DILEMA CINTA DIANTARA SAHABAT PART 28

Senin, 24 Desember 2012
Dilema Cinta Diantara Sahabat
By Sayaka Dini-chan
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing: NaruHina, SasuSaku, & SaiIno.
Warning: AU, OOC, and little Fantasy!

 DIALAH SANG PUTRI

Chapter 28
*#~DCDS~#*


Tubuh Naruto melangkah dan berdiri di hadapan Hinata, menghalangi pandangan Sasuke dan Sakura pada gadis-nya.
"Jangan berpikiran yang macam-macam, kawan!" nada tegas Naruto terdengar seakan mengancam.
.
.
.
Sasuke dan Sakura saling memandang. Seolah memberi isyarat bahwa pemikiran mereka berdua awalnya sama. Menjadikan Hinata sebagai umpan untuk menjerat Sai. Tapi mengingat sifat Naruto barusan yang pastinya akan keberatan. Rencana itu akan gagal total sebelum dijalankan.
Sakura menghela nafas, seraya menatap Sasuke. "Lupakan saja," usulnya.
"Hn," Sasuke mengangguk tanda mengiyakan. Pemuda itu lalu berjalan untuk menepuk pundak Naruto. "Kau tenang saja. Aku akan pergi minta tolong pada anbu lainnya agar membantu melacak keberadaan Sai, tanpa melibatkan Hinata."
Naruto nyengir. "Ok. Kalau begitu aku akan tetap bersama Hinata-chan. Jaga-jaga kalau saja Sai-sepai mendekati Hinata-chan."
"Hn," Sasuke menyetujui usul sobatnya itu. Ia lalu berbalik ke arah Sakura. "Sakura, kau ikut aku," pintanya yang langsung mendapatkan anggukan dari Sakura.
*#~DCDS~#*
Ino tersadar dari pingsannya. Dan sekali lagi, ia terbangun di kamar Sai. Kembali memutar memorinya, Ino akhirnya mengingat. Terakhir kali ia bertemu Sai di kamarnya sendiri. Saat itu Ino melihat Sai tersenyum padanya sebelum memeluknya dan menepuk tengkuknya, lalu. . . semuanya menjadi gelap.
Ino berjalan keluar kamar Sai. Mencoba mencari sosok Sai dengan memanggil namanya. Namun sama sekali tak ada jawaban. Hingga Ino melewati sebuah kamar dengan pintu yang sedikit terbuka. Seingat Ino, kamar tersebut selalu terkunci rapat dan Sai melarang siapa pun untuk memasuki kamar tersebut.
Diliputi rasa penasaran, Ino memberanikan diri mendekati kamar tersebut. Melangkah masuk ke dalan ruangan yang tak ada penerangan sama sekali. Tangannya meraba dinding kamar, mencari saklar lampu. Dan saat lampu kamar menyala, tampaklah berbagai lukisan menempel di sepanjang dinding kamar.
Ino tersenyum. Rupanya kamar ini adalah ruang gallery lukisan pribadi milik Sai. Semua lukisan di sini pasti buatan ahli tangan Sai. Tapi senyum Ino hanya sesaat, ketika ia kembali melihat lukisan-lukisan tersebut yang semuanya seolah menggambarkan kehidupan seseorang.
Lukisan pertama, 'terlihat anak kecil berambut hitam yang duduk dan menangis di hadapan sebuah rumah yang terbakar habis'. Terlihat tragis. Ino beralih pandang ke lukisan disampingnya.
Lukisan kedua, 'pria tua dengan perban di sebelah matanya dan keningnya. Menggandeng tangan anak kecil tadi dengan pose hendak berjalan ke gedung besar yang terlihat aneh'. Mau dibawa kemana anak laki-laki itu?
Lukisan ketiga, 'pemuda berambut hitam yang terlihat berdiri membelakangi gedung aneh itu. Dia membawa sebuah gulungan dan posenya hendak pergi meninggalkan gedung tersebut. Wajahnya tidak menampakkan ekspresi apapun'. Hmm. . . wajahnya seperti Sai. Apa dia melukis dirinya sendiri?
Lukisan keempat, 'terlihat gambar Sai menggenakan seragam KHS sedang bersalaman dengan gadis pirang berkuncir satu.' Tunggu, bukannya gadis itu adalah Ino. Dan tiga siswa yang tergambarkan berdiri di belakang Ino adalah Tenten, Neji dan Itachi? Kini Ino ingat, kalau tak salah saat itu adalah pertama kalinya ia berkenalan dengan Sai, siswa baru pindahan Iwa.
Lukisan kelima, 'terlihat Ino sedang berciuman dengan Itachi. Dimana Sai mengintipnya dari balik dinding'. What? Kok bisa? Apa jangan-jangan Sai sudah lama tahu tentang hubungan diam-diam Ino dan Itachi yang dulu pernah terjalin? Kenapa Sai hanya diam saja dan tidak memberitahukan kepada teman yang lain? Ino cepat-cepat beralih ke lukisan lainnya.
Lukisan keenam, 'Tenten menarik lengan Itachi dengan senyum mengembang. Dari jauh tergambar sosok Ino yang melihat mereka berdua dengan ekspresi sendu. Dan dibelakang Ino tergambar sosok Sai yang terus menatap punggung Ino'. Kali ini Ino tercengang. Dia ingat betul kejadian itu. Saat ia menyuruh Itachi agar membahagiakan Tenten, meski hatinya sendiri sakit melihat hal itu. Tapi Ino tidak pernah sadar kalau Sai selama ini memperhatikannya?
Ino kembali berjalan. Matanya melirik lukisan selanjutnya
Lukisan ketujuh, 'dengan latar belakang bulan pernama dan beberapa pohon lebat. Tergambarkan sosok gadis berambut coklat panjang, menggunakan gaun putih. Kedua tangannya diikat tali tambang yang terhubung ke depan, dimana ujung tali lainnya di tarik oleh pemuda berjubah hitam. Wajah pemuda itu tak terlihat karena tertutup oleh tundung dari jubahnya sendiri.'
Ino heran. 'Apa maksud dari lukisan kali ini? Perempuan berambut coklat yang berwajah sedih itu. Kenapa terlihat seperti. . . . . . Tenten?' pikir Ino. Gadis itu kembali tercengang. Kenapa Sai bisa melukis hal seperti itu? Dan dimana sosok Sai yang tergambarkan dalam lukisan kali ini? Kenapa hanya ada Tenten dan pemuda bertundung itu?
Mendadak pikiran Ino kembali terbesit dengan kata-kata Itachi setahun yang lalu.
'Malam itu aku memasuki Hutan Oto. Aku melihat sosok perempuan menggunakan gaun putih berjalan dari kejauhan, aku juga melihat orang lain berjubah hitam dan bertundung yang berjalan di depannya. Saat aku perhatikan dengan jelas, gadis itu seperti Tenten.'
Pikiran-pikiran aneh pun mulai bermunculan di benak Ino. "A-apa jangan-jangan. . . pemuda itu adalah Sai-kun?" tebak Ino setengah tak percaya.
"Yah. Itu memang aku."
Ino terlonjak kaget mendengar suara Sai yang mendadak muncul di belakangnya. Gadis itu segera berbalik untuk mendapati Sai yang sedang tersenyum palsu padanya.
"Kau sedang bercanda kan Sai-kun?"
"Tidak. Aku serius." Sai melangkah mendekati Ino bersamaan dengan senyuman palsunya yang menghilang. "Apa kau masih ingat? Sehari sebelum ultah Sonoko, atau bisa kukatakan sehari sebelum Tenten menghilang. Aku 'kan sudah bilang, saat itu aku tak bisa datang ke ultah Sonoko karena ada urusan penting yang harus kulakukan."
Sai menunjuk lukisan di belakang Ino. Lukisan yang menggambarkan Tenten dan pemuda bertundung tadi. "Kau tahu? Itulah urusan penting yang kukerjakan. Menjemput Tenten ke Hutan Oto."
Mata Ino membulat. "BOHONG!" hardiknya. "Kau tak mungkin melakukan hal itu Sai-kun!"
"Sai-kun?" ujar Sai datar lalu kembali tersenyum palsu. "Perlu kau ketahui Ino. 'Sai' hanyalah nama sandi yang diberikan Danzo-sama padaku. Dan selama ini aku hanya menjalankan tugas darinya. Termasuk berpura-pura menjadi teman kalian semua."
"Tidak!" Ino menggeleng. "Kau bukan Sai-kun yang selama ini kukenal."
"Dari dulu aku memang bukan siapa-siapa Ino." Sai menggeleng lemah. "Bukan siapa-siapa bagimu Ino. Iya kan?" terlihat jelas sinar mata Sai yang memancarkan kesedihan.
Ino tercengang. "Sai-kun. . . kau–" belum sempat Ino berucap. Gerakan Sai yang mendadak sudah berada di hadapannya, membuat Ino terkejut. Dan sedetik kemudian semuanya kembali terasa gelap bagi Ino, meski ia sempat mendengar suara lirih dari Sai.
"Maaf Ino. . ."
*#~DCDS~#*
Suara dering ponsel Sasuke, sedikit mengganggu kosentrasinya dalam mengendarai mobil. Meskipun begitu dia tetap menjawab panggilannya.
"Ya Karin?"
Satu nama yang terucap dari Sasuke, sukses mengalihkan perhatian Sakura yang duduk di samping Sasuke.
Sasuke terlihat serius mendengarkan suara Karin di ujung telpon sebelum menjawab, "Baiklah. Aku akan segera ke sana." Dan hubungan seluler pun terputus.
"Ada apa?" tanya Sakura penasaran.
"Ada perubahan rencana," jawab Sasuke lalu menepikan mobilnya ke pinggir jalan. "Karin bilang dia sudah menjernihkan buku kuno itu. Makanya, ia menyuruhku untuk menemuinya sekarang," terang Sasuke seraya menatap balik Sakura.
"Lalu, nasib Ino-nee gimana? Kapan kita mencarinya?"
"Karena itu, kita bagi pekerjaan," usul Sasuke. "Kau pergi menemui Itachi-nii dan meminta bantuannya untuk menyelamatkan Ino-san, sedangkan aku akan ke tempatnya Karin."
Kening Sakura berkerut. "Kenapa harus begitu?" gadis itu terlihat keberatan. "Kenapa bukan aku saja yang menemui Karin?" protesnya.
Sasuke mendesah. "Sekarang aku bertanya padamu." Raut wajah Sasuke terlihat serius. "Setelah kau tahu apa isi buku kuno itu dari Karin. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Sasuke.
Sakura berpikir sejenak. Lalu ia menggeleng tanda tak tahu.
Sasuke memutar bola matanya bosan. "Sudah kuduga. Kau itu masih amatir dalam hal seperti ini. Jadi biarkan aku menemui Karin. Dan kau meminta bantuan pada Itachi-nii, aku yakin dia akan membimbingmu. Mengerti?"
Sakura mengembungkan pipinya kesal. "Baiklah. Aku menyerah. Tapi kau jangan berani macam-macam dengan Karin yah?" ancam Sakura.
"Hey! Bukannya kau yang seharusnya jaga kelakuan dangan Itachi-nii? Jangan kau embat juga kakakku," tuduh Sasuke.
"Apa? Mana mungkin aku–" Sakura terdiam. Ia menatap Sasuke heran. Lalu sedetik kemudian ia tertawa. "Hehehehe. . . . tak kusangka, kakakmu kau cemburuin juga, Sasuke-kun."
"Jangan tertawa! Ini tidak lucu!" seru Sasuke, menyembunyikan sedikit rona merah di wajahnya.
"Hehehe. . .Maaf." Sakura menghentikan tawanya. "Baiklah. Aku akan pergi sekarang." Sakura hendak membuka pintu mobil, namun lengannya tertahan oleh Sasuke.
"Sakura, kau tak apa kuturunkan di sini?" tanya Sasuke. Wajahnya terlihat khawatir.
Sakura tersenyum. "Tak perlu khawatir, aku bisa ke rumahmu menggunakan taxi kok." Sakura berusaha meyakinkan kekasihnya itu.
"Hn." Sedikit tak rela, Sasuke melepaskan lengan Sakura. Entah kenapa, kali ini dia merasa sangat khawatir.
Sakura sendiri merasakan hal yang sama. Feeling-nya buruk, tapi dia berusaha menepis hal itu. Apanya yang buruk? Dia hanya ingin pergi menemui Itachi bukan? Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Setidaknya itu yang mereka berdua pikirkan.
Sebelum Sakura keluar dari mobil Sasuke. Mendadak terbesit sesuatu yang diinginkan Sakura. Gadis itu kembali menoleh ke arah Sasuke yang terus menatapnya.
"Sasuke-kun."
"Hn."
Satu tarikan yang dilakukan Sakura pada kerah baju Sasuke, membuat kedua bibir mereka bertemu. Satu kecupan bibir singkat diberikannya sebelum mengatakan, "Aku mencintaimu Sasuke-kun." Dengan wajah merona, Sakura langsung keluar dari mobil dan memanggil taxi.
Sasuke tersenyum melihat kepergian Sakura. Lalu kembali menjalankan mobilnya ke arah berlawanan dengan arah taxi yang ditumpangi Sakura.
Dan tanpa Sasuke maupun Sakura sadari, pertemuan itu mungkin menjadi pertemuan terakhir bagi mereka. . .
*#~DCDS~#*
Seperti kata pepatah, 'Tak ada rotan, akar pun jadi.' Kemudian dirombak sedikit oleh Naruto menjadi, 'Tak ada double date, private date pun jadi.' Wow! Keren juga yah kedengarannya.
Maka dari itu, apa salahnya kalau pasangan Naruto dan Hinata tetap pada rencana awal, nge-date hari ini? Terdengar curang sih, pasalnya pasangan Sasuke dan Sakura malah berpisah dan mengerjakan tugasnya masing-masing. Tapi, bukannya Naruto juga sedang dalam tugasnya? Tetap berada di sisi Hinata untuk terus menjaganya. Yah. . . . seperti kata pepatah, 'menyelam sambil minum air'. Oh lupakan lah kata pepatah. Lama-lama ini fict akan penuh dengan pepatah-petapah lainnya lagi? Lebih baik kita lihat saja kencan NaruHina saat ini.
"Mau yang mana Non? Boneka rubah? Atau 'rubah jadi-jadian'?" tawar Naruto nyengir seraya memperlihatkan boneka rubah lucu ke hadapan Hinata. Kali ini Naruto berlagak seperti pelayan toko boneka.
Hinata terkekeh kecil. "A-aku mau rubah yang tampan saja," kata Hinata lalu menarik lengan Naruto mendekat.
"Ah. Kalau pilih yang ini. Dapat bonus dua-duanya donk," sahut Naruto seraya menyerahkan boneka rubah yang baru saja ia beli itu pada Hinata. Senyum manis Hinata pun didapatkan Naruto seraya membalasnya dengan kata "Terima kasih Naruto-kun."
Saat ini mereka sedang berjalan di mall Konoha center. Tempat terdekat yang mereka pilih dari rumah Sakura.
"Kita jadi nonton nggak nih?" tanya Naruto.
"Tentu. M-memangnya mau kemana lagi?"
"Yah, kupikir kau mau makan dulu, atau main di game zone?"
"H-hari ini aku mau nonton saja,"
*#~DCDS~#*
Sasuke memasuki café Danes. Mata onyx langsung menangkap sosok wanita berambut merah marun yang duduk sendiri di salah satu meja bundar. Menyeruput coklat panasnya seraya asyik membaca buku di hadapannya.
"Siang Karin," sapa Sasuke seraya mengambil tempat duduk di seberang meja Karin.
Karin menengadah. "Siang Sasuke. Hm? Tumben kau tak menggunakan kacamatamu?" tanya Karin heran melihat penampilan Sasuke yang baru.
Sasuke tersenyum tipis. "Kacamataku retak semalam." Jawab Sasuke santai. Matanya lalu melirik buku yang berada di tangan Karin. "Jadi gimana dengan isi bukunya?"
Karin meletakkan cangkir coklat panasnya. "Benar dugaanmu. Buku ini memang buku harian sang putri."
"Lantas?"
Karin membuka buku kecil kuno yang sudah dia artikan itu dan menatap Sasuke di hadapannya. "Sekarang aku sudah tahu kisah sang putri di masa lalu," ujar Karin sambil tersenyum penuh arti.
*#~DCDS~#*
Film romance dengan durasi waktu 01:43:56, yang diputar di layar besar di hadapan Naruto, Hinata dan beberapa pengunjung Box Movie yang lainnya, baru mencapai klimaks dari inti cerita.
Namun hal itu sama sekali tak mempengaruhi pikiran kalut yang dialami Hinata. Sifat Hinata yang lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri, susah untuk diubah. Sejak dari rumahnya Sakura, Hinata terus memikirkan keadaan Ino yang dibawa lari oleh Sai. Bagaimana pun juga itu karena Hinata bukan? Dan gadis itu memikirkan rencana nekat yang akan dia jalankan hari ini.
Sesekali Hinata melirik Naruto yang duduk di sampingnya. Cahaya remang-remang yang hanya terpatulkan dari layar lebar di hadapan mereka, tidak membuat mata Hinata buta akan raut wajah kekasihnya itu yang tampak serius menonton. Merasa dirinya tidak diperhatikan, Hinata sedikit kesal. Gadis itu langsung menarik lengan Naruto.
"Naruto-kun,"
Naruto menoleh dan menatap Hinata. "Heh? Ada apa?"
"K-kemarilah," pinta Hinata. Mengisyaratkan Naruto agar mendekat, seakan ingin membisikkan sesuatu. Dan Naruto menurutinya.
Entah apa yang memberi Hinata keberanian untuk melakukannya. Perlahan kedua tangannya menangkup dua sisi wajah Naruto, membawanya mendekat, dan memberikan kecupan singkat pada bibir Naruto.
Naruto terpaku. Matanya mengerjap berapa kali, seolah meyakinkan dirinya bahwa gadis di hadapannya ini adalah Hinata. Ruangan bioskop yang sedikit redup, tak menghalangi pandangan Naruto pada mata Hinata yang terlihat sendu.
"Maaf," satu kata keluar dari bibir Hinata membuat Naruto semakin bingung. Hinata menunduk, menyembunyikan raut wajah yang susah ditebak.
"Hey Hinata-chan? Kau tak apa?" tanya Naruto khawatir.
"A-aku baik-baik saja," jawab Hinata berdusta. Ia masih enggan untuk menatap Naruto. "K-kurasa, a-aku mau ke kamar kecil dulu." Hinata hendak bangkit dari duduknya.
Namun tangan Naruto menghalanginya seraya berucap "Biar ku antar."
"T-tidak perlu Naruto-kun." Hinata melepaskan tangan Naruto dari genggamannya. "Aku bisa sendiri."
"Benar? Tak apa?" tanya Naruto belum yakin.
Hinata mengangguk. "A-aku akan baik-baik saja kok."
Dan gadis itu pun beranjak dari bangkunya. Ia sedikit membungkuk saat melewati beberapa orang yang sedang menikmati cerita dalam layar lebar di hadapan mereka.
Baru satu menit Hinata pergi, Feeling Naruto semakin terasa tak enak. Tak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan. Naruto pun beranjak dari bangkunya, bernekat menyusul Hinata.
Semoga saja ia tidak terlambat. . .
*#~DCDS~#*
Karin menutup bukunya bertepatan dengan akhir dari kisah yang diceritakannya kepada Sasuke. Pemuda itu termenung, terlihat berpikir.
"Kisahnya tidak jauh beda dengan buku yang dituliskan paman Orochimaru," komentar Sasuke.
"Kau benar. Tapi di buku ini tertulis lebih terperinci bukan?" tanya Karin.
"Hn," Sasuke mengangguk. "Bedanya, di buku ini mengatakan sang putri itu memiliki tiga teman dekat. Dua pangeran dan satu putri lagi," tambah Sasuke menyimpulkan.
"Yah. Seperti yang kukatakan tadi. Satu pangeran berasal dari Kerajaan Barat Konoha, bernama Kyosuke Uchiha. Nenek buyut dari klanmu Sasuke." Karin tersenyum setengah menggoda pada Sasuke.
"Hn." Sasuke tetap memasang wajah datar, meski dalam hati dia punya kebanggan sendiri dengan memiliki keturunan darah biru dari nenek buyutnya.
"Lalu, Pangeran yang satunya lagi berasal dari Kerajaan Timur Konoha, bernama Natsumi Hyuuga. Dan adik angkatnya, bernama putri Hikari Hyuuga," terang Karin.
"Hyuuga yah? Lalu bagaimana dengan keturunan sang putri itu sendiri?"
"Justru itu Sasuke. Pasalnya, nama lengkap sang putri itu, bernama Sayaka Haruno."
"Haruno? Bukannya klan itu sudah lama punah yah?"
Karin menjetikkan jarinya, "Bener banget tuh. Tapi aku sudah menyuruh Suigetsu untuk mencari info klan Haruno. Katanya, menurut informasi rahasia anbu yang dia dapatkan. Lima belas tahun lalu, terjadi pembantaian habis-habisan klan Haruno dengan sekelompok orang yang tak dikenal. Tapi salah satu anbu bernama. . ." Karin diam sejenak, berusaha mengingat namanya.
"Ah ya! Aku ingat. Namanya Inoichi Yamanaka. Dia sempat menyelamatkan anak perempuan kecil berumur satu tahun. Demi melindungi keselamatan penerus terakhir klan Haruno, anak itu berganti nama dan diadopsi oleh Inoichi sendiri. Nah, sekarang tugasmu mencari anak-anak Inoichi itu. mungkin salah satu gadis dari anakny–"
"Karin!" Sasuke segera memotong penjelasan Karin yang terbilang sangat panjang itu. "Kau yakin dia diadopsi keluarga Yamanaka?" setengah tak percaya Sasuke kembali bertanya.
"Kau pikir aku berbohong apa? Tentu saja aku–"
"Karin!" Lagi-lagi Sasuke memotong perkataan Karin. Pemuda itu tersenyum senang menatap Karin. "Terimakasih. Kau memang sangat membantuku." Dan Sasuke pun segera meninggalkan Karin yang melongo tak mengerti.
Satu hal yang dipikirkan Sasuke saat ini. Ia harus menyusul Sakura Yamanaka, dan mengabari kabar bagus ini. . .
Semoga saja ia tidak telambat. . .
*#~DCDS~#*
Sakura hendak memasuki kediaman Uchiha. Belum sempat ia memencet bel rumah, pintu utama terbuka. Menampakkan Itachi yang baru saja keluar dari rumah.
"Itachi-san," sapa Sakura bersemangat.
"Sakura? Kau mencariku?" tanya Itachi yang dibalas dengan anggukan dari Sakura. "Kebetulan sekali. Aku juga ingin bertemu denganmu Sakura."
"Benarkah? Kalau begitu tunggu apalagi. Lekas selamatkan Ino-nee dulu!" pinta Sakura.
"Ino? Oh. . . jadi Sai sudah berhasil menculik Ino yah?"
Sakura mengangguk, membenarkan pernyataan Itachi. Tapi kemudian dia langsung tersadar dengan sesuatu yang janggal. "Tunggu!" Kening Sakura berkerut, heran. "Aku 'kan belum beritahu kalau Sai-senpai yang menculiknya. Dari mana Itachi-san–" perkataan Sakura terhenti begitu melihat seringai Itachi di hadapannya.
Sepasang mata emerald itu membulat.
*#~DCDS~#*
Lagi-lagi Sasuke mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sementara otak kanannya tetap berkosentrasi pada jalanan yang dia laluinya, otak kirinya segera melakukan analisis dadakan.
Dugaan awalnya salah besar! Hinata bukan keturunan dari Haruno pastinya. Jadi dia bukan sang 'putri' yang dicari-cari itu. Tapi kenapa selalu Hinata yang terlibat dalam permasalahan? Selalu saja dia yang hampir celaka. Dan lagi-lagi, untuk apa Sai mengincar Hinata? Jika gadis keturunan Hyuuga itu bukan renkarnasi dari sang 'putri'? Pasti ada sesuatu dengan apa yang dimiliki Hinata. Mungkin ini ada hubungannya dengan penglihatan Hinata pada gadis berambut coklat di Hutan Oto dulu. Sudahlah, Hinata tak perlu dikhawatirkan. Karena dia pasti sudah aman dengan Naruto. Semoga saja begitu.
Lalu, sekarang mengenai anak perempuan Haruno yang diadopsi Yamanaka. Hanya ada dua putri Yamanaka. Ino dan Sakura. Terlihat jelas dari fisik mereka berdua. Sangat berbeda, rambut maupun warna pupil mata mereka berdua. Ciri dari keluarga Yamanaka itu sendiri, paling umum adalah warna rambutnya yang pirang, sebagai contoh nenek mereka, Tsunade Yamanaka. Dengan begini sudah jelas bukan? Hanya Sakura yang bernampilan beda. Sangat jreng dengan rambut soft pink yang sangat unik itu. Ok. Bisa dipastikan Sakura (mungkin) anak angkat Yamanaka, dalam artian. Dialah Sang Putri. Sakura Haruno.
"Cih! Kuso!" Sasuke mengumpat kesal. Sadar mobilnya telah terjebak dalam macet panjang jalanan kota Konoha. Wajar saja, hari sudah sore. Kebanyakan warga Konoha berlalu lalang untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Padahal sekitar sepuluh kilo meter lagi Sasuke akan sampai di blok rumahnya.
Seharusnya Sasuke tidak perlu khawatir. Jika saja ia mendapatkan kabar dari Itachi. Namun sayangnya Itachi sama sekali tidak menjawab panggilan selulernya. Telpon rumah pun tak diangkat. Dan malangnya, ponsel Sakura sendiri rusak akibat insiden 'melempar jidat Sai' beberapa waktu yang lalu. Ini benar-benar pertanda buruk.
Di saat seperti ini, Sasuke tidak bisa diam terus menunggu di mobilnya yang terjebak dalam kemacetan. Menanti agar ada jeda jarak di hadapannya, Sasuke menepikan mobilnya ke pinggir jalanan. Setelah mematikan mesin, Sasuke segera keluar dari mobilnya. Tak peduli dengan petugas lalu lintas yang meniupkan peliut tanda peringatan karena parkir sembarangan, Sasuke langsung berlari ke tempat tujuan awalnya.
Sasuke Uchiha, sebagai cadangan anbu, tak perlu diragukan lagi kesehatan fisiknya. Berlari terus untuk beberapa kilo, sama sekali tak mengurangi kecepatan atau pun menganggu pernapasannya.
Semakin ia merasa dekat dengan rumahnya, entah kenapa semakin buruk feeling yang dirasakannya.
Sementara Sasuke terus berlari memasuki blok rumahnya. Tampak dari jauh, mobil yang ia kenal milik kakaknya melaju berlawanan arah dengannya.
Sasuke menghentikan larinya. 'Syukurlah,' pikir Sasuke mulai bernafas lega. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya pada mobil yang semakin mendekat ke arahnya. Mengisyaratkan agar kakaknya segera berhenti.
Namun sepertinya, laju mobil tersebut sama sekali tak berkurang. Mata Onyx Sasuke membulat, ia segera menghindar sebelum mobil yang ditumpangi kakaknya itu benar-benar menyerempet tubuhnya. . . Apa-apaan ini?
Dan dalam gerakan slow motion. Saat mobil itu melintas di depan mata Sasuke. Ia bisa melihat dari balik kaca mobil, di jok belakang penumpang, terlihat Sakura tertidur di sana, atau lebih tepatnya . . . . gadis itu tidak sadarkan diri.
Saat Sasuke menyadari semua hal itu. Mobil Itachi telah melaju kencang meninggalkan dirinya.
" . . . . Sialan!" dan Sasuke sangat menyesal, telah meninggalkan mobilnya tadi, hingga ia tak bisa mengejar Itachi.
Tunggu! Apa maksud dari perbuatan Itachi barusan? Kakaknya itu kan seorang Anbu Konoha. Mana mungkin ia–. Mendadak memori Sasuke berputar, terbesit kembali ucapan Gaara.
"Ada salah satu anggota baru Akatsuki yang berasal dari anbu konoha itu sendiri. Dia kunci dalam misi akatsuki selanjutnya," pesan Sasori yang diungkapkan oleh Gaara saat itu.
Sasuke mengeram marah. "Aniki Kuso! Dasar kau pengkhianat!" umpatnya kasar karena dikendalikan emosi sendiri.
*#~DCDS~#*
Kini Naruto tak tahu lagi harus berbuat apa. . .
Setelah ia keluar dari teater bioskop, dan hendak menyusul Hinata. Ia sama sekali tak melihat sosok gadis itu. Mengira Hinata sudah masuk ke toilet, Naruto dengan setianya menunggu Hinata di luar toilet cewek. Hampir lima belas menit Naruto menanti, namun sosok Hinata sama sekali tak keluar dari ruangan pribadi cewek itu.
Clingak-clinguk berapa saat, memastikan tak ada yang melihat. Naruto nekat memasuki toilet cewek. Memanggil nama Hinata, dan dengan kata permisi membuka satu per satu bilik yang semua isinya kosong. Hinata tak ada di toilet cewek. Belum sempat Naruto keluar. Malangnya ia sudah kepergok tiga cewek yang baru saja masuk toilet. Naruto pun jadi bulan-bulanan teriakan histeris dan beberapa tuduhan buruk yang di layangkan padanya. Dan pemuda itu segera kabur sebelum permasalahan itu semakin menyeruak.
Meminta tolong pada bagian informasi pusat di mall konoha center. Sama sekali tak membantu Naruto untuk menemukan Hinata. Hingga akhirnya, ponsel Naruto beredering, email baru masuk.
From: Hinata Hime
Maaf Naruto-kun.
Kau tak perlu repot mencariku lagi.
Terima kasih banyak, Naruto-kun . . .
Pesan singkat yang berisi tiga kalimat itu. pertanda buruk bagi Naruto. Dan ponsel Hinata yang sama sekali tak bisa dihubungi, sudah menjelaskan bahwa Hinata sengaja meninggalkan Naruto. Tidak! Untuk kesekian kalinya, Naruto tak akan mau melepaskan Hinata.
Hubungan persahabatan yang cukup lama terjalin diantara mereka, membuat Naruto mengenal betul watak pikiran Hinata. Di saat genting seperti ini, Naruto langsung bisa menyimpulkan kemana Hinata pergi.
Berbekal memori ingatan dimana tempat tinggal Sai –beruntung Naruto pernah ke sana, begitu pula dengan Hinata, karena ajakan Sakura untuk menemui Ino, dimana Ino sering berkunjung ke rumah Sai hingga lupa waktu– Naruto segera menyusul Hinata di sana. Di mana lagi Hinata akan bertemu dengan Sai jika bukan ke tempatnya langsung.
Naruto sempat menimbulkan keributan di depan apartement milik Sai. Pintu terkunci dari dalam, dan sama sekali tak ada jawaban meski Naruto sudah berteriak keras, menganggu penghuni apartement yang lainnya.
Mencoba mendobrak pintu, tak ada gunanya. Security apartement datang. Ingin memarahi Naruto, namun kejadiannya malah terbalik. Naruto segera meraih kerah seragam pria paruh baya itu, dan dengan emosi yang meluap, ia menghardiknya,
"Cepat buka pintunya! Aku tak ingin terjadi sesuatu pada Gadisku yang berada di dalam!"
Aneh memang. Terlihat seperti bukan Naruto yang biasanya. Mungkin karena ia sudah kerasukan setan teme (?) dari sahabatnya sendiri.
Naruto dengan tak sabar, memperlihatkan tanda pengenal cadangan anbu dari dompetnya. Hanya seorang cadangan anbu muda, seharusnya tak membuat pak security itu langsung menurutinya. Namun tatapan tajam yang berkilat dari mata Naruto, seolah ia tak segan akan memakan pak security jika tak mengabulkan keinginannya.
Pintu apartement Sai akhirnya dibuka dengan cara rahasia tersendiri yang dilakukan pak security. Naruto langsung menyeruak masuk dengan tatapan siaga.
Tak ingin menyia-nyiakan waktu, Naruto segera menelusuri penjuru apartement Sai. Namun sayangnya, ia sama sekali tak melihat satu orang pun di sana. Hingga mata Naruto menangkap boneka rubah –yang baru saja dia belikan untuk Hinata– tergeletak tak jauh dari jendela ruangan yang terbuka lebar. Hembusan angin meniup tirai gorden yang melambai-lambai.
Lagi-lagi Sai sudah menghilang, melalui jendela apartement yang tinggi dari permukaan tanah, dengan membawa dua 'bawaan'nya. . .
Hatinya mencelos, Naruto tak tahu lagi harus berbuat apa. . . kecuali menghubungi Sasuke dan memberitahukan kabar buruk ini.
"Teme!" tanpa sapaan sopan dalam aturan tata krama berbicara melalui hubungan seluler(?), Naruto langsung berseru, "Hinata-chan menghilang! Dia pergi menemui Sai!" Naruto terdengar panic.
"Bodoh!" seruan Sasuke di ujung telepon tidak kalah keras. "Memangnya apa yang sudah kau lakukan selama ini?"
Haruskan Naruto menjawab ia hanya pergi berkencan dengan Hinata, dan lengah hanya karena Hinata ingin pergi ke toilet? Tidak. Itu hanya akan membuat Sasuke semakin marah mendengarnya.
"Maaf," ujar Naruto menyesalinya. "Sekarang apa yang harus kita bertiga lakukan?"
"Bertiga?"
"Iya. Aku, Kau, dan Saku-chan bukan?"
"Cih!" terdengar Sasuke mengumpat. "Sakura juga sudah menghilang. Dia dibawa lari saat kami berpisah."
"APA? Kau Bodoh Teme!" kali ini Naruto yang berseru di depan ponselnya.
"Diam Dobe! Kau juga sama saja!" Sasuke membalas.
Hening. Keduanya sama-sama mencoba mendinginkan kepala terlebih dahulu. Di saat seperti ini, tak ada gunanya saling menyalahkan, bukan?
"Sasuke," Naruto memanggil. "Apa mungkin mereka membawa Hinata-chan dan Saku-chan ke Hutan Oto? Hanya tempat itu 'kan yang paling aman bagi para penjahat?"
"Hn. Aku tahu. Karena itu aku sudah menghubungi kantor pusat anbu, dan meminta bantuan pada mereka," ujar Sasuke.
"Lalu?"
"Tidak banyak. Hanya ada dua belas anbu dan cadangan anbu, dengan suka relanya ingin membantu." Terdengar Sasuke menghela nafas berat. "Kau tahu sendiri 'kan Naruto? Wilayah Hutan Oto masih dalam keadaan rawan saat ini. Lagipula sekarang sudah menjelang malam bukan?"
"Kau benar. Akan berbahaya bagi keselamatan mereka yang ingin memasuki Hutan Oto. Tapi kalau ada Hinata-chan di sana. Aku tak peduli dengan itu semua! Aku pasti akan pergi menyusulnya!" Naruto bertekad. "Jadi, kapan mereka (para anbu) mulai bergerak?" tanya Naruto.
"Katanya, mereka butuh waktu 45menit lagi untuk persiapannya dulu. Baru setelah itu mereka memasuki Hutan Oto," jawab Sasuke.
Hening. . . . dan secara serempak keduanya menyadari satu hal.
45 menit? Itu terlalu lama!
"Sasuke! Sebaiknya kita segera–"
"Hn." Seolah mengerti jalan pikiran Naruto, Sasuke langsung menyetujuinya. "Ku tunggu kau di Hutan Oto, Naruto."
Tanpa melihatnya, Sasuke bisa membayangkan Naruto tersenyum lebar di ujung sana. "Ok Bro!"
Dan hubungan seluler pun terputus. Tanpa ingin membuang banyak waktu. Keduanya langsung bergerak. Menuju ke arah yang sama. Hutan Oto. . . .
*#~DCDS~#*
~~Flashback di masa lalu~~
Rimbunan pepohonan sangat menyejukkan penapasan (dan mungkin juga hati) seseorang yang berteduh di dalamnya. Putri kerajaan yang masih berusia sepuluh tahun, seperti biasa, melarikan diri dari pengawasan kerajaan dan berlindung di tepi hutan kecil. Tak berani masuk lebih dalam ke hutan tersebut, karena memang itu sangat berbahaya.
Ia duduk berteduh di salah satu pohon. Tersenyum senang seraya merangkai beberapa bunga yang dia petik sebelumnya di kebun kerajaan. Rambut merah sebahu, sedikit melambai tertiup udara sejuk yang melaluinya.
Suara ranting patah menarik perhatian si putri kecil. Mata emerald-nya menemukan kedatangan sahabatnya, pangeran kecil berambut hitam dengan model mencuat kebelakang. Bertemu pandang dengan mata onyx yang masih terlihat lugu. Si putri kecil senang, menyambutnya dengan sebuah senyum mengembang.
"Kyosuke-kun," sapa si putri riang.
"Hn." Kyosuke duduk di samping putri kecil. "Apa yang kau buat, Sayaka?"
Sayaka, menunjukkan hasil rangkaian bunga pada temannya itu. "Mahkota bunga!" jawabnya riang, lalu menyodorkan kepada Kyosuke. "Untukmu Kyosuke-kun."
Kyosuke menggeleng. "Tidak mau. Itu kan untuk anak perempuan." Kyosuke menyerngit, melihat beraneka warna cerah kelopak bunga yang menghiasi rangkaian bunga buatan Sayaka.
"Tapi 'kan, Kyosuke-kun kalau besar nanti akan jadi raja. Jadi harus punya mahkota sendiri. Ayo dipakai!" bujuk Sayaka, ingin meletakkan mahkota bunga di atas kepala Kyosuke. Namun Kyosuke menahan lengan Sayaka.
"Tidak mau!" Kyosuke menolak.
"Harus pakai!" Sayaka ngotot.
"Pokoknya aku tidak mau!"
"Tidak boleh! Kau harus pakai!"
Pertengkaran kecil itu terhenti, saat terdengar teriakan pangeran kecil lain yang menghampiri mereka. "Sayaka-chan! Kyosuke-teme!" suara nyaringnya melengking.
Anak laki-laki berambut pirang itu datang tanpa menghapus senyuman mengembang yang sudah menjadi ciri khasnya tersendiri. "Hey! Kalian dengarkan ya! Aku punya berita bagus!"
Sayaka berdiri. "Apa itu Natsumi?" tanya Sayaka penasaran.
Kyosuke hanya menatap Natsumi tanpa minat.
Mata lavender milik Natsumi bersinar bahagia. "Mulai sekarang. . . ." Natsumi menarik nafas dalam sebelum berucap dengan riang, "Aku sudah punya ADIK!"
"Wah!" Sayaka membalas dengan wajah tak kalah bersinar.
"Benarkah?" tanya Kyosuke mulai tertarik.
Natsumi mengangguk bersemangat. "Aku juga sudah membawanya ke sini."
"Mana? Mana? Perlihatkan padaku," pinta Sayaka riang. Seolah yang akan dibawa Natsumi adalah mainan baru yang cukup bagus.
Natsumi berbalik ke belakang. "Ayo! Keluarlah. Jangan takut sama teman-temanku," ujar Natsumi pada sebuah pohon.
Sayaka dan Kyosuke semakin penasaran. Perlahan, anak perempuan berambut indigo pendek, menunjukkan dirinya dari balik pohon. Kedua tangannya saling menggenggam, menutupi kegugupannya yang luar biasa. Langkahnya sangat kecil, mendekat pada Natsumi. Tangannya meraih lengan Natsumi, dan kembali bersembunyi di balik punggung Natsumi. "N-nii-chan," suaranya terdengar pelan.
"Tak usah malu. Ayo, perkenalkan dirimu," bujuk Natsumi seraya tersenyum.
Anak perempuan itu pun melangkah ke samping Natsumi. Pupil matanya yang berwarna biru sapphire, melirik sepintas Sayaka dan Kyosuke.
"M-minna. Perkenalkan, n-amaku Hikari Hyuuga. . ." Hikari menunduk.
Mata Sakura berbinar. Tanpa peringatan, ia langsung berlari memeluk Hikari. "Kyaaa! Akhirnya aku punya teman anak perempuan!" serunya girang.
Hikari tersentak, namun dia ikut tersenyum malu-malu.
Natsumi nyengir, seperti biasa.
Kyosuke tersenyum tipis, melihat kebahagian dari Sayaka yang menyambut adik baru Natsumi.
Tanpa disadari anak-anak tersebut. Ada kejanggalan yang sangat mencolok. Pertama, kenyataan bahwa permaisuri Hyuuga, ibunda Natsumi, tak pernah hamil lagi setelah melahirkan Natsumi. Dan yang terakhir, Hikari tak memiliki ciri khas keluarga Hyuuga biasanya, yaitu sepasang pupil berwarna lavender, bukan secerah warna biru sapphire. . .
~~TBC~~

Next Chap: Membahas tuntas tentang tragedy kejadian di masa lalu
Sekedar Info:
Naruto Namikaze = Natsumi Hyuuga, rambut spike pirang, bermata lavender.
Hinata Hyuuga = Hikari Hyuuga, rambut indigo berponi, bermata biru sapphire.
Sasuke Uchiha = Kyosuke Uchiha, rambut hitam mencuat ke belakang, bermata onyx.
Sakura Haruno = Sayaka Haruno, rambut merah tanpa poni, bermata emerald.

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut