SHOURAI CHAPTER 2 (It's not about You and Me)

Minggu, 23 Juni 2013
Shourai Author: Yuiki Nagi-chan PM
"Aku mencintaimu. Aku selalu menunggu dan mencintaimu Hinata."/Bukankah Kami-sama begitu adil?/SakuNaruHinaSasu/...::NaruHina ever after::... / Last Chapter Update!
Rated: Fiction T - Indonesian - Romance/Hurt/Comfort - Naruto U. & Hinata H. - Chapters: 7 - Words: 14,942 - Reviews: 112 - Favs: 40 - Follows: 9 - Updated: 06-21-12 - Published: 04-20-12 - Status: Complete - id: 8041710 

-:-
#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#
...::Shourai::...
#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Story: Yuiki Nagi-chan
Warning: AU. OoC. TYPO. Bad for EYD & Language. NaruHina rules
.:NaruHina ever after:.
-:-
-2-
~It's not about You and Me~
.
.
.
.
.
Electronica Vesion, toko elektronik paling lengkap dan mewah di Tokyo itu tengah mengadakan pameran barang elektronik terbaru milik salah satu perusahaan Uchiha. Lantai satu gedung Elektronica Vesion sendiri langsung di ubah seperti ballroom untuk sebuah pesta dan produk-produk terbaik mereka, seperti PC, Ipad, dan Ponsel merk terkenal terlihat dilindungi etalase kaca dengan pengamanan tingkat tinggi.
Kedua mata Hinata yang unik terlihat memandang takjub ruangan yang telah disulap oleh pihak Electronica Vesion tersebut menjadi ruang pameran termegah yang pernah ada. Ia sendiri mulai merasa tidak percaya diri begitu melihat banyaknya orang penting yang berlalu-lalang di sana. Sasuke mungkin salah membawa orang untuk menemaninya ke tempat ini.
"Uchiha-san, bisa kita ambil ponselku sekarang?" Hinata mulai bertanya dengan cemas. Sasuke yang berjalan satu meter di hadapannya masih tidak merespon. Padahal sudah banyak orang yang mulai memperhatikan mereka, bahkan nekat mengambil gambar. Hinata jadi menyesal menerima tawaran Sasuke yang ingin memperbaiki ponsel miliknya di toko mewah ini. Ia seharusnya juga tahu kalau toko yang sekaligus menerima service ponsel ini merupakan salah satu anak cabang perusahaan Uchiha.
Ia lebih memilih jalan kaki menuju rumahnya yang berjarak 10 km dari universitas Enma dibanding jadi tamu ilegal di acara pameran ini.
"Kau sudah datang. Kenapa tidak mencoba untuk melihat-lihat?"
Hinata tahu kalau pria egois di depannya kini tengah mencoba menyindirnya. Mungkin ia menebak kalau Hinata berasal dari keluarga yang miskin dan melarat. Yah, sejenis gembel. Tapi setidaknya walau tidak memiliki uang, Hinata tetap memiliki harga diri yang tinggi sebagai seorang Hyuuga yang terhormat.
"Tidak. Terima kasih," jadi Hinata kembali mencoba menahan dirinya untuk tidak menampar atau memukul wajah pemuda Uchiha tersebut dengan berat hati. Ia masih ingin mendapat ponselnya kembali. Hanya itu tujuannya datang kemari.
"Kau harus mengganti bajumu," kata-kata Sasuke membuat Hinata kembali mengangkat wajahnya untuk menatap pemuda dengan paras rupawan yang kini berdiri di sampingnya. "Setelah itu baru ku berikan ponselmu yang sudah di perbaiki oleh karyawanku."
"Ganti baju? Dimana?" belum sempat bertanya lebih jauh, Hinata sudah diseret paksa oleh beberapa karyawan Electronica Vesion yang sudah pasti merupakan anak buah Sasuke.
-:-
Lima belas menit waktu berlalu di habiskan Sasuke dengan memandangi ponsel flip berwarna ungu gelap yang sedari tadi ia pegang. Kedua matanya menyusuri sejumlah foto gadis kecil berambut coklat dengan kedua mata yang persis seperti gadis yang tadi ia paksa ke toko ini. Yang membuatnya makin penasaran adalah judul setiap foto itu yang di akhiri dengan kata 'die'.
Apa itu artinya gadis kecil dalam foto tersebut sudah lama meninggal dunia?
Saat Sasuke memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya mengutak-atik ponsel milik Hinata itu, ponsel tersebut malah bergetar, menandakan adanya panggilan yang masuk. Dan sekali lagi Sasuke dibuat penasaran dengan nama yang tercantum pada layar ponsel tersebut.
'Love-Naruto-kun is Calling ...'
.
.
.
Naruto memasuki ruangan yang merupakan kamar miliknya dengan raut wajah bahagia. Ia cukup senang melihat Sakura yang akhirnya bisa kembali tersenyum begitu selesai curhat padanya.
Wajah Sakura yang di penuhi air mata memang membuatnya sedih tapi tak bisa dipungkiri lagi, ada rasa senang yang terselip di dadanya begitu mengetahui kalau Sakura dan Sai akhirnya memutuskan hubungan mereka. Itu berarti masih ada kesempatan untuknya, walau Naruto sendiri tahu kalau Sakura hanya menganggapnya sebatas teman, tidak lebih.
Begitu melihat jam yang tergantung di dinding kamarnya, Naruto langsung mengingat janjinya pada Hinata sore tadi. Segera di carinya ponsel berwarna silver miliknya untuk menghubungi Hinata yang kini masih berstatus sebagai kekasihnya.
Naruto menunggu beberapa saat hingga akhirnya panggilannya tersambung. Dan begitu panggilan tersebut di terima, Naruto dikagetkan dengan suara seorang pria yang terkesan dingin dengan intonasi yang datar.
"Siapa?" suara dari pria itu sedikit membuat Naruto tersentak. Tapi begitu mengingat kakak lelaki Hinata, Hyuuga Neji, Naruto kembali mengeluarkan suaranya dengan nada yang riang.
"Neji, ya?"
"Bukan."
Naruto hampir melemparkan ponselnya ke lantai dengan ekspresi yang cukup konyol. Mungkin terlalu terkejut dengan reaksi orang tersebut.
"Paman... Hiashi?"
Naruto bertanya, ragu-ragu. Jika ini juga bukan, Naruto akan mengambil kesimpulan kalau ia salah sambung.
"Bukan."
Berarti memang salah sambung.
"Ah, maaf! Sepertinya saya salah sambung ..."
"Tunggu."
Naruto menghentikan ibu jarinya yang siap menekan tombol hijau pada ponsel miliknya. Berniat memutuskan sambungan, sebelum akhirnya dicegah oleh pria misterius di seberang telepon.
"Kau kekasih Hyuuga Hinata?"
"Ya, memangnya kenapa?" Naruto mulai merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Tidak. Aku hanya ingin memberitahumu kalau dia sedang bersamaku."
Tutt... Tutt... Tutt...
"Hei!" Naruto bersiap menanyakan di mana keberadaan Hinata dan orang itu, tapi sambungan telepongnya terlebih dahulu di putus.
"Pria itu ..." tanpa Naruto sadari, ia kehilangan kendali atas emosinya sendiri. "... Siapa?"
.
.
.
"Apa-apaan kau?" Hinata berteriak dengan emosi yang tidak lagi bisa ditahan. "Kenapa kau seenaknya melihat-lihat isi ponselku?"
"Kenapa? Memangnya tidak boleh?"
"Kau tahu yang namanya privasi, tidak?" Hinata hampir jengah menghadapi pria tidak konsisten di hadapannya. Jika sekarang ia menyebalkan, beberapa saat kemudian ia bisa sangat pengertian. Hinata benar-benar merasa gila jika berhadapan dengan pria arogan ini. "Ada banyak rahasiaku disini! Catatan pribadiku! Foto-foto pribadiku! Video pribadiku! Semuanya, hampir semuanya rahasia!"
Sasuke malah menyeringai lebar begitu merasa suara Hinata yang memang tidak terlalu keras tapi cukup menarik perhatian berhasil mengundang seorang wartawan majalah bisnis terkemuka. Wartawan itu mendekat lalu memotretnya dengan Hinata pada posisi terbaik lalu mulai mencatat sesuatu di sebuah jurnal yang ia bawa.
"Kenapa kau marah seperti itu?" Hinata mulai merasa ketakutan begitu Sasuke yang berjarak tiga meter di hadapannya mulai melangkah mendekat. Refleks, teriakannya berhenti dan wajahnya pucat pasi. Pameran yang seharusnya berjalan aman dan tertib perlahan berubah menegangkan. Semua orang yang ada di sana tentu tidak ingin melewatkan kejadian tentang Uchiha Sasuke. Itu bisa jadi gosip yang paling bagus untuk disebarkan.
"Aku sudah melakukan apapun yang kau minta," Sasuke terus melangkah tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya. Dan begitu sudah dekat dengan Hinata, ia berhenti sejenak untuk menoleh pada wartawan yang tadi memotretnya. "Hei, bisa kau potret ini juga?"
Wartawan itu terlihat bingung dengan ucapan Sasuke tapi begitu antusias menyiapkan kameranya saat Sasuke mulai menyentuh kedua pipi Hinata yang merona merah. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya pada Hinata dengan seringai yang makin membuatnya terlihat tampan sekaligus menakutkan.
-:-
"Shino, tolong lacak nomor ponsel Hinata menggunakan GPS!" Naruto terus berteriak dengan sebelah tangan memegang ponsel dan sebelah lagi memegang stir motornya, menarik gas dengan kecepatan penuh. Sekarang ia benar-benar tidak peduli pada lalu lintas jalan yang ramai. Bahkan lampu merah sudah ia lewati sebanyak lima kali.
"Memangnya ada apa? Hinata diculik?"
"Mungkin saja," Naruto berpikir dengan cemas jika seandainya Hinata benar-benar di culik. "Tapi juga belum pasti. Soalnya orang yang menelponku tidak meminta tebusan," Naruto berbelok dengan tajam ke arah kanan begitu melihat truk di depannya akan menyerempet motornya. Truk itu membunyikan suara klakson yang besar, tapi lagi-lagi Naruto kembali tidak peduli.
"Kumohon, cepatlah!"
"Ini juga sedang ku cari!"
"Ayolah!"
"Ada di toko elektronik dekat hotel bintang lima milik keluarga Uchiha. Ah, toko elektronik itu juga milik perusahaan Uchiha."
"Tempatnya?"
"Hmm, kota Kanagawa. Tapi ..."
"Terima kasih."
Tutt... Tutt... Tutt...
Shino mengerutkan keningnya begitu sambungan telpon tadi diputus Naruto seenaknya. Padahal ada hal penting yang harus ia beritahukan.
"Bodoh. Di toko itu sedang diadakan pameran yang besar dan megah. Masuk ke sana dengan pakaian biasa jelas bisa di tertawakan."
-:-
"Hinata ..."
Sasuke menghentikan gerakannya. Kini hidungnya dan hidung Hinata saling bergesekan tapi bibir keduanya belum saling bertemu. Keadaan di sana mendadak semakin menegangkan. Dan Hinata yang merasa punya kesempatan segera menggunakannya dengan mendorong tubuh Sasuke sekuat yang ia bisa. Baru beberapa detik menghirup nafas dengan lega, Hinata kembali di buat terkejut dengan munculnya seorang pemuda yang mendadak berdiri di hadapannya setelah mendorong Sasuke menjauh, lalu menarik Hinata dan menyatukan bibir mereka berdua secara paksa. Awalnya Hinata berontak karena ketakutan, tapi begitu menyadari siapa yang ada di hadapannya, Hinata malah mengeluarkan air matanya.
"N-Naruto ..." Hinata berbisik lirih begitu Naruto menyudahi ciuman singkat mereka yang hanya beberapa detik tapi mampu membius ratusan orang yang ada di sana. Bahkan beberapa wartawan sempat memotret kejadian tadi dengan antusias. Sayangnya, Naruto terlihat tidak peduli dan malah menampilkan cengirannya seraya merangkul pinggang Hinata dengan mesra.
"Itu baru yang namanya ciuman ..." Naruto berjalan mendekati Sasuke seraya membawa Hinata di sampingnya. "Uchiha?"
Sasuke terlihat tidak merasa kesal sedikitpun, justru menyeringai dengan menatap Naruto penuh hina. Ia merasa seperti tengah ditantang oleh seseorang untuk memperebutkan sebuah mainan. Dan tentu saja para wartawan kembali tidak melewatkan kejadian menarik ini.
"Kau pasti Naruto," Sasuke menebak dan Naruto malah tertawa mendengarnya.
"Rupanya kau yang menjawab panggilanku tadi."
"Tentu saja."
Hinata merasakan tubuhnya bergetar hebat saat Naruto melangkah mendekati Sasuke seraya ikut membawanya ke depan pemuda Uchiha itu. Ia masih takut dan syok atas kejadian barusan, tapi kedua pemuda ini malah terlihat senang seraya mengadu pandangan mata satu sama lain.
Begitu merasa cukup puas, Naruto segera menarik tangan Hinata keluar dari toko tersebut seraya melambaikan tangannya pada Sasuke yang masih menyeringai.
"Carilah mainan baru, jangan kekasihku."
"Tidak bisa," Sasuke memperlebar seringainya. "Karena aku sudah terlanjur suka padanya. Dia mainan yang bagus."
"Kalau begitu kau harus kembali berhadapan denganku."
"Akan ku tunggu."
Begitu Naruto dan Hinata keluar dari toko miliknya, Sasuke dengan santai mempersilahkan semua tamu dan pelanggannya untuk kembali melanjutkan acara yang tertunda. Menurutnya rencana tadi sudah cukup sempurna. Yang penting berita mengenai dirinya dan Hinata bisa tersebar luas lewat majalah bisnis yang akan diterbitkan esok hari.
.
.
.
Hinata kembali memeluk tubuh Naruto dengan erat, kini dengan air mata yang mengalir deras dan isakan lirih yang memilukan. Naruto sendiri kembali di buat bingung dengan tingkah Hinata saat ini. Sejak motor melaju, belum sekalipun Hinata mengatakan sesuatu padanya. Entah karena syok atau marah, Naruto tidak mengerti. Yang pasti sekarang ia mulai merasakan kalau t-shirt yang ia kenakan mulai basah di bagian punggung.
"Masih kaget?"
Hinata hanya mengangguk.
"Kau marah padaku?"
Hinata kembali mengangguk kini seraya mencengkram t-shirt Naruto dengan erat.
"Memangnya kenapa kau marah padaku?"
"K-kenapa?" Hinata balik bertanya dengan suara bergetar. "K-kau mencuri ciuman pertamaku dan masih bertanya KENAPA?" air mata kembali deras mengalir di kedua pipi Hinata.
"Maaf," suara Naruto mengalun halus penuh penyesalan. "Aku terpaksa."
Kini Hinata kembali tersentak tidak percaya. Ia kembali dibuat terkejut dengan pernyataan Naruto tadi. "T-terpaksa? K-kau menciumku karena terpaksa?"
"Ya. Karena jika kubiarkan, kau akan dicium oleh pemuda brengsek itu."
"Kenapa kau tidak biarkan dia saja yang menciumku?" Hinata bertanya dengan lirih.
"Apa? Memangnya kau lebih memilih dicium olehnya daripada aku?"
"Ya."
Hinata kembali berdusta. Tentu saja ia senang dicium oleh Naruto. Tapi kalau terpaksa...
Itu justru lebih menyedihkan.
"Jangan lupa. Kita mengikat hubungan bukan karena saling mencintai."
Hinata mencoba menahan isakannya.
"Karena itu jangan campuri urusan pribadiku terlalu dalam. Dan aku juga tidak akan mencampuri urusanmu dengan Sakura."
"Tidak mau."
"Apa?" Hinata bertanya, tidak percaya. Ia mencoba menatap kaca spion, berharap bisa melihat ekspresi Naruto saat ini. Sayangnya poninya yang menjuntai indah berhasil menyembunyikan sorot kedua matanya yang biru jernih.
"Kalau aku bilang tidak mau, ya tidak mau!" Naruto mulai bertingkah kekanakkan. "Kau dan aku pacaran untuk saling menghibur dan melengkapi. Jangan lupakan hal itu juga!"
"Baka."
"Kenapa kau malah mengataiku!"
"Kalau saat dimana kita menemukan orang yang kita cintai dan balas mencintai kita, tiba. Hubungan ini akan berakhir."
"..."
"Itu, kan perjanjian awalnya?"
Entah mengapa untuk kali ini, mulut Naruto yang biasanya banyak bicara terlihat terkunci sempurna. Hinata sendiri kembali memeluk Naruto dengan erat sambil tersenyum pedih di balik punggung tegap pemuda pirang itu.
Akankah perasaan yang masih kelabu ini bisa terungkap suatu saat nanti?
.
.
.
...::To be Continued::...

0 komentar:

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
Saya cuma seorang blogger beginner...mohon di maklumi

Pengikut