DILEMA CINTA DIANTARA SAHABAT PART 34

Senin, 24 Desember 2012
Dilema Cinta Diantara Sahabat
By Dini-chan
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing: NaruHina, SasuSaku.
Warning: AU, OOC,GaJe! and Fantasy! Miss Typo (gak sempat baca dua kali, gomen)


 END PART 3 AND EPILOG

Chapter 34
*#~DCDS~#*

*#~NaruHina~#*
Hinata meletakkan buket bunga di atas makam tersebut. Berjongkok di hadapannya seraya mengatupkan kedua tangannya dan berdoa untuk arwah temannya yang berada jauh di sana.
"Semoga kau bahagia di sana, dan tidak merasa kesepian. Aku dan teman-teman akan selalu mendatangimu setiap minggu, karena kami tak pernah melupakanmu. Kiba-kun," guman Hinata di akhir doanya.
"Ayo." Naruto menepuk pelan bahu Hinata. "Kita harus cepat ke bandara, sebelum lainnya pergi ke Suna," ujarnya sambil tersenyum.
Hinata mengangguk. Ia lalu menyambut uluran tangan Naruto untuk membantunya berdiri, dan dia sama sekali tidak keberatan ketika Naruto menggenggam tangannya lembut dan mengajaknya berjalan bersisian tanpa niat melepas genggamannya.
Hinata sedikit menunduk malu, menutupi rona merah di wajahnya. Sejujurnya, ia masih tak percaya dengan apa yang dialaminya seminggu lalu. Ditahan oleh orang asing bersama Sakura dan Itachi di dalam kastil di tengah hutan oto. Melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika Naruto dan Sasuke melawan pria bertopeng itu mati-matian. Mengingat kenangan dahulu yang tak pernah dia sangka dan mendapatkan kembali kekuatannya yang pernah hilang. Dan... akhirnya Kami-sama menunjukkan kekuasaannya Yang Maha Adil.
Malam itu mereka berempat selamat dalam ledakan terakhir yang dibuat Madara dan menghancurkan kastil tersebut. Dengan datangnya bantuan dari beberapa anbu dan cadangan anbu, mereka juga berhasil menangkap sisa-sisa anbu ne bawahan Danzo, meski Danzo sendiri menghilang entah kemana. Dalam kepulan asap putih bekas ledakan dan runtuhan kastil tersebut, Sakura juga sempat melihat adegan Itachi yang ternyata juga sempat membawa keluar tubuh Tenten dari rubuhnya kastil, menyerahkannya pada Ino dan Sai yang juga selamat. Dan Itachi pergi, menghilang, bersamaan dengan Akatsuki lainnya.
"Hinata-chan," panggil Naruto.
"Eh? Ya," Hinata menoleh pada kekasihnya.
"Berhentilah melamun seperti itu. Kau membuatku takut."
"Takut?"
"Yah. Sengingatku, terakhir kau terlihat melamun sendiri, dan hal itu berakhir dengan perbuatanmu yang sangat nekat."
Hinata memiringkan kepalanya, masih tak mengerti dengan ucapan Naruto.
"Kau ini. Masa' sudah lupa dengan perbuatanmu yang lari dariku dan menyerahkan diri pada Sai. Itu nekat sekali, tahu!" kata Naruto.
"A-ah... maafkan aku..." Hinata menunduk malu.
"Sudahlah. Lain kali kau jangan ulanginya lagi yah?"
Hinata mengangguk.
"Karena kalau kau sudah berbuat nekat. Aku bisa berbuat lebih nekat lagi. Karena aku tidak akan melepaskanmu. Selamanya..." sambung Naruto. Meski sambil nyengir, namun nada serius yang tersirat dalam ucapannya sudah cukup meyakinkan Hinata kalau itu bukan sekedar ucapan lalu. Melainkan sebuah janji...
Hinata merona dalam diam, masih sambil berjalan dengan Naruto. Ia membalas genggaman tangan Naruto dan berguman pelan tapi tetap terdengar jelas di telinga Naruto. "Aku tidak ingin mengecewakanmu lagi... Naruto-kun..."
Naruto tersenyum. Andai saja Hinata berani untuk melihatnya atau sekedar melirik pemuda di sampingnya itu. Mungkin bisa membuat wajah Hinata makin memerah kehitaman. Pasalnya, Naruto yang sedang tersenyum lembut dengan sinar mentari cerah yang menyinarinya dan terpaan hembusan angin pelan yang membuat rambut runcing pirangnya itu agak melambai, membuat parasnya lebih bersinar dari yang lain karena kebahagiannya. Benar-benar seperti pangeran gagah berani yang baru saja bahagia karena berhasil memenangkan puteri impiannya... ah... author saja sampe mimisan...
Oke, abaikan kalimat terakhir.
"Hinata-chan..." panggil Naruto, masih tetap berjalan dengan menggenggam tangan kekasihnya.
"Ya?"
"Aku mencintaimu."
Hinata merona. "A-aku tahu."
"Kok tanggapan cuma gitu?"
Hinata semakin menunduk, ah... andai dia berani sedikit saja untuk melirik kekasihnya yang sedang menyeringai jahil di sampingnya itu.
"A...aku juga mencintaimu. K-kau juga sudah tahu hal itu kan?"
"Tapi aku sangat senang kalau kau mengatakannya lagi. Apalagi dengan wajah semanis itu. Ayo katakan lagi."
"N-naruto-kun!" Hinata mencubit pinggang Naruto, membuat pemuda itu meringis sakit, yang tentu saja dibuat-buat. Mana mungkin cubitan kecil itu bisa merobek kulit Naruto. Dan kemudian Naruto tertawa lepas melihat wajah lucu Hinata yang cemberut, mau tak mau, Hinata ikut tertawa kecil. Ah... betapa bahagianya mereka hari ini...
*#~DCDS~#*
"APAA?" jerit Sakura terkejut seraya berdiri dari duduknya di ranjang, saking terkejutnya dengan berita yang disampaikan Naruto melalui telepon selulernya.
"Aduh duh Saku-chan. Kau tak perlu berteriak seperti itu kan? Telingaku sakit nih," keluh Naruto dari ujung sana. "Kenapa kau kaget sekali? Kupikir teme sudah memberitahukannya padamu."
"Dia tidak bilang apa-apa padaku. T-tunggu Naruto. Kau yakin dengan ucapanmu tadi? Kau tidak sedang bercanda kan?" tanya Sakura masih tak percaya.
Naruto tidak langsung menjawab. Sakura juga tidak bisa langsung melihat wajah Naruto sehingga ia tak bisa menebak apakah Naruto sedang berbohong atau tidak?
"Kau ini bagaimana Saku-chan? Masa' kau masih ada di rumah? Padahal aku dan yang lainnya sudah ada di bandara. Hinata juga ada di sini. Iya kan Hinata?" ujar Naruto. Sakura tak sadar kalau Naruto sedang mengalihkan pembicaraan.
"I-iya." terdengar samar-samar sahutan Hinata di ujung sana.
"Apa lagi yang kau tunggu Saku-chan? Cepatlah ke sini. Sebelum pesawatnya lepas landas ke Suna."
Dan tanpa pikir panjang lagi. Sakura segera berlari keluar rumah, mencegat taxi yang lewat dan segera menuju ke bandara Konoha.
Dalam perjalanan, Sakura terus memikirkan ucapan Naruto tadi di telepon. "Karena sudah berhasil menyelesaikan misinya. Sasuke akan diangkat jadi anbu tetap Konoha, bukan cadangan anbu lagi. Tapi, misi pertamanya ada di Suna. Jadi dia akan pergi ke Suna hari ini."
"Sial! Kenapa dia tidak menceritakannya sendiri padaku? Dia pikir aku akan memaafkannya begitu saja," racau Sakura kesal sendiri. Tak sadar kalau supir taxi memandangnya heran dari spion kaca mobil.
*#~SasuSaku~#*
"Kau yakin dengan keputusanmu ini?" tanya Shikamaru sambil memicingkan matanya. Entah karena dia ngantuk atau ingin menelitik keseriusan wajah di hadapannya.
"Hn." Sasuke mengangguk. Namun raut wajahnya masih bersikap datar sehingga Shikamaru tak bisa yakin dengan jalan pikir teman satunya itu.
"Haah..." Shikamaru menguap. "Kau ini. Kupikir ini sangat penting bagimu. Tapi kau malah menolaknya dan memberikannya padaku? Apa ledakan seminggu lalu di hutan oto itu sudah merusak otakmu?"
Sasuke menyeringai tipis. "Mungkin," jawabnya. "Tapi ada hal lain juga yang–"
"SASUKEEE!"
Suara nyaring itu menggelegar. Membuat beberapa orang yang berada di bandara tersebut, termasuk Sasuke dan lainnya, menoleh ke asal sumber suara tersebut.
Tampak Sakura, dengan terengah-engah berdiri di sana, menatap tajam Sasuke dari jauh.
"Nah, tuh, Saku-chan baru saja datang," celetuk Naruto yang juga berada di sana dengan Hinata. Dia tadi sedang berbincang dengan Gaara dan Shion. Temari juga ada di sampingnya Shikamaru, mereka bersiap kembali ke Suna.
Sakura mempercepat langkahnya, sedikit berlari menghampiri Sasuke dengan aura yang bisa dibilang tidak menyenangkan. Dan setelah berdiri tepat di hadapan kekasihnya itu, Sakura langsung memekik, "Apa-apaan KAU!"
Sasuke menyerngit bingung. "Kau yang apa-apaan? Baru saja datang langsung teriak-teriak," sindir Sasuke.
Sakura mengeram. "Bagaimana aku tidak teriak! Kau yang cari masalah duluan!"
Sasuke menaikkan alis, masih tak mengerti.
"Kenapa harus dari Naruto aku mendengar berita ini. Kenapa bukan kau yang langsung mengatakannya padaku!" ujar Sakura sambil menunjuk Naruto yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
Sasuke melirik Naruto yang nyengir padanya. "Oh... tentang itu. Kupikir tak perlu memberitahukanmu karena–"
"Tak perlu katamu?" Sakura nyaris ingin menjerit lagi. "Jadi kau pikir tak perlu memberitahukan ku kalau kau ingin pergi Suna? Begitu?" Sakura melotot menahan amarah. "Pacar macam apa kau ini. Teganya ingin meninggalkanku, bahkan tanpa mengucapkan selamat tinggal. Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja? Tidak akan! Sampai mati pun aku tidak akan membiarkan kau pergi meninggalkanku lagi!"
Untuk sepersekian detik Sasuke agak melongo dengan penuturan pacarnya yang terbilang panjang itu. Sebelum akhirnya, ia menyeringai tipis, seperti ingin menertawai tingkah konyol perempuan itu.
"Apa? Kenapa kau malah ingin tertawa? Kau ini menyebalkan sekali! Sasuke-kun!" ujar Sakura kesal seraya memukul dada Sasuke, namun segera ditahan oleh Sasuke sendiri, msih dengan seringai khasnya.
"Hoi, Saku," tegur Shikamaru.
Sakura menoleh, agak heran melihat reaksi teman-temannya yang terbilang... aneh?
"Apa?" tanya Sakura heran.
"Sepertinya Naruto tidak menjelaskannya secara rinci padamu," jawab Shikamaru, meski selalu terlihat malas, kini wajah ini tampak geli melihat Sakura.
"Maksudmu apa?" tanya Sakura masih tak mengerti.
"Sebenarnya Uchiha-san memang dijadwalkan pergi ke Suna," Temari yang menjawab, agak terkikik geli. "Tapi dia menolaknya. Dan meminta jabatan anbu itu diserahkan ke Shikamaru. Sedangkan dirinya tidak masalah masih menjadi cadangan anbu. Asalkan dia masih bisa bertugas di sini." kali ini Temari tak tahan untuk tidak bersiul menggoda(tak sadar dirinya adalah cewek). "Katanya biar bersamamu terus lho, Sakura-san..."
Sakura merona.
Sasuke mendengus. "Kau terlalu berlebihan Temari-san. Aku tidak mengatakan hal itu."
"Tapi wajahmu mengatakan hal itu tadi." Temari tidak mau kalah dengan anak yang lebih muda setahun darinya itu.
"Jadi," Sakura kembali menatap Sasuke. "Kau tidak jadi pergi?"
"Itu pertanyaan atau pemohonan? Hm?" Sasuke kembali menyeringai tipis pada Sakura.
"Baka." Sakura menyempatkan diri memukul bahu Sasuke, meski tak begitu keras, tentu saja.
"Kau yang bodoh," Sasuke menimpali. Menepuk pelan puncak kepala Sakura. "Mana mungkin aku meninggalkanmu. Bukannya aku sudah janji padamu, tidak akan pernah melepaskanmu lagi. Kau sudah lupa yah?" Sasuke mengacak puncak rambut pink Sakura, membuatnya sedikit berantakan.
"Sudah hentikan," pinta Sakura sambil meraih tangan Sasuke yang merusak tatanan rambutnya, lalu menurunkannya dari atas kepala, tapi tidak ingin melepaskan tangan yang lebih besar darinya itu.
Wajah Sakura yang tadinya cemberut kini tersenyum malu-malu. "Em... Sasuke-kun.."
"Hn?"
Dengan wajah polosnya dan tersenyum lembut pada Sasuke, Sakura berujar, "aku mencintaimu."
Dan sukses membuat Uchiha Sasuke merona, meski hanya sekilas. "K-kau ini..." ia berujar kikuk, memalingkan muka ke arah lain, menghindari tatapan teman-temannya maupun Sakura.
"Hei! Kenapa kau malah mengacuhkanku?" protes Sakura tak terima sambil menarik-narik lengan Sasuke.
Sasuke menghela nafas sejenak. Ia kembali menatap Sakura, lalu mencondongkan wajahnya ke sisi kepala Sakura dan berbisik, "Kau tahu Sakura?"
"Apa?"
"Aku juga mencintaimu. Lebih dari siapapun..."
Dan kini giliran Sakura yang memerah hebat. Tak peduli dengan tempat dan teman lainnya.
Gaara yang berdiri di samping Naruto, mendengus. "Jadi kapan aku bisa kembali ke Suna?" sindirnya. Mengingat tiket mereka masih dipegang oleh kakaknya, Temari yang sepertinya keasikan menggoda sejoli pink dan raven itu. "Menggelikan," pikir Gaara.
Naruto terkikik geli, mengabaikan pertanyaan Gaara. Sementara Shion, yang juga berdiri di sisi lain Gaara, menyikut pinggangnya. "Tunggulah sebentar lagi Gaara-kun," pintanya, mata violet itu juga lagi menikmati pemandangan yang tak jauh darinya. "Sapatahu ada adegan kissing-nya," tambahnya lagi dengan senyuman geli.
Gaara sweatdrop. "Kau terlalu banyak nonton dorama," sindirnya. Membuat senyuman di wajah Shion sirna dan diganti dengan pipi mengembung kesal, cemberut, yang terlihat lucu di mata Gaara.
Gaara menunduk sedikit, memposisikan dirinya agar lebih dekat dengan sisi telinga Shion tanpa perempuan itu sendiri. "Hei Shion. Kenapa tidak kita buat saja 'adegan' kita sendiri?" bisiknya.
Shion merona. "Gaara-kun!" pekiknya kesal, membuat teman-temannya kini beralih pada mereka.
Gaara kembali berdiri tegak karena teriakn Shion. "Apa?" ujarnya santai pada Shion, seolah tidak terjadi apapun. "Bukan kah itu yang kau inginkan? Makanya kau bersi keras mendapatkan tempat duduk bersebelahan denganku nanti di pesawat, iya kan?" tebak Gaara, masih dengan nada santainya.
Shion memerah. Entah karena marah, kesal, atau malu. Ia memukul bahu Gaara sambil menggerutu kesal.
Gaara agak meringis menerima pukulannya, meski pada akhirnya dia sedikit tersenyum tipis, karena bisa menghentikan gerakan Shion dengan sekali pelukan dan ucapan, "kita lanjutkan di Suna saja."
"Baiklah, saatnya kita pergi." dan komando dari Temari itu terpaksa mengakhiri salam perpisahan mereka.
"Hati-hati di sana yah, Shikamaru-senpai," Sakura melambai senang, terlampau senang karena bukan Sasuke yang pergi.
"Jangan bertingkah bodoh lagi," sindiran ini diucapkan Sasuke dan Gaara secara berbarengan, dengan nada tajam tentunya.
"Wah, kalian kompak sekali," celetuk Naruto dengan cengirannya, yang langsung dibalas death glare beruntun dari Sasuke dan Gaara. Tuh kan, mereka memang kompak.
Shion terkikik geli. Ia segera menarik lengan Gaara menjauh sambil berteriak, "Jaga Naruto-kun dengan baik yah, Hinata. Dia itu sedikit ceroboh!"
"Hei, itu tidak benar!" protes Naruto.
Hinata tersenyum geli. "Yah. Aku tahu. Terimakasih Shion!"
*#~DCDS~#*
"...ji..."
Jemarinya mulai bergerak.
"...ne...neji..."
Kelopak matanya pun mulai bergerak.
"Neji... kau sudar sadar?"
Perlahan namun pasti, kesadaran Neji yang semula terombang-ambing gak jelas, kini berkumpul ke satu titik pusat sarafnya. Menerjemahkan segala hal yang mulai jelas dalam penglihatan matanya yang terbuka.
"Tenten...?" bahkan Neji sendiri tak percaya dengan nama yang baru saja diucapkannya. Meski si empunya nama itu sudah duduk di sisi ranjangnya, tersenyum haru dengan bibir gemetar menahan tangis. Sambil memegang tangan Neji, Tenten mengangguk mengiyakan pertanyaan yang sudah tesirat di wajah Neji –bahkan sebelum Neji melontarkan kalimat "Kau kah itu?"–.
"A..aku..." bibir Tenten gemetar, menahan segala emosi yang ia pedam selama ini. Ia tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. "Neji... aku–"
"Maafkan aku..." Neji memotongnya, sambil mengangkat sebelah tangannya yang masih tersambung selang infus, Neji meraih rambut Tenten yang ia biarkan terurai pagi ini. Neji baru sadar kalau Tenten juga menggunakan pakaian pasien seperti dirinya. "Maaf... karena aku tidak berbuat banyak untukmu."
Tenten menggeleng, sebelah tangannya meraih tangan Neji dan membawanya, lalu menempelkannya pada sisi pipinya. "Tidak Neji, kau salah," ujar Tenten. "Kau sadar dari komamu selama seminggu saja, sudah membuatku sangat bahagia."
Neji tersenyum, meski tak selebar senyum Naruto, tapi ini merupakan senyum yang tak pernah ia tampakkan semenjak Tenten menghilang. Senyum tulus Neji yang tumbuh karena rasa bahagianya. "Selamat datang kembali... Tenten..."
Tenten balas tersenyum, setelah menghapus air matanya yang sempat tumpah. "Aku kembali..."
"Ngomong-ngomong, kau ke mana saja setelah menghilang? Ceritakan padaku," pinta Neji.
Wajah Tenten tampak kikuk. "Err... sebenarnya, aku sendiri juga bingung. Em, maksudku, aku tidak begitu ingat dengan apa yang terjadi padaku. Yang kuingat hanya saat aku bangun di ranjang pasien dua hari lalu, dengan tubuh yang sangat kaku dan nyeri di seluruh tubuh. Lalu orang yang pertama kali ku lihat adalah Ino."
"Lantas, di mana dia sekarang?" tanya Neji.
Seketika itu senyum di wajah Tenten memudar. Digantikan dengan tatapan sendu dan rasa bersalah.
"Sepertinya, Ino ke kantor polisi...lagi..." gumannya lirih.
*#~DCDS~#*
"Tahanan nomor dua puluh lima. Kau mendapatkan kunjungan lagi hari ini," penjaga sel itu membuka pintu tahanan tersebut, membiarkan pemuda berambut hitam itu keluar dan membimbingnya ke tempat 'kunjungan tahanan'.
Pemuda itu pun duduk di salah satu bilik, yang dihalangi oleh kaca dengan sisi depannya. Ia mengangkat telepon yang tersedia di mejanya, menghubungkannya dengan gadis yang duduk di hadapannya yang terhalang oleh kaca.
"Apa kabar Ino?" sapa pemuda itu sambil tersenyum seperti biasa. Namun gadis itu membalasnya dengan senyuman sedih.
"Kabarku akan sama buruknya denganmu selama kau masih ada di sana, Sai-kun."
"Sudah kubilang aku baik-baik saja."
"Seharusnya bukan kau yang berada di sana. Aku yakin Tenten sudah memaafkanmu. Kau hanya korban diperalat di sini. Dengan si breksek Danzo itu," ujar Ino.
Senyum Sai menghilang dan tubuhnya menegang saat mendengar nama itu dari Ino. "Apa, apa dia sudah ditemukan?"
Ino menggeleng. "Belum. Dia menghilang. Itachi juga, bersama akatsuki itu. Mereka masih menjadi buronan sekarang."
Ino menghela nafas, sebelum akhirnya dia tersenyum. "Kau tenang saja Sai-kun. Aku sudah bersaksi membelamu. Dan Sasuke dengan lainnya mau membantuku untuk meringankan hukumanmu menjadi lima bulan saja. Kau tunggulah sebentar lagi," ujarnya menghibur.
Sai ikut tersenyum, kali ini bukan senyuman palsu seperti biasa, melainkan senyum bahagia. "Tak apa Ino. Aku masih bisa tahan di sini. Asal kau juga tidak bosan menjengukku terus. Kau mau memaafkanku saja sudah sangat membuatku senang..."
Ino tersenyum lega. "Sai-kun..."
*#~DCDS~#*
.
.
.
Madara ditemukan tewas di antara reruntuhan bangunan kastil, di balik topengnya, wajah keriputnya terlihat sangat menyeramkan untuk dipandang.
Anbu ne yang ilegal itu sudah dibubarkan dengan penangkapan seluruh anggotanya. Tapi Danzo masih menghilang dan belum ditemukan.
Sementara Akatsuki mendapatkan anggota baru, yakni mantan anbu konoha itu. Mereka tetap menjadi buronan penjahat tingkat tinggi yang susah untuk ditemukan.
Lalu, bagaimana dengan kekuatan Yookai itu sendiri?
.
.
.
*#~NaruHina~#*
Di sisi taman kota Konoha, tampak sedikit lenggang sore ini. Terlihat Naruto dan Hinata berjalan bersama, masih menggunakan seragam sekolah, menandakan mereka baru saja pulang sekolah.
Awalnya tampak biasa saja, sampai mendadak hembusan angin 'misterius' menerpa tubuh Hinata dari depan, membuatnya dengan sigap menahan rok seragamnya yang mulai melambai-lambai.
Dengan wajah merona sekaligus kesal, ia menoleh ke arah kekasihnya yang bersiul-siul sambil melirik ke atas langit, seolah-olah dia tak melihat apapun.
Siulan itu dan hembusan angin itu berhenti seketika, setelah air bah mendadak muncul di atas Naruto dan membasahi sekujur tubuhnya. Hanya dia yang basah. Tidak untuk orang lain, tidak untuk Hinata.
"Hinata-chan!" pekik Naruto terkejut.
Hinata membuang wajahnya ke arah lain. "Salah sendiri, k-kau yang mulai Naruto-kun. Menggunakan kekuatanmu untuk hal yang m-m-Mesum!"
Dan candaan pasangan kekasih itu baru saja dimulai saat Naruto tiba-tiba memeluknya untuk membuat Hinata ikut basah, yang dibalas dengan pekikan terkejut dari Hinata.
*#~SasuSaku~#*
Api, bukan hanya bisa membakar dan menghanguskan. Tapi juga bisa memberikan cahaya... juga kehangatan...
Sakura membuka jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Melongokkan kepalanya keluar untuk melihat Sasuke berdiri di bawah jendelanya. Pemuda itu sedikit menguap karena ini hampir tengah malam.
Rasa ngantuknya langsung lenyap begitu merasakan tanah yang dia pijak bergoyang sejenak, sebelum akhirnya meninggi, membuat ia naik semakin tinggi sampai sejajar dengan jendela kamar Sakura.
Sasuke melompat masuk ke dalam kamar Sakura, tanpa Tsunade maupun Ino ketahui, tentu saja. Dan Sakura segera mengembalikan gundukan panjang tanah itu sebelum ada yang melihatnya.
Sengaja tak menyalakan lampu kamar karena tak ingin ditegur neneknya sebab ia diam-diam begadang –terlebih lagi mengundang pacarnya masuk.
"Ayo Sasuke-kun, nyalakan apimu! Aku tidak bisa melihat soal matematikanya," pinta Sakura, kembali duduk di meja belajarnya.
"Itu salahmu sendiri, kenapa tidak dikerjakan PR-mu sejak tadi sore saja?"
"Apa kau lupa atau pura-pura lupa sih? Kan kau yang mengajakku kencan tadi sore. Makanya aku menyuruhmu untuk membantuku mengerjakannya."
"Kau kan langsung bisa contoh punyaku saja."
"Aku tidak mau, aku mau kau menerangkannya juga padaku yang tidak kuketahui. Ayo, apimu mana," pinta Sakura.
"Iya ya." dan dengan sedetik kemudian, api kecil muncul di jari Sasuke. "Bahkan lilin pun kau tidak punya, dasar."
"Aku tidak sempat beli."
Bilang saja kalau kau ingin ditemani Sasuke malam ini Sakura... dasar...
The End

2 komentar:

cak oni mengatakan...

cek banyaknya partnya kang :D

Ragil Danang Kusuma (Caesar) mengatakan...

Yah...begitulah, tapi seru kan ceritanya???

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut