan hal serupa, tetapi hanya Naruto yang bisa membawa Hinata terbawa dalam khayalannya.
"K-kau juga… Matamu indah.. Seperti blueberry.. Buah kesukaannku.." balas Hinata menatap lekat-lekat mata biru Naruto. Rona merah muncul di pipi coklatnya.
"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?"
"Uhm… ka-karena kau memang seperti blueberry.. Unik, lucu, manis, menggemaskan. Tetapi, dibalik semua itu terkadang kau terasa hambar alias nervous." ujar Hinata dengan senyum kemenangan dan tertawa kecil. Naruto hanya tersenyum pasrah.
Menatap lekat-lekat rambut indigonya yang indah. Tertiup angin malam, menutupi sebagian wajahnya. Sungguh seperti putri kerajaan yang sedang kesepian menanti pangerannya di bulan. Wajahnya begitu menawan membuat Naruto sangat terpana dengannya. Rona merah muncul lagi di pipi Hinata. Seolah-olah rona merah itu adalah teman wajib hadir disaat Hinata sedang dilanda cinta kilat(?).
"Wajahmu memerah lagi. Bolehkah, aku memegang pipimu?" pinta Naruto yang gemas melihat pipi Hinata.
"Ah? Bo-boleh.." jawab Hinata.
Perlahan, tangan Naruto bergerak menuju wajah Hinata. Menyibak sebagian rambut Hinata yang menutupi setengah wajah Hinata. Wajah yang lembut. Naruto mengelus pelan pipi merah Hinata. Hinata menutup mata, membiarkan Naruto menyentuh wajahnya.
Dan tanpa sadar, perlahan Naruto menarik pelan wajah Hinata agar mendekat kepadanya. Hinata tak melawan, malah menuruti tuntunan tangan Naruto. Hinata merasa nafas yang menderu. Dan itu pasti nafas Naruto. Itu berarti, wajah Hinata sudah sangat dekat dengan wajah Naruto. Hingga beberapa centi lagi…
GUBRAK!! MEOOONGG!!
"Kyaaaaa!!!" Hinata langsung loncat ke pangkuan Naruto, memeluk erat Naruto dan menelungkupkan wajahnya ke bahu Naruto.
Momen-momen yang indah tadi batal gara-gara seekor kucing sialan tak sengaja menjatuhkan beberapa buah kaleng. Itu membuat Hinata yang takut akan kucing ketika mendengar suara kucing ketakutan setengah mati. Naruto terkejut tiba-tiba Hinata naik ke pangkuannya dan memeluknya.
"Hay Naru…to…" Sasuke dan Sakura yang sudah kembali dari urusan mereka, melihat Hinata memeluk Naruto dengan erat. Membuat pikiran negatif melayang di pikiran SasuSaku.
"E.. ehehe.. H-hay.. Sasuke.. Sakura.." kata Naruto melambaikan tangan pelan. Hinata yang mendengar nama 'Sasuke Sakura' langsung sadar diri.
"Weh, kalian mesra juga ya? Ngapain aja di tempat sepi kayak gini?" sindir Sakura sekaligus menggoda merek berdua.
"Kami tidak ngapa-ngapain kok!" elak Naruto dan Hinata barengan. Sasuke dan Sakura tertawa.
"Hahaha! Kami percaya kok kalian tidak berbuat yang macam-macam. Oh ya Naruto, kau antar Hinata pulang ya." kata Sakura merangkul Sasuke.
"Hah? Aku? Kenapa aku? Bukannya tadi dia sama Sasuke?"
"Aku mau mengantar Sakura. Dan, aku dan Sakura mau pergi ke suatu tempat. Privacy." kata Sasuke dengan senyum kemenangan. Naruto merengut kesal.
"Lagi-lagi aku dikerjain!"
"Sudah ya Naruto. Jangan diapa-apain ya!" seru Sakura sebelum meninggalkan mereka berdua. Dan, akhirnya mereka berdua lagi.
"Hm.. Go to home?" Hinata mengangguk malu. Akhirnya, mereka menuju tempat parkir.
15 menit kemudian, motor Kawasaki hijau milik Naruto berhenti di depan sebuah apartemen mewah. Naruto melongo begitu tahu Hinata tinggal di sini. Terlalu mewah untuk seorang mahasiswa seperti dirinya.
"Live alone?"tanya Naruto begitu Hinata turun dari motornya disambut anggukan Hinata.
"Na.. Naruto-kun mau mampir?" tawar Hinata.
"Wah, aku mau sekali. Tapi tampaknya langit sudah gelap. Kau juga pasti butuh istirahat. Kapan-kapan saja ya. Aku pulang dulu. Ja matte!" Naruto menggas motornya dan melesat pergi. Hinata tersenyum-senyum sampai kakinya memasuki lift.
Senyum tak kunjung hilang dari wajah mungilnya. Begitu ia memutar knop pintu, gadis lavender ini kaget.
"Ada siapa? Kok tidak dikunci?" gumam Hinata. Begitu di buka, terdapat seorang pria berambut coklat panjang tengah menonton di depan tv.
"Neji-nii?"
"Ah, Hinata. Kau sudah pulang." ujar Neji begitu melihat Hinata di ambang pintu.
"Kenapa niisan ada di sini? Kok tidak telfon dulu?"
"Tadinya aku mau nelfon kamu. Cuma, aku lupa kalau pulsaku habis. Niatnya sih aku tidak mau ke sini. Aku habis ngantar Tenten ke rumahnya. Berhubung sudah malam dan aku juga udah ngantuk banget, aku ke apartemen kamu aja. Aku bawa kunci cadangannya." Neji mengacungkan kunci cadangannya. Hinata hanya mengangguk-angguk. Senyum juga belum hilang dari wajahnya menarik perhatian Neji.
"Kenapa kau? Nilai Fisikamu dapat A?" tanya Neji asal menebak.
"Neji-nii.. Kau bercanda? Untuk dapat C saja susah! Apalagi A! Kau tahu sendiri kan?" seru Hinata yang ingin mengambil segelas air.
"Oh iya ya. Mustahil untuk seorang Hyuuga Hinata mendapat nilai A di pelajaran Fisika. Yang selalu mewarnai kertas ulangan Fisikamu kan selalu nilai F merah. Hahahaha! Bercanda." ucap Neji tak di gubris Hinata.
"Untung kau tidak seperti Einstein- botaknya maksudku."
"Sampai kapan mau membahas nilai fisikaku terus? Sudah, aku mau tidur." ujar Hinata menuju kamarnya. Meninggalkan Neji yang masih di depan layar kaca.
0o0o0o0o0
Naruto melepas helm teropongnya. Merogoh kantong jaketnya mengambil sebuah kunci kos-kosannya. Ia memutar knop pintu.
"Eh? Tidak di kunci? Ada seseorang di dalam.." gumam Naruto begitu tahu pintu kos-kosannya ada yang membukanya.
Dengan perlahan Naruto masuk ke dalamnya. Tak ada yang berubah. Tetap kamarnya yang super berantakan dan jorok. Sampai kakinya melangkah ke meja makan. Menemukan sesosok pria tengah duduk di salah kursi.
"Kau..?!"
"Naruto.. kau sudah datang rupanya." kata pria itu beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri Naruto yang melihatnya seperti seorang maling yang hendak mengacak-ngacak kosannya.
"Ada perlu apa kau ke sini, Namikaze Minato?" tanya Naruto ketus memanggil nama lengkap pria yang mirip dengannya itu.
"Naruto… Aku ini ayahmu… Mengapa kau tidak memanggilku ayah?"
"Aku tidak punya ayah sepertimu!!!" bentak Naruto menunjuk-nunjuk Minato dengan wajah marah.
"Dan, untuk apa kau ke sini? Dengan siapa kau ke sini, hah?!" tanya Naruto lagi.
Belum dijawab, tiba-tiba seorang perempuan berambut panjang merah marun keluar dari kamar mandi. Melihat Naruto telah datang, wanita ini sedikit terkejut. Dan panik. Karena dia tahu Naruto sangat tak suka melihat dirinya.
"Great! Sekarang kau membawa perempuan hina ini ke kosanku?! Menjijikan sekali! Aku tak sudi dia berada di sini!" sentak Naruto menunjuk perempuan itu.
"Jaga mulutmu Naruto!! Fuuka itu adalah ibumu!"
"Ibu tiri! Aku tidak akan pernah menganggap dia sebagai ibuku walau kau terus memaksaku! Aku tidak peduli. Apa kau sadar, bahwa dia penyebab kematian kachaan?! Dia telah merebut tousan dari kachaan! Apa tousan sadar? Tousan sadar bahwa dia adalah pembunuh hah?! DIA PEMBUNUH KACHAAN!!"
BUUAAK!! 1 pukulan mendarat di pipi Naruto hingga mengalir darah dari bibirnya. Nafas Minato tersengal-sengal, kemudian dia sadar apa yang telah ia lakukan. Tetapi Naruto malah tersenyum. Menatap Minato seolah menantangnya untuk bertarung.
"Puas kau? Ternyata benar dugaanku selama ini. Kau lebih mementingkan perempuan itu daripada anakmu sendiri. Buktinya, kau memukul begitu keras hingga darah keluar dari mulutku. Asal kau tahu 1 hal, Namikaze Minato. Sampai mati pun, ibuku tetap Uzumaki Kushina…" setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, Naruto mengambil jaketnya dan melesat keluar. Minato memejamkan matanya. Menyesali apa yang telah ia perbuat. Tadinya, ia mengunjungi Naruto untuk meminta maaf dengan segala perbuatannya. Tapi…
"Halo, Sasuke?"
"Hn. Ada apa, Dobe?"
"Jangan memanggilku seperti itu, Teme! Malam ini aku ingin menginap di rumahmu. Boleh tidak?" tanya Naruto. Terdengar gumaman Sasuke di balik telpon.
"Boleh saja. Memang kenapa?"
"Kuceritakan ketika aku sampai di rumahmu. Sekarang aku lagi di jalan. Bye." Naruto menutup telfonnya. Dan, mempercepat laju sepeda motornya.
"Masuklah." kata Sasuke pada Naruto yang sudah sampai 10 menit yang lalu. Naruto mengikuti langkah Sasuke yang memasuki kamarnya.
"Jadi, ada apa? Kudengar suaramu di telfon tampaknya kau sedang marah dan kesal."
"Ayahku datang ke kosan. Dan, dia membawa Fuuka." jawab Naruto tiduran di kasur Sasuke.
"Sebab itukah kau datang ke sini?" Naruto mengangguk.
"Baiklah, terserah kau saja. Aku tidak keberatan." kata Sasuke. Naruto mengeluh panjang.
Terkadang, Sasuke kasihan melihat Naruto. Dia sendiri sudah menganggap Naruto sebagai saudaranya. Hubungan Naruto dengan ayahnya memang tidak baik. Naruto sangat membenci ayahnya. Itu disebabkan karena Minato berselingkuh dengan wanita bernama Fuuka, hingga membuat Kushina jatuh sakit.
Sejak berkenalan dengan Fuuka lewat internet, Minato sudah tidak peduli lagi dengan Kushina. Setiap hari dia selalu pulang lewat tengah malam. Bila Kushina bertanya, Minato tak menjawab atau terkadang membentak Kushina.
Flashback Mode: On
"Sudah pulang? Darimana saja?" tanya Kushina ketika Minato membuka pintu rumah dengan kunci cadangan.
"Bukan urusanmu." Jawab Minato pendek.
"Aku perlu tahu. Aku istrimu."
"Sudah kubilang ini bukan urusanmu! Jangan ganggu aku! Aku sedang capek. Suami pulang bukan disambut dengan baik, malah ditanya-tanya." bentak Minato melengos ke kamar.
Kushina yang melihat perubahan tingkah laku suaminya itu hanya bisa menyimpan rasa kesal dan amarah di dada. Walau bagaimanapun, Kushina sangat mencintai Minato. Dia tak bisa marah-marah pada Minato, atau Minato akan menyiksanya. Kushina hanya bisa menangis.
"Kachaan…" panggil Naruto. Kushina buru-buru mengusap air matanya. Tak ingin Naruto melihatnya menangis.
"Naruto.. Kenapa belum tidur?"
"Aku mendengar suara ribut-ribut. Jadi, aku terbangun. Ayah pulang malam lagi? Dan, dia membentak kachaan lagi?" tanya Naruto. Kushina tak menjawab.
"Sudahlah. Ayo, kita tidur."
Kejadian itu terus berlangsung setiap hari. Hingga suatu saat, kejadian yang benar-benar membuat Kushina sangat kecewa dan sakit hati dengan Minato..
"Bu Kushina!!" seorang wanita seumuran Kushina memasuki rumah Namikaze dengan langkah terburu-buru. Kushina menghampirinya.
"Ibu Mikoto. Ada apa? Tampaknya, ada sesuatu yang penting sekali." tanya Kushina.
"Ehm.. ada sesuatu yang harus kau tahu.."
Kushina mengerutkan dahinya. Ada apa ini?
"Tapi, kuharap setelah kuberitahu apa yang terjadi kau tidak akan marah padaku." lanjut Mikoto. Ia merogoh sesuatu dari tas silvernya.
Mengeluarkan sebuah amplop coklat dan menyerahkan ke Kushina.
"Apa ini?" Mikoto tak menjawab. Ia tak mau berbicara lebih dari ini.
Perlahan, Kushina membuka amplop itu. Ia menemukan beberapa lembar foto yang di sana tampak seorang pria berambut kuning jabrik yang ia kenal, dengan seorang wanita berambut merah marun. Mereka tampak mesra. Bergandengan, saling merangkul, bahkan pria itu mencium pipi wanita itu. Air mata Kushina menggenang di pelupuk matanya. Makoto tak berani melihat Kushina.
"Mi.. Minato… Ke..kenapa? Hiks… Kenapa?"foto yang dipegang Kushina terjatuh. Tiba-tiba, Kushina kejang-kejang. Nafasnya tidak beraturan dan seperti orang sakit asma. Mikoto panik.
"Kushina! Kushina!! Tolong!!"
"Kachaan.. aku pu-… Kachaan!" Naruto yang baru datang dari sekolahnya, melihat Kushina terkapar di lantai bersama Mikoto terkejut. Ia melihat ibunya nampak kejang-kejang dan sesak nafas.
"Bibi Mikoto! Kachaan kenapa?!" tanya Naruto.
"Entahlah, aku juga tidak tahu! Setelah melihat foto ini dia jadi seperti ini." jawab Mikoto menyodorkan foto yang diberikannya pada Kushina tadi. Mata Naruto melotot.
"Otousan?!! Brengsek!" umpat Naruto meremas dan merobek foto itu.
"Daripada itu, lebih baik kita cepat membawa ibumu ke rumah sakit!"
0o0o0o0o0
Naruto terus mondar-mandir tak tenang. Mikoto berharap-harap cemas. Dan, tak lama seorang dokter cantik keluar dari ruangan itu.
"Dokter Haruna, bagaimana kondisi ibu saya?" tanya Naruto begitu dokter itu keluar.
"Ibu anda terkena serangan jantung kelihatannya parah sekali. Andai saja kamu telat membawa ibumu ke sini, dia tidak akan selamat." jawab Haruna menepuk bahu Naruto lalu meninggalkannya. Naruto sedikit menangis.
Ia masuk ke dalam kamar Kushina, melihat ibunya yang berbaring lemah dengan selang-selang infus di tubuhnya. Naruto memegang tangannya. Dingin. Wajahnya yang selalu tersenyum kini Naruto hanya bisa melihat wajah yang sendu sedang tertidur.
"Kachaan…"
"Na.. ru.. to.." terdengar suara Kushina yang berat. Naruto dan Mikoto terkejut. Melihat Kushina telah membuka matanya.
"Kachaan!! Huhuhuhu… aku pikir aku akan kehilangan kachaan.." kata Naruto menangis di perut Kushina. Kushina mengelus lembut rambutnya.
"Jangan menangis, sayang.. Kachaan tidak akan pernah meninggalkanmu. Kachaan akan selalu hadir di hatimu. Jadilah laki-laki yang kuat dan tegar. Kachaan berharap kau bisa menjadi laki-laki yang cerdas dan tegar. Jaga ayahmu ya.. Kachaan selalu mencintaimu dan ayahmu…" ucap Kushina suaranya makin mengecil dan matanya semakin menutup. Naruto terkejut.
"Kachaan?! Kachaan, jangan bercanda!! Kachaan bangun! Dokter!! Suster!!" teriak Naruto memanggil-manggil dokter dan suster. 5 detik kemudian, Haruna datang bersama 2 suster.
"Siapkan alat kejut!" perintah Haruna. Berkali-kali Kushina berusaha untuk dipertahankan nyawanya. Tapi, pendeteksi jantung tak bekerja. Hanya ada garis lurus tanpa ombak. Naruto melotot.
"Kachaan!! Kachaan jangan mati!!!"
"Naruto, sudah. Relakan ibumu. Aku tahu kau sedih, aku juga sedih. Tapi semua ini sudah takdir!" kata Mikoto menahan Naruto untuk menghampiri Kushina.
"Kachaan…" gumam Naruto. Air matanya keluar deras. Mengepalkan tangannya geram.
Dan, sejak saat itulah Naruto mulai membenci Minato. Dan tak pernah menganggap Minato sebagai ayahnya..
Flashback Mode: off

"Hey, Naruto! Bangun!" Sasuke mengguncang-guncangkan tubuh Naruto. Naruto membuka matanya tiba-tiba. Keringat mengucur dari dahinya.
"Huh.. Aku kenapa?"
"Kau mengigau keras sekali. Apa kau mimpi buruk?" tanya Sasuke. Naruto memegang keningnya. Mimpi yang buruk..
"Ya.. seperti itulah. Aku memimpikan kejadian yang tidak ingin aku ingat.." jawab Naruto.
"Minumlah. Mungkin kau lebih tenang minum ini." kata Sasuke menyerahkan secangkir susu coklat hangat. Naruto menerimanya dan menegaknya habis.
"Thanks…."
TBC…




0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut