Naruto berdiri dari tempat duduknya.
Tidak bisa. Ia sama sekali tidak bisa tenang.
"Hinata… gomenasai… aku harap kau baik-baik saja"
Sekali lagi keringat dingin menetes dari pelipisnya.
Krieet
Grandel pintu yang berwarna putih itu terbuka.
"Dokter! Bagaimana keadaan Hinata?" Naruto secepat kilat menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
Dokter itu menatap Naruto.
Miris.
"Dia sudah meninggal. Maaf, tapi kami sudah berusaha sebisa kami. Tapi memang mustahil dia bisa hidup, dia sudah kehilangan banyak darah…" Ujar dokter itu seraya memegang bahu Naruto.
PLAK!
Naruto seakan mendapat tamparan yang sangat keras saat itu.
Ia tidak percaya.
"Na… Nani? Masaka~! Anda bohong kan? Hinata masih hidup kan? Tidak mungkin dia sudah mati!" Naruto mengguncang-guncangkan tubuh dokter itu dengan keras.
Dokter itu menggeleng.
"Maafkan kami… Kami akan segera menghubungi keluarga Hyuuga-san." Ujar dokter itu dan pergi meninggalkan Naruto.
Naruto membatu di sana.
'bohong… bohong! Ini tidak mungkin! Aku sama sekali tidak percaya!' Naruto menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras.
Sebelum ia kembali berpikir, tiba-tiba ada 3 orang suster yang masuk ke ruangan tempat Hinata berada.
Pandangan Naruto mengikuti mereka.
'jangan-jangan…'
Tak berapa lama, Naruto melihat Hinata yang berada di atas pembaringan dengan tertutup kain putih di dorong oleh salah satu dari 3 orang suster yang tadi masuk ke ruangannya.
Tidak salah lagi.
Perhentian Hinata selanjutnya,
Kamar Jenazah.
Naruto masih terpaku melihatnya.
Neji menghampiri Naruto dan bertanya dengan nada tinggi.
"kau bilang kau akan menjaganya, kan? Naruto?"
Naruto diam.
"Hayaku kotae!" Neji kembali membentak Naruto.
"gomen…" hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya kala itu.
Neji melepas cengkramannya dari jaket Naruto.
Neji keluar dari ruangan itu, meninggalkan Hanabi yang masih menangis dan Naruto yang masih mematung.
Naruto melihat Hanabi dengan perasaan miris. Tidak percaya. Tak sedikit pun air mata menetes dari matanya. Sekejam itukah Naruto? Tidak. Bukan itu. Ia terlalu shock sehingga masih belum bisa menerima kenyataan yang kini ada di hadapannya.
Bayangan 2 hari yang lalu berkelebat….
"Hinata-chan, hati-hati di jalan ya! Maafkan aku tidak bisa mengantarmu pulang!" Naruto melambaikan tangannya, pertanda ia harus segera pergi.
Hinata mengangguk dengan senyuman manisnya.
Mereka pun saling melambaikan tangan dan akhirnya mereka berpisah.
Naruto berjalan dengan langkah pelan. Ia terlihat cukup lelah kala itu. Ya… memang mengerjakan tugas sekolah itu sama sekali bukan hal yang menyenangkan untuknya. Eh? Tugas? Tunggu dulu! Ia lupa mengembalikan buku milik Hinata!
Naruto menepuk jidatnya.
"Baka! Aku lupa!"
Naruto memutar tubuhnya dan berlari untuk mengejar Hinata. Dia harap, Hinata belum jauh dari tempat mereka berpisah tadi.
Naruto mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat ia dan Hinata berpisah tadi, dengan mudah dia melihat Hinata sedang berjalan seraya membaca buku.
Ia mengangkat tangannya, berniat untuk melambaikan tangannya dan berteriak memanggil gadis berambut indigo itu. Tapi, tiba-tiba…
BRAK!
Hinata terpental cukup jauh, tubuhnya yang mungil itu terbanting dengan keras di atas aspal yang kasar.
Hinata tertabrak.
"Hinata!" Naruto berteriak dan berlari secepat yang ia bisa.
Naruto melihat Hinata berlumuran darah, perlahan air mata mulai menetes dari mata blue sapphire miliknya.
Ia memeluk Hinata dengan erat.
"Hinata! Buka matamu, Hinata!" Naruto berteriak semakin keras.
Apa sudah terlambat membawanya ke rumah sakit sekarang? Tidak. Mungkin belum terlambat…
"Hanabi, ayo… kita keluar dari sini" Tiba-tiba Neji datang membuyarkan lamunan Naruto. Hanabi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"iie… aku masih mau bersama Hinata nee-chan" ujarnya dengan terisak.
"Hanabi…" Neji mencoba membujuk Hanabi. Dia mengalihkan pandangannya pada Naruto.
Pandangan seorang Hyuuga yang sedang marah. Naruto dapat melihatnya.
Hanabi perlahan melepaskan pelukannya dari kakaknya dan mengikuti Neji keluar ruangan. Meninggalkan Naruto yang masih shock disana.
"maafkan aku, Hinata-chan… aku tidak bisa menjagamu dengan baik…" perlahan pipi berkulit tan itu mulai basah oleh air mata.
"gomenasai…" Naruto memeluk tubuh mungil Hinata yang sudah pucat pasi. Semakin erat ia memeluknya, ia merasakan penyesalan yang luar biasa
Tiba-tiba, di tengah-tengah penyesalannya, Naruto merasakan ada angin yang cukup besar menyelimuti dirinya dan Hinata. Naruto menyipitkan matanya, mencoba untuk menahan angin yang tak hentinya terus berputar dengan kecepatan normal yang dimilikinya.
Tap . Tap .
Naruto mendengar langkah pelan seseorang.
Merasa ganjil, Naruto menajamkan pandangannya. 'Siapa itu?' Batinnya mulai bertanya-tanya.
Dia melihat sosok seseorang disana. Ya, meskipun angin itu masih berputar di sekelilingnya, dia bisa merasakan ada orang lain disana selain dirinya dan Hinata.
Perlahan-lahan angin itu mulai berhenti berputar, memperjelas siapa sebenarnya sosok seseorang yang asing itu.
Seorang pria tua.
Pria itu tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya pada sosok seorang Hyuuga yang manis yang sudah –meninggal yang –masih- di peluk oleh Naruto.
"dia pacarmu, nak?" Pria tua itu bertanya dan membuat Naruto terkejut.
"a.. un" Naruto mengangguk pelan.
"kau menyayanginya kan?" pria tua itu kembali bertanya.
"tentu saja…" Mata blue sapphire itu melihat wajah manis seorang Hyuuga. Mata biru yang cerah itu menggambarkan kepedihan yang sangat dalam.
"kau mau dia hidup kembali?" pria itu kembali bertanya.
"kalau bisa. Tentu saja aku mau- " Naruto menggantung kalimatnya.
"siapa kau?" sekali lagi dia bertanya mengenai sebenarnya siapa pria misterius itu. Siapa sih yang akan tahan berbicara dengan seseorang yang tidak kita ketahui asalnya?
"aku ini malaikat" Pria itu menatap Naruto dengan wajah meyakinkan.
Naruto menguatkan pandangannya.
"hah? Malaikat? Jangan bercanda!" Naruto melepaskan pelukannya dari Hinata.
Cukup!.
Malaikat? Mana mungkin seorang Namikaze Naruto, meskipun ia memang bukan seorang remaja yang pintar atau lebih tepatnya bisa dibilang bodoh, percaya begitu saja dengan perkataan seseorang asing yang dengan yakinnya berkata bahwa dia malaikat? Mana mungkin ada malaikat yang tiba-tiba datang hanya untuk mengintrogasi-nya?
"aku tidak bercanda. Namikaze Naruto" ujar pria itu membuat Naruto kembali terkejut.
"dari mana kau tahu namaku?" Naruto bertanya. Nada bicaranya sedikit naik.
"itu tidak penting. Aku belum mendengar kepastian jawabanmu dari pertanyaanku tadi, benarkah kau mau dia hidup kembali?" ujarnya dan membuat kesabaran remaja berambut pirang itu habis.
"Cukup! Jangan berbicara hal-hal yang aneh! Lebih baik pergi dari sini!" Naruto membentak pria itu dengan sukses.
"baiklah… mungkin aku memang bodoh menanyaimu terlalu cepat seperti ini. Tapi, aku tahu sebenarnya apa yang kau inginkan…" Pria tua itu berjalan mendekati Hinata.
"kau lihat? Gadis manis ini meninggal dengan cepat. Tidakkah kau mau melihat senyumannya lagi? Tidakkah kau percaya pada kesempatan kedua?" pria tua itu bertanya dengan serius.
Naruto menunduk.
"aku tahu, aku memang ingin dia hidup kembali. Tapi aku sadar, itu tidak mungkin terjadi! Jangan membodohiku pak tua! Hinata sudah mati! Dia tidak mungkin hidup kembali!" Naruto menggigit bawah bibirnya dan blue sapphire itu kembali meneteskan air mata yang tidak kalah kuatnya dengan kepedihan yang sedari tadi di rasakannya.
"aku bisa membuatnya hidup kembali" kalimat singkat itu membuat Naruto mengadahkan wajahnya.
"ap-apa? Apa katamu?" Naruto bertanya dengan suara serak.
"aku bisa membuatnya hidup kembali. Meskipun nanti dia juga akan mati… tapi aku bisa membuatnya hidup sedikit lebih lama di dunia ini…" penjelasan yang sukses membuat Naruto bingung seketika.
"jangan mengatakan hal yang aneh pak tua… lebih baik kau cepat pergi" Naruto mencoba menyeimbangkan pikirannya yang saat ini sedang kacau.
"aku memang bisa membuatnya hidup kembali, tapi-" Pria tua itu menggantung kalimatnya.
"asal ada seseorang yang mau di pendekkan umurnya 70% olehku" pria tua itu menutup penjelasannya dengan sempurna.
"kau tidak percaya apa yang sudah aku katakan, ya?" Pria tua itu bertanya dengan tatapan lucu.
Naruto menatapnya serius.
"jika memang benar Hinata bisa hidup kembali, aku bersedia umurku di pendekkan olehmu" Naruto berjalan mendekati pria itu.
"benarkah?" pria tua itu tersenyum simpul.
"ya. Lebih baik aku yang mati duluan, bukan dia" Naruto memalingkan wajahnya. Kesedihan yang tergambar di wajahnya kala itu justru membuatnya terlihat menawan.
"baiklah. Aku akan melakukannya. Tapi kau tahu kau akan mati pada umur berapa?" pria tua itu kembali bertanya.
Naruto menatapnya datar.
"cih. Aku tidak mungkin mengatakannya. Nanti kau akan dapat mengetahuinya jika kematianmu sudah dekat" Pria tua itu mengeluarkan sebuah kain putih.
"saat aku bakar kain ini, Hinata akan hidup kembali. Kau siap?" Pria tua itu memasang pose yang siap untuk menjentikan jari tuanya.
"aku siap" Jawab Naruto serius.
WUSH~!
Kain itu terbakar, dan… totally blackout.
Tidak bisa. Ia sama sekali tidak bisa tenang.
"Hinata… gomenasai… aku harap kau baik-baik saja"
Sekali lagi keringat dingin menetes dari pelipisnya.
Krieet
Grandel pintu yang berwarna putih itu terbuka.
"Dokter! Bagaimana keadaan Hinata?" Naruto secepat kilat menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
Dokter itu menatap Naruto.
Miris.
"Dia sudah meninggal. Maaf, tapi kami sudah berusaha sebisa kami. Tapi memang mustahil dia bisa hidup, dia sudah kehilangan banyak darah…" Ujar dokter itu seraya memegang bahu Naruto.
PLAK!
Naruto seakan mendapat tamparan yang sangat keras saat itu.
Ia tidak percaya.
"Na… Nani? Masaka~! Anda bohong kan? Hinata masih hidup kan? Tidak mungkin dia sudah mati!" Naruto mengguncang-guncangkan tubuh dokter itu dengan keras.
Dokter itu menggeleng.
"Maafkan kami… Kami akan segera menghubungi keluarga Hyuuga-san." Ujar dokter itu dan pergi meninggalkan Naruto.
Naruto membatu di sana.
'bohong… bohong! Ini tidak mungkin! Aku sama sekali tidak percaya!' Naruto menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras.
Sebelum ia kembali berpikir, tiba-tiba ada 3 orang suster yang masuk ke ruangan tempat Hinata berada.
Pandangan Naruto mengikuti mereka.
'jangan-jangan…'
Tak berapa lama, Naruto melihat Hinata yang berada di atas pembaringan dengan tertutup kain putih di dorong oleh salah satu dari 3 orang suster yang tadi masuk ke ruangannya.
Tidak salah lagi.
Perhentian Hinata selanjutnya,
Kamar Jenazah.
===###===
"Iie~~! Hinata nee-chan~!" Hanabi berteriak seraya memeluk jenazah kakaknya yang putih pucat itu.Naruto masih terpaku melihatnya.
Neji menghampiri Naruto dan bertanya dengan nada tinggi.
"kau bilang kau akan menjaganya, kan? Naruto?"
Naruto diam.
"Hayaku kotae!" Neji kembali membentak Naruto.
"gomen…" hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya kala itu.
Neji melepas cengkramannya dari jaket Naruto.
Neji keluar dari ruangan itu, meninggalkan Hanabi yang masih menangis dan Naruto yang masih mematung.
Naruto melihat Hanabi dengan perasaan miris. Tidak percaya. Tak sedikit pun air mata menetes dari matanya. Sekejam itukah Naruto? Tidak. Bukan itu. Ia terlalu shock sehingga masih belum bisa menerima kenyataan yang kini ada di hadapannya.
Bayangan 2 hari yang lalu berkelebat….
"Hinata-chan, hati-hati di jalan ya! Maafkan aku tidak bisa mengantarmu pulang!" Naruto melambaikan tangannya, pertanda ia harus segera pergi.
Hinata mengangguk dengan senyuman manisnya.
Mereka pun saling melambaikan tangan dan akhirnya mereka berpisah.
Naruto berjalan dengan langkah pelan. Ia terlihat cukup lelah kala itu. Ya… memang mengerjakan tugas sekolah itu sama sekali bukan hal yang menyenangkan untuknya. Eh? Tugas? Tunggu dulu! Ia lupa mengembalikan buku milik Hinata!
Naruto menepuk jidatnya.
"Baka! Aku lupa!"
Naruto memutar tubuhnya dan berlari untuk mengejar Hinata. Dia harap, Hinata belum jauh dari tempat mereka berpisah tadi.
Naruto mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat ia dan Hinata berpisah tadi, dengan mudah dia melihat Hinata sedang berjalan seraya membaca buku.
Ia mengangkat tangannya, berniat untuk melambaikan tangannya dan berteriak memanggil gadis berambut indigo itu. Tapi, tiba-tiba…
BRAK!
Hinata terpental cukup jauh, tubuhnya yang mungil itu terbanting dengan keras di atas aspal yang kasar.
Hinata tertabrak.
"Hinata!" Naruto berteriak dan berlari secepat yang ia bisa.
Naruto melihat Hinata berlumuran darah, perlahan air mata mulai menetes dari mata blue sapphire miliknya.
Ia memeluk Hinata dengan erat.
"Hinata! Buka matamu, Hinata!" Naruto berteriak semakin keras.
Apa sudah terlambat membawanya ke rumah sakit sekarang? Tidak. Mungkin belum terlambat…
"Hanabi, ayo… kita keluar dari sini" Tiba-tiba Neji datang membuyarkan lamunan Naruto. Hanabi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"iie… aku masih mau bersama Hinata nee-chan" ujarnya dengan terisak.
"Hanabi…" Neji mencoba membujuk Hanabi. Dia mengalihkan pandangannya pada Naruto.
Pandangan seorang Hyuuga yang sedang marah. Naruto dapat melihatnya.
Hanabi perlahan melepaskan pelukannya dari kakaknya dan mengikuti Neji keluar ruangan. Meninggalkan Naruto yang masih shock disana.
===###===
Naruto perlahan mendekati Hinata. Di lihatnya gadis yang ia sayangi itu dengan tatapan menyesal."maafkan aku, Hinata-chan… aku tidak bisa menjagamu dengan baik…" perlahan pipi berkulit tan itu mulai basah oleh air mata.
"gomenasai…" Naruto memeluk tubuh mungil Hinata yang sudah pucat pasi. Semakin erat ia memeluknya, ia merasakan penyesalan yang luar biasa
Tiba-tiba, di tengah-tengah penyesalannya, Naruto merasakan ada angin yang cukup besar menyelimuti dirinya dan Hinata. Naruto menyipitkan matanya, mencoba untuk menahan angin yang tak hentinya terus berputar dengan kecepatan normal yang dimilikinya.
Tap . Tap .
Naruto mendengar langkah pelan seseorang.
Merasa ganjil, Naruto menajamkan pandangannya. 'Siapa itu?' Batinnya mulai bertanya-tanya.
Dia melihat sosok seseorang disana. Ya, meskipun angin itu masih berputar di sekelilingnya, dia bisa merasakan ada orang lain disana selain dirinya dan Hinata.
Perlahan-lahan angin itu mulai berhenti berputar, memperjelas siapa sebenarnya sosok seseorang yang asing itu.
Seorang pria tua.
===###===
"s-siapa kau?" Tanya Naruto gagap.Pria itu tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya pada sosok seorang Hyuuga yang manis yang sudah –meninggal yang –masih- di peluk oleh Naruto.
"dia pacarmu, nak?" Pria tua itu bertanya dan membuat Naruto terkejut.
"a.. un" Naruto mengangguk pelan.
"kau menyayanginya kan?" pria tua itu kembali bertanya.
"tentu saja…" Mata blue sapphire itu melihat wajah manis seorang Hyuuga. Mata biru yang cerah itu menggambarkan kepedihan yang sangat dalam.
"kau mau dia hidup kembali?" pria itu kembali bertanya.
"kalau bisa. Tentu saja aku mau- " Naruto menggantung kalimatnya.
"siapa kau?" sekali lagi dia bertanya mengenai sebenarnya siapa pria misterius itu. Siapa sih yang akan tahan berbicara dengan seseorang yang tidak kita ketahui asalnya?
"aku ini malaikat" Pria itu menatap Naruto dengan wajah meyakinkan.
Naruto menguatkan pandangannya.
"hah? Malaikat? Jangan bercanda!" Naruto melepaskan pelukannya dari Hinata.
Cukup!.
Malaikat? Mana mungkin seorang Namikaze Naruto, meskipun ia memang bukan seorang remaja yang pintar atau lebih tepatnya bisa dibilang bodoh, percaya begitu saja dengan perkataan seseorang asing yang dengan yakinnya berkata bahwa dia malaikat? Mana mungkin ada malaikat yang tiba-tiba datang hanya untuk mengintrogasi-nya?
"aku tidak bercanda. Namikaze Naruto" ujar pria itu membuat Naruto kembali terkejut.
"dari mana kau tahu namaku?" Naruto bertanya. Nada bicaranya sedikit naik.
"itu tidak penting. Aku belum mendengar kepastian jawabanmu dari pertanyaanku tadi, benarkah kau mau dia hidup kembali?" ujarnya dan membuat kesabaran remaja berambut pirang itu habis.
"Cukup! Jangan berbicara hal-hal yang aneh! Lebih baik pergi dari sini!" Naruto membentak pria itu dengan sukses.
"baiklah… mungkin aku memang bodoh menanyaimu terlalu cepat seperti ini. Tapi, aku tahu sebenarnya apa yang kau inginkan…" Pria tua itu berjalan mendekati Hinata.
"kau lihat? Gadis manis ini meninggal dengan cepat. Tidakkah kau mau melihat senyumannya lagi? Tidakkah kau percaya pada kesempatan kedua?" pria tua itu bertanya dengan serius.
Naruto menunduk.
"aku tahu, aku memang ingin dia hidup kembali. Tapi aku sadar, itu tidak mungkin terjadi! Jangan membodohiku pak tua! Hinata sudah mati! Dia tidak mungkin hidup kembali!" Naruto menggigit bawah bibirnya dan blue sapphire itu kembali meneteskan air mata yang tidak kalah kuatnya dengan kepedihan yang sedari tadi di rasakannya.
"aku bisa membuatnya hidup kembali" kalimat singkat itu membuat Naruto mengadahkan wajahnya.
"ap-apa? Apa katamu?" Naruto bertanya dengan suara serak.
"aku bisa membuatnya hidup kembali. Meskipun nanti dia juga akan mati… tapi aku bisa membuatnya hidup sedikit lebih lama di dunia ini…" penjelasan yang sukses membuat Naruto bingung seketika.
"jangan mengatakan hal yang aneh pak tua… lebih baik kau cepat pergi" Naruto mencoba menyeimbangkan pikirannya yang saat ini sedang kacau.
"aku memang bisa membuatnya hidup kembali, tapi-" Pria tua itu menggantung kalimatnya.
"asal ada seseorang yang mau di pendekkan umurnya 70% olehku" pria tua itu menutup penjelasannya dengan sempurna.
===###===
"apa?" hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Naruto."kau tidak percaya apa yang sudah aku katakan, ya?" Pria tua itu bertanya dengan tatapan lucu.
Naruto menatapnya serius.
"jika memang benar Hinata bisa hidup kembali, aku bersedia umurku di pendekkan olehmu" Naruto berjalan mendekati pria itu.
"benarkah?" pria tua itu tersenyum simpul.
"ya. Lebih baik aku yang mati duluan, bukan dia" Naruto memalingkan wajahnya. Kesedihan yang tergambar di wajahnya kala itu justru membuatnya terlihat menawan.
"baiklah. Aku akan melakukannya. Tapi kau tahu kau akan mati pada umur berapa?" pria tua itu kembali bertanya.
Naruto menatapnya datar.
"cih. Aku tidak mungkin mengatakannya. Nanti kau akan dapat mengetahuinya jika kematianmu sudah dekat" Pria tua itu mengeluarkan sebuah kain putih.
"saat aku bakar kain ini, Hinata akan hidup kembali. Kau siap?" Pria tua itu memasang pose yang siap untuk menjentikan jari tuanya.
"aku siap" Jawab Naruto serius.
WUSH~!
Kain itu terbakar, dan… totally blackout.
0 komentar:
Posting Komentar